A. Latar
Belakang
Dalam periode ini Indonesia menentang pembentukan
Malaysia, karena sebagai akibat pengaruh PKI Presiden Soekarno menganggap bahwa
Malaysia adalah proyek neo-kolonialisme Inggris, yang ‘’Membahayakan revolusi
Indonesia yang belum selesai”. Karena itu Malaysia harus dicegah berdirinya dan
setelah tetap dipaksakan berdirinya,
harus dihancurkan.
Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat
administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di
selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris;
Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari
penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan
koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan
membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia;
Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan
konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga
mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan
alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan
Sulu.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk
menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak
dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh
PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan.
Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa
tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini
sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan
imperialisme Inggris.
BAB II
Pembahasan
A. Konfrontasi
Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia
Konfrontasi merupakan kebijakan politik pemerintah
Indonesia terhadap penolakan rencana pembentukan negara federasi Malaysia yang
diyakini Soekarno sebagai proyek new-imperialism. Konfrontasi sebagai aksi
politik, hal tersebut diungkapkan oleh Menlu Subandrio secara resmi pada
tanggal 20 Januari 1963.
Konfrontasi menurut Ensiklopedia 1978 ialah suatu
pola dalam hubungan internasional berupa konflik antara dua negara atau lebih
mengenai masalah yang dipertentangkan. Segi-segi yang dapat dilihat dari
konfrontasi; yaitu, tujuan dan kondisi. Dari segi kondisi,
konfrontasi sebagai suasana dua negara atau lebih
mempunyai kepentinngan yang berbeda dan tidak dapat
diakomodasi. Sedangkan konfrontasi sebagai tujuan ialah suatu sarana
untuk mencapai tujuan masing-masing negara.
Secara goegrafis, Malaya menginginkan Singapura
masuk ke dalam federasi karena kota pulau tersebut dapat dijadikan pelabuhan
setrategis. Penggabungan dengan Singapura banyak menuai kontra dari berbagai
kalangan di Malaya atau Singapura itu sendiri, mengingat Singapura merupakan
wilayah mayoritas etnis cina. Orang Melayu khawatir akan tergeser oleh etnis
Cina, sementara pada waktu itu isu komunis masih merembak di kawasan Asia
Tenggara. Sebagai solusi bagi orang Melayu di Malaya, Inggris menawarkan agar
federasi juga mengikutsertakan koloni Inggris di utara Bornio, yaitu, Serawak,
Sabah dan Brunei. Awalnya Indonesia tidak keberatan dengan rencana tersebut.
Situasi bermusuhan terlihat ketika secara resmi
politik konfrontasi Indonesia terhadap rencana Federasi Malaysia diumumkan oleh
Subandrio pada tanggal 20 Januari 1963. Perubahan sikap Indonesia disambut
“mendidih” oleh Tengku Abdul Rahman, maka saat itu Indonesia bermusuhan dengan
Malaysia. Soekarno telah dianggap mencampuri urusan dalam negeri Malaya.
Protes tidak hanya dilancarkan Indonesia, pada
tanggal 22 Juli 1962 Presiden Fhilipina Macapagal menyatakan
keberatan atas rencana Federasi Malaysia dan menuntut hak kedaulatan Sabah.
Tuntutan tersebut didasarkan pada Kesultanan Sulu pimpinan Mohammad Jamalul
Alam yang bersal dari Fhilipina menyewakan Sabah kepada Baron Von Overbeck dan
Alfred Dent (atas nama Britis Nort Borneo Company) dengan sewa 5.000 dolar
Malaya per tahun pada 22 Januari 1878.
Beberapa kali negosiasi antara Malaya, Indonesia dan
Fhilipina dilakukan untuk meredam keadaan. Pada akhirnya Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Manila menghasilkan kesepakatan untuk menentukan nasib Sabah dan
Serawak melalui jajak pendapat di bawah naungan PBB. Atas tekanan AS, Inggris
menerima rencana jajak pendapat tersebut dan atas tekanan AS juga Inggris
dengan “setengah hati” bersedia berkompromi dengan Indonesia dan Fhilipina.
Pada pertengahan Agustus dikirimlah misi untuk melakukan jajak
pendapat yang disebut “Misi Michelmore” tiba di Kalimantan dan
bekerja sejak 26 Agustus 1963,. Nama Michelmore diambil dari ketua misi, yaitu,
Michelmore, seorang diplomat AS.
Pada tanggal 14 September 1963 Sekjen PBB
mengumumkan hasil jajak pendapat tersebut. Hasilnya, Sabah dan Serawak menginginkan
bergabung bersama Federasi Malaya, kemudian U-Thant menyampaikan perlunya
merumuskan kembali kapan pengumuman kemerdekaan Federasi Malaysia. Sebelum
rumusan tersebut dihasilkan, telah berlangsung pertemuan antara wakil-wakil
Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Inggris (tanpa Brunei) di London tanggal
9 Juli 1963 dan memutuskan bahwa kemerdekaan Malaya akan dideklarasikan pada 31
Agustus 1963,. Pertemuan dan pengumuman pencapaian kesepakatan hari kemerdekaan
Malaysia tersebut membuat Soekarno marah karena menganggap Malaya melanggar
kesepakatan yang telah dicapai di Manila.
B. Ganyang
Malaysia
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia
Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap
Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer
tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan
melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat
raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi
Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
1. Pertinggi
ketahanan revolusi Indonesia
2. Bantu
perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk
menghancurkan Malaysia
Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah
di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk
mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini
kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh
Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga
Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang
terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon
KKO. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh
Brigjen Kemal Idris sebaga Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda)
berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Baratdan terdiri dari 13
Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, danRPKAD. Komando ini
dipimpin Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga
adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsurTNI-AL dan juga KKO. Komando
ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di
perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.
Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata
Indonesia ditangkap diJohor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di
perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan
pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja
yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit
komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke
Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia
adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu Special
Air Service (SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan Indonesia tewas dan 200
pasukan Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara
Kalimantan.
Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan
pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur
Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan denganResimen Askar
Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary.
Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang
melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan
pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini
dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.
C. Indonesia
Keluar Dari PBB
Berhubung dengan masuknya Malaysia menjadi anggota
dewan keamanan PBB presiden Soekarno mengulangi lagi pidato membangun dunia
kembali yaitu PBB sekarang adalah pencerminan dari keadaan dunia tahun 1945,
sewaktu masih belum banyak terdapat Negara-negara di Asia konstilasi dunia
komposisi dunia telah berubah tetapi PBB tidak berubah, PBB tetap tinggal
seperti PBB 1945, itulah sebabnya maka PBB perlu dirombak. Oleh karenanya
jikalau PBB sekarang PBB yang belum berubah, yang tidak lagi mencerminkan
keadaan sekarang, jikalau PBB menerima Malaysia menjadi anggota dewan keamanan
kita Indonesia akan keluar, kita akan meninggalkan PBB sekarang.
Inilah taktik terakhir di forum PBB untuk
memencirkan Malaysia, yang hasilnya malahan Indonesia yang keluar dari PBB,
karena pada tanggal 7 Januari 1965 Malaysia diterima menjadi anggota dewan
keamanan, sedang Malaysia yang menjadi sasaran politik konfrontasi Dwikoral
Indonesia. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1965 Indonesia keluar dari PBB.
D. Akhir
Konfrontasi
Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang
kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik
domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia
menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.
Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok,
Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik.
Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11
Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Politik luar negeri Indonesia terkait dengan rencana
Malaya bersama Inggris ingin membentuk Negara Federasi Malaysia, yang mencakup
Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei adalah menolak. Hal ini
dapat diketahui dari pidato resmi Menlu Subandrio tanggal 20 Januari 1963 yang
berisikan tentang pengambilan sikap konfrontatasi terhadap rencana tersebut.
Dan dukungan Indonesia terhadap pembrontakan Azhari di Sabah dan Serawak.
Politik konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia
dilatar belakangi oleh kekhawatiran Soekarno terhadap kontrol Inggris di Asia
Tenggara akan meluas jika Negara Federasi Malaysia terbentuk dan ini dapat
mengancam keberlangsungan revolusi Indonesia. Selain itu Soekarno juga
beranggapan Negara Federasi Malaysia adalah proyek new
imperilsme dan new kolonialisme (Nekolim). Sedangkan sebab
langsung konfrontasi dalam artian perang adalah pelanggaran Malaya terhadap
hasil KTT Manila dan mengumumkan secara sepihak berdirinya Negara
Federasi Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar