Tampilkan postingan dengan label Sejarah Aceh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Aceh. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Januari 2018

RESUME SEMINAR AWAL MASUKNYA ISLAM KE ACEH, ANALISIS ARKEOLOGI DAN SUMBANGANNYA KEPADA NUSANTARA

RESUME SEMINAR AWAL MASUKNYA ISLAM KE ACEH, ANALISIS ARKEOLOGI DAN SUMBANGANNYA KEPADA NUSANTARA

            Seminar yang diselenggarakan oleh Prodi Sejarah FKIP UNSYIAH bertujuan untuk memaparkan hasil dari  penelitian Dr. Husaini Ibrahim, dan beliau merupakan seorang dosen di Prodi Sejarah, dalam pemaparan ini, atas dasar bukti arkeologis maka Dr. Husaini tiba pada kesimpulan bahwa Islam pertama sekali masuk bukan pada Abad-13. Namun Islam masuk ke Nusantara sekitaran Abad-7. Hal ini membuat Dr. Husaini membantah teori sebelumnya yang telah disepakati pada seminar di Medan. Seminar yang dimotori oleh Drs. Mawardi M,Hum. MA mengundang beberapa tokoh akademisi sejarah dan peminat sejarah, berikut ringkasannya:
·         Pendapat Prof. Dr. M. Hasbi Amirudin, MA
            Dalam mengemukakan pendapatnya Prof. Hasbi pertama sekali memberikan pujian terhadap hasil karya putra Aceh yang berpatokan atas hasil arkeolog, menurutnya sangat sedikit putera Aceh yang menulis sejarahnya sendiri terutama pada masa sekarang. Di samping itu juga mengingatkan bahwa sudah keharusan bagi kita untuk menggunakan sumber sejarah kita berasal dari masyarakat kita sendiri karena sumber yang ditulis oleh orang-orang asing terutama Belanda sangat sarat dengan kepentingan Belanda itu sendiri.
            “Kita harus merubah bagwa segala sumber itu tidak mesti dari Barat” inilah kalimat yang terekam dari penulis ketika Prof. Hasbi berbicara, ditambahkan dengan penekanan bahwa walaupun kesimpulan Dr. Husaini menyatakan Islam masuk ke Nusantara bukan pada Abad ke-13 melainkan Abad ke-7, namun masih dibutuhkan bukti yang konkrit untuk mengungkapkan sejarah ini, dalam artian tidak mengacu pada bukti arkeologis saja.


·         Pendapat Drs. Rusdi Sufi
            Drs. Rusdi Sufi merupakan salah seorang dosen di Prodi Sejarah dan juga rekan kerja Dr. Husaini, Drs. Rusdi Sufi merupakan sejarawan Aceh yang paling dikenal untuk saat ini, dan beliau juga merupakan salah satu dari sejarawan yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada Abad ke-13, walaupun demikian pada saat mengemukakan pendapatnya beliau mengatakan “Tidak ada suatu karya sejarah yang sempurna” maksudnya bahwa setiap segala sesuatu yang dituliskan oleh manusia dalam bentuk sejarah tidak hilang dari unsur manusiawinya.
            Kemudian beliau juga nyaris sama dengan Prof. Hasbi ketika mengatakan bukti atau sumber Aceh dan menekankan bahwa bukti sejarah Aceh sangat banyak dan hebat, sehingga perlu kajian yang lebih lanjut dan perlu ketekunan bagi Dr. Husaini dalam mempertahankan pendapatnya.

·         Pendapat Drs. Nab Bahany A.S
            Drs. Nab Bahany A.S setahu penulis merupakan peminat sejarah Aceh, walaupun demikian kemampuannya untuk memahami sejarah telah mendapat pengakuan dari kalangan luas. Pendapatnya dalam seminar juga tidak jauh berbeda dengan dua tokoh sebelumnya yaitu memuji dan menekankan pentingnya bukti yang betul-betul komprehensif dalam sejarah, sehingga melahirkan sejarah yang mengecilkan nilai subjektif.

·         Kesimpulan
            Dari pemaparan para tamu yang diundang dalam seminar ini dapat kita cirikan pokok penekanan diantaranya:
1.      Hasil penelitian Dr. Husaini Ibrahim merupakan sesuatu yang patut dipuji dan di contoh khususnya bagi putera-puteri Aceh.
2.      Perlunya pemakaian sumber yang komprehensif dalam penulisan sejarah terutama Aceh yang sangat kaya akan sumber, di samping itu juga sudah saatnya sejarawan memakai sumber dari masyarakatnya sendiri.

3.      Sikap ketekunan dan keseriusan dari Dr. Husaini untuk mempertahankan hasil penelitiannya dari kritik dan bantahan sejarawan lain.

Senin, 22 Januari 2018

FILSAFAT SEJARAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
     Perkembangan Ilmu Sejarah dewasa sudah cukup baik berkembang seiring dengan pemikiran ilmu sosial lain, banyak di antara ilmuwan yang meragukan tentang pentingnya sejarah dalam kehidupan disamping itu juga terdapat para ilmuwan yang memandang sejarah sebelah mata dengan alasan sejarah merupakan ilmu dengan keobjektifan rendah.
     Munculnya Filsfat Sejarah dengan pemikiran mencari hakikat tentang makna sejarah bagi manusia membuat sejarah semakin mampu menjawab kritikan ilmuwan lain. Banyak filosof memandang untuk memahami manusia maka kita harus memahami sejarah manusia dan berkembanglah pemikiran eksplanasi dan hermeneutika.
     Para tokoh pemikir seperti Ankersmit, Hegel,  dan Colingwood telah membagi-bagi bentuk sejarah. Hal ini membuat sejarah terbagi-bagi dalam beberapa bagian sesuai dengan pendapat para ahli, namun sejarah tetap merupakan kesatuan dan tidak bisa dipisahkan dari manusia.
     Aliran filsafat sejarah spekulatif memandang sejarah sebagai suatu peristiwa, sehingga menimbulkan banyak penafsiran dari para sejarawan dalam menganut pemahaman ini. Sekaligus dipandang sebagai keunikan sejarah sebagai suatu ilmu.
     Terdapat juga aliran filsafat sejarah kritis, yaitu memandang sejarah dari  segi teoritis dan mengutamakan keilmiahan, sehingga ilmu sejarah menemukan cara yang ilmiah guna memenuhi persyaratan sebagai suatu ilmu.
     Pada makalah ini akan difokuskan pembahasan mengenai pemikiran filsafat kritis dalam sejarah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian
     Filsafat sejarah kritis pada dasarnya mengingin suatu pemahaman bagi seorang peneliti atau pemikir agar Ilmu Sejarah mampu memenuhi syarat suatu ilmu, dapat dikatakan bahwa filsafat sejarah kritis ini merupakan persamaan dari pencarian cara atau metode bagi sejarah.
     Filsafat sejarah kritis, seorang filsuf sejarah kritis meneliti sarana-sarana yang dipergunakan seorang ahli sejarah dalam melukiskan masa silam dengan cara yag dapat dipertanggung jawabkan. Kaitan filsafat sejarah kritis dan pengkajian sejarah , keduanya meneliti secara filsafati bagaimana proses pengumpulan pengetahuan terjadi dan bagaimana proses itu dapat dibenarkan dari sudut pandang keilmuwan. Dalam pengkajian filsafat sejarah kritis norma dan nilai  dalam tulisan ahli sejarah melekat pada subyektivitas dan obyektivitas dalam pengkajian sejarah.
     Filsafat sejarah kritis memberikan jawaban kepada sejumlah pertanyaan tentang sejarah, pertama, terkait dengan apakah sejarah sebagai ilmu. Hal ini muncul karena adanya aliran positivisme yang mengatakan bahwa peristiwa sejarah tidak dapat dijelaskan dengan merujuk pada hukum-hukum alam, Sejarah memiliki paradigma sendiri dan tidak mengaitkan diri dengan ilmu kealaman. Kedua dan ketiga, sejarah membutuhkan rekonstruksi historis tentang sebuah peristiwa masa lampau yang dibangun diatas fakta sejarah, dasarnya adalah opini atau fakta sejarah yang memerlukan objektivitas dalam analisa sejarah, padahal menurut positivisme sejarah tidak pernah bersifat mutlak melainkan relative. Keempat, apakah hakekat teori-teori dan tafsiran sejarah itu? Ranke katakan, sejarawan tidak lebih melukiskan masa lampau sebagaimana terjadi. Khaldun katakan, sejarah menilai bahwa memihak kepada pendapat-pendapat, tradisi dan budaya tertentu merupakan cacat terhadap karyanya. Kelima, apakah ada yang disebut sebagai hukum-hukum sejarah? John Stuart Mill katakan, bahwa sejarah memiliki hukum-hukum sendiri karena adanya pemahaman yang berbeda dan tidak tunduk kepada hukum alam. Keadaan ini lebih lanjut menuntut sejarah untuk menghidupkan kembali peristiwa masa lampau dengan pemahaman.

2.2            Tujuan Filsafat Sejarah Kritis
     Pada dasar filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang ada di muka bumi, maka sangat tidak mungkin sejarah ketika dikatakan sebagai sebuah ilmu tidak memiliki landasan pemikiran filsafat. Di samping itu untuk mengesahkan sejarah sebagai sebuah ilmu.
     Jika secara implisit dapat kita lihat tujuan dari Filsafat Sejarah Kritis merupakan usaha untuk mendekatkan proses rekonstruksi masa lampau ke arah seobjektif mungkin, sering pula disebut sebagai analitis, skeptis, dan metodelogis. Apa saja yang dibutuhkan dalam mengungkap masa lampau? Inilah yang ingin diberikan atas pemekiran Filsafat Sejarah Kritis.
     Selanjutnya dalam sejarah tidak hanya memerlukan pemikiran kritis, tetapi menjadi pertanyaan bagaimana permasalahan itu bisa disampaikan kepada masyarakat agar bermanfaat. Latief mengatakan perlunya eksplansi, kausalitas, dan hermeneutika dalam penjelasan suatu permasalahan.
     Apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat tercapai dengan menggunakan tiga teori di atas, namun tidak menutup kemungkinan dengan teori lain. Filsafat Sejarah Kritis selama ini telah menyumbang banyak hal dalam Ilmu Sejarah.
     Di Indonesia sendiri  penulisan atau histeriografi nasional masih sangat banyak kelemahan. Purwanto pada pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar mengkritik penulisan sejarah indonesia yang kritis dalam mencari kambing hitam di setiap tema kesejarahan. Sehingga Indonesia masih sangat perlu mengembangkan ilmu sejarah demi kepentingan masyarakat. Peran Sejarah bagi masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan para perintis sejarah nasional.

2.3            Manusia dan Sejarah
     Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan, menurut Islam manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Sebelumn lebih jauh kita harus memahami definisi manusia, ini merupakan pembahasan menarik dan tidak pernah akan habis. Terjadi ambivalensi antara pendapat para filosof, sesuai dari pengalaman yang didapatkan.
     Untuk mengetahui manusia maka kita harus melihat asal-usul manusia tersebut, dan ini menandakan bahwa manusia sebagai makhluk sejarah. Kita harus membedakan antara sejarah manusia dengan manusia sejarah, karena terdapat subtansi yang berbeda. Pada dasarnya untuk mengerti tentang manusia seseorang harus paham betul mengenai sejarah manusia sendiri. Sehingga sejarah dengan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
     Menyadari pentingnya sejarah bagi manusia membuat terbentuknya manusia yang sadar sejarah. Maksudnya bukanlah mereka yang banyak mengetahui tentang sejarah, tetapi adalah mereka yang mau belajar sejarah untuk masa depan manusia itu sendiri.



BAB III
KESIMPULAN

3.1            Kesimpulan
   Sejarah sebagai suatu ilmu penting bagi umat manusia, dibutuhkannya pemahaman kritis dalam menulis sejarah, sehingga menjadikan sejarah sebagai sebuah fakta masa lampau yang benar adanya. Kartono Sartodirjo mengatakan sejarah tidak sama dengan sastra. Sejarah merupakan ilmu ilmiah dari hasil interpretasi bukti sejaraha, sedangkan sastra merupakan hasil imajinasi seseorang akan keindahan.
   Perlunya Filsafat Sejarah Kritis dalam keilmuan sejarah untuk mencari jalan keilmiahan sejarah, sehingga muncullah sikap skeptis analitis di sini. Dengan adanya Filsafat Sejarah Kritis membuat sejarah mampu menjawab kritik dari para ahli ilmu lain yang menolak sejarah dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Latief, Juraid Abdul. 2013. Manusia, Filsafat, dan Sejarah. Jakarta: Bumi     Aksara.
Salam, Burhanuddin. 2012. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Herawatu. 2012. Augustinus: Potret Sejarawan Masa Pertengahan dan         Kontribusi Bagi Kajian Sejarah Islam. Yogyakarta: Jurnal        TAQAFIYAT. Vol. 13. No.1.


Sabtu, 20 Januari 2018

ACEH MERDEKA oleh ISA SULAIMAN

KATA PENGANTAR

            Aceh merupakan salah satu bagian dari Provinsi NKRI. Dalam sejarahnya Aceh dipenuhi dengan berbagai warna, masa Kerajaan Aceh di bawah Iskandar Muda, masyarakat Aceh mencapai kejayaannya hal itu terus menurun setelah kepergian sang sultan hingga kedatangan penjajah Belanda ke Aceh pada 1873. Aceh dalam mengisi kemerdekaan Indonesia memainkan peran yang sangat penting dan menjadi daerah modal.
            Pasca kemerdekaan Aceh dilanda situasi tidak menentu, berbagai pergerakan lahir dari DI/TII dan diteruskan oleh GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Dr. M. Isa Sulaiman dalam bukunya yang berjudul Aceh Merdeka berusaha menjelaskan kepada pembaca bagaimana GAM ini lahir yang disebabkan oleh berbagai faktor dimulai dari keadaan politik dalam negeri yang tidak menentu ditambah lagi dengan kesenjangan yang terjadi di dalam wilayah Aceh yang sangat kaya akan SDA, di samping itu juga terdapat kaum cendikiawan yang berfikir kritis terhadap keadaan masyarakat dan juga tanggapan pemerintah yang seakan-akan mengabaikan suara rakyat Aceh yang menyebabkan timbullah sebuah ide pergerakan yang dipelopori oleh Hasan Di Tiro. Hasan Di Tiro merupakan pengikut Daud Bereueh dalam gerakan DI/TII. Alih-alih mengungkit sejarah keturunan Tiro, Hasan Di Tiro mampu menampilkan dirinya sebagai penerus perjuangan rakyat Aceh yang dijajah oleh Jakarta-Jawa. Selanjutnya penjelasan tentang bagaimana eksistensi GAM dalam perjuangannya yang pasang-surut.
            Dengan pengamatan yang baik Dr. M. Isa Sulaiman mampu bersikap objektif dalam menelaah kasus ini, dan ini merupakan hal yang ditakutkan oleh beliau terutama penulis berdarah Rencong. Dengan pengalaman belajar yang didapatkan dari EHES (Ecole Des Hautes Etudes En Scinces Sociales) Paris, Perancis dalam meraih gelar Doktor menjadikan buku ini sangat layak menjadi acuan untuk dijadikan sebagai salah satu sumber karangan ilmiah dalam mengetahui Sejarah Aceh pada era moderen.


ISI

BAB I : ACEH PADA MASA PERMULAAN ORDE BARU DAN SOLUSINYA MENURUT HASAN DI TIRO
            Pasca gerakan DI/TII daerah masih sangat tertinggal dengan berbagai peninggalan kerusakan oleh perang ditambah lagi dengan masih banyak wilayah pedesaan di Aceh yang tidak memiliki jalan akses yang baik. Di bawah pemerintahan Orde Baru, pembangunan mulai digalakkan, sensus pada tahun 1976 menunjukkan bahwa 2.279.147 jiwa penduduk aceh hidup dari bercocok tanam terutama sawah dengan menggunakan irigasi sederhana. Pada tahun 1974/1975 Aceh menghasilkan surplus dalam produksi persawahan namun ini tidak berdampak pada petani karena harga beras di bawah kendali BULOG.
            Program pembangunan Repelita membuat SDA Aceh dieksploitasi, sejak 1960-an Pertamina mempercayakan perusahaan Kanada untuk mengeksploitasi minyak di Aceh Timur, di tahun 1971 perusahaan Mobile Oil Indonesia menemukan kandungan gas alam di kabupaten Aceh Utara, sehingga mendorong Pertamina dan Mobile Oil membentuk LNG Arun. Dengan hasil eksploitasi dari Aceh dengan hasil devisa yang sangat banyak, berasal dari perkebunan dan hasil dalam bumi tidak membuat Aceh menjadi Provinsi yang makmur.
            Bahkan pembangunan pabrik-pabrik ini membuat keadaan masyarakat semakin terganggu dengan direbutnya lahan mereka tanpa kejelasan ganti rugi, di samping itu juga limbah yang dihasilkan oleh pabrik yang merusak tambak warga sekitar, walaupun Gebernur Aceh Muzakkir Walad telah mengeluarkan SK namun itu tidaklah efektif. Keadaan politik yang mulai beralih tangan kepada penguasa baru setelah kepemimpinan pemerintahan diganti oleh Soeharto dengan kekuatan yang dimilikinya berhasil mengucilkan kaum agamawan dari panggung politik. Melihat gelagat pemerintah yang tidak terlalu menghiraukan rakyat Aceh, Hasan Di Tiro yang dilahirkan dari pasangan Tgk. Muhammad, seorang alim desa di Bungong Tangjong. Mengirim sepucuk surat ultimatum kepada P.M Ali, Hasan mengkritik pemerintah untuk menghentikan penumpasan gerakan DI/TII pimpinan Daud Beureueh.
            P.M. Ali mendengar ini sangat marah sehingga mencabut paspor diplomatiknya di Amerika. Menurut Hasan Di Tiro Pancasila bukanlah sebuah ideologi yang berada dalam masyarakat Indonesia, tetapi Islamlah yang menjadi dasar ideologi rakyat namun tidak mengesampingkan penganut agama lain. Selanjutnya Hasan mempertanyakan persoalan bangsa Indonesia. Hasan mulai membangkitkan kembali semangat heroik perjuangan Aceh, menurutnya Kerajaan Aceh tidak pernah menyerah kepada Belanda, namun persoalan pemimpin Aceh yang mau ikut dalam Indonesia dikarenakan kebodohan pemimpin Aceh yang telah lupa akan sejarah.

BAB II : PROKLAMASI KEMERDEKAAN DAN PERLAWANAN FASE PERTAMA
            Reaksi positif yang diberikan oleh kerabat-kerabatnya membuat Hasan Di Tiro berani bertindak. Hasan Di Tiro kembali lagi ke Aceh sacara diam-diam dengan perahu bot, Hasan disambut baik oleh kerabatnya T. Zaini Abidin Tiro, kemudian Hasan Di Tiro dibawa ke Panton Weng, sekita 4 km dari ibukota kecamatan Bandar Baru. Di tempat ini Hasan mulai menerima para pengikutnya yang diawali oleh dr. Muchtar, A. Wahab Umar Di Tiro dan Tgk. Usman Lampoh Awe. Di sinilah semuanya dipupuk kembangkan segala ide dalam membentuk sebuah organisasi. Semuanya direalisasikan dalam Proklamasi Negara Aceh Sumatra yang bertempat di Bukit Cokan, tanggal yang dipilih sengaja pada 4 Desember yang mengingatkan pada perjuangan keluarga Tiro. Dengan menggunakan nama Sumatra, Hasan berharap agar dunia tahu letak pergerakan mereka. Gerakan pada mulanya hanya terbatas pada pendidikan untuk mencetak kader-kader propaganda ideologi perjuangan. Di samping itu juga Hasan Di Tiro mulai mengatur struktur jabatan dalam organisasi ini yang diisi oleh dr. Muchtar Hasbi, Tgk. Ilyas Leube, dr. Zaini Abdullah dan lainnya. Hasan menggunakan simbol bendera warisan dari Kerajaan Aceh dengan menambahkan beberapa garis yang dianggap olehnya perlu sebagai penghormatan atas jasa pejuang Aceh dahulu. Lambang Negara Aceh Sumatra terdiri atas seekor singa dan buraq yang saling berhadapan. Kesulitan pertama yang dihadapi adalah dana, sehingga membuat Hasan Di Tiro mengirimkan surat-surat kepada perusahaan untuk membayar pajak kepada  pihaknya.
            Ikatan kekerabatan, persahabatan dan ikatan daerah seasal membuat Hasan secara sukses menyebarkan ideologinya, melihat hal ini Gebernur Muzakkir Walad membentuk sebuah tim dengan sandi “Cerah Bahagia” yang  bertujuan untuk menangkis propaganda Hasan Di Tiro. Selanjutnya Kodam I Iskandar Muda Jenderal R. A. Saleh menggelar operasi pemulihan dengan sandi Operasi Nanggala. Tokoh masyarakat juga didekati untuk mengeluarkan fatwa agar tidak mendukung gerakan GAM. Serangan yang semakin intensif memaksa Hasan Di Tiro untuk meninggalkan Aceh menuju Singapura dan meneruskan perjuangannya melalui jalur diplomasi.

BAB III : PEMBANGUNAN DAN REKONSOLIDASI ORGANISASI
            Pemerintah sedang menggalakkan pembangunan namun membutuhkan dana yang besar sehingga eksploitasi atas SDA semakin dimaksimalkan terutama di wilayah Aceh, adanya bahan baku membuat terbentuknya perusahaan-perusahaan baru yaitu PT AFF dan PT PIM dan PT KKA. Namun hal ini juga tidak mendorong masyarakat untuk makmur, akibatnya terbentuklah berbagai organisasi yang menuntut keadilan salah satunya LPLH (Lembaga Pembela Lingkungan Hidup), di samping itu pengangguran yang cukup tinggi walaupun di Aceh telah ada Lembaga Pendidikan yang bertaraf nasional namun tidak terserap oleh perusahaan-perusahaan yang ada.
            Dalam bidang militer Kodam I Iskandar Muda dileburkan dalam Kodam I Bukit Barisan yang berpusat di Medan, Orde Baru memanfaatkan anggota militer untuk mengendalikan kekuasaannya. Pengamalan Pancasila yang banyak mendapat penolakan dari masyarakat dan juga arus globalisasi yang dirasakan oleh masyarakat Aceh mendorong para ulama untuk bertindak. MUI di bawah Ali Hasjmy menghimbau masyarakat agar waspada dengan pengaruh luar yang melanggar syariat Islam.
            Selanjutnya Hasan Di Tiro yang berada di pengasingan mulai membangun kembali pergerakannya dengan menyebarkan tulisan-tulisannya bersama dengan pengikut setianya yang juga telah berada di pengasingan. Di sini Hasan mulai mempromosikan gerakannya ke dunia internasional dan mengirimkan para pemuda simpatisannya untuk dilatih di Lybia di samping itu juga melakukan kontak dengan sesama pergerakan perlawanan yang tergabung dalam UNPO.

BAB IV : PERLAWANAN FASE KEDUA DAN OPERASI JARINGAN MERAH
            Seteleh para pejuang Aceh pulang dari Lybia, Yusup Ali mempersiapkan rekan-rekannya semua untuk mengadakan kanduri terhadap Gerakan Aceh Merdeka yang berlangsung di Kecamata Kuta Makmur, Aceh Utara yang berlangsung pada tanggal 17 septemper 1989. Kemudian Yusup Ali menyusun strategi dalam rangka perebutan senjata terhadap anggota ABRI yang bertugas di pos-pos terpencil. Keberhasilan berbagai aksi tersebut semakin membangkitkan semangat juang GAM. Aksi-aksi yang dilakukan oleh GAM tersebut sejak pertengahan septemper 1989 cukup mengkhawatirkan Pangdam I Bukit Barisan Mayjen Joko Pramono maupun Kol. Sofyan Effendi Komandan Korem  011 Lilawangsa.  Gebernur Ibrahim Hasan yang merasa khawatir melakukan konsultasi kepada Presiden beserta petinggi ABRI Jenderal Try Sutrisno.
            Soeharto menindak lanjuti dengan mengirimkan berbagai personil pasukan tempur untuk membasmi pasukan GAM. Mayjen H. R. Pramono yang baru dilantik mencari dukungan untuk menjalankan Operasi Jaringan Merah dengan bermusyawarah terhadap tokoh masyarakat terutama ulama. Operasi Jaringan Merah didukung oleh TPO (Tim Pembantu Operasi) yang direkrut dari penduduk setempat atau bekas tawanan GAM dan secara resmi GAM dijuluki sebagai GPK (Gerakan Pengacau Keamanan). Sulitnya membasmi gerakan GAM dikarenakan sistem kekerabatan dengan penduduk ditambah lagi dengan wilayah Aceh yang menyediakan tempat bergerilya kepada pasukan GAM hal inilah yang menyebabkan Operasi Jaringan Merah atau DOM diperpanjang pada 1990. Dalam menjalankan Operasi ini sangat banyak memakan korban sehingga menuai berbagai protes menyangkut pelanggaran HAM.
            Terbukanya keran demokrasi di bawah B.J.Habibie membuat isu pelanggaran HAM di Aceh tersebar, berbagai organisasi dibentuk untuk menguak kasus ini disertai dengan protes, seperti KARMA, SMUR, dan FARMIDIA. Hal ini menyebabkan ABRI semakin buruk dalam pandangan masyarakat. B.J.Habibie pada tanggal 7 Agustus 1999 mengutus Wiranto, selesai shalat Jumat dia berpidato di Masjid Baiturrahman Lhoksemawe yang mengisyaratkan bahwa Operasi Jaringan Merah berakhir.

BAB V : DEMOKRASI, HAM, DAN KEBANGKITAN SIPUL ORGANISASI GAM
            Dengan terbentuknya berbagai kesatuan dalam masyarakat Aceh, mereka menuntut akan keadilan dari pemerintah pusat, berbagai perkumpulan diadakan di samping itu juga semakin eksisnya pengeksploitasian data terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak militer, Munir juga ikut aktif dalam kasus pelanggaran HAM di Aceh. Dengan situasi yang sedemikian Hasan Di Tiro mengambil kesempatan ini dengan membangkitkan kembali gerakannya.
            Pembebasan terhadap tahanan GAM mengakibatkan para tahanan kembali bersatu, beriringan dengan ide referendum yang dikumandangkan, GAM semakin eksis di dalam kalangan masyarakat, timbul dua golongan dalam masyarakat Aceh yaitu mereka yang meminta otonomi daerah dan mereka yang menuntut referendum. Di samping itu juga dalam struktur GAM terjadi perpecahan yang semakin nyata antara kubu dr. Zaini Abdullah dengan kubu dr. Husaini Hasan.


KESIMPULAN
            Ekplotasi SDA di wilayah Aceh yang tidak diimbangi dengan pembangunan masyarakat meyebabkan berbagai gejala sosial, akibatnya lahirlah GAM di bawah pemikiran Hasan Di Tiro yang dipupuk oleh ideologi Islam dan sejarah masa lampau kejayaan Aceh. Di satu sisi GAM mengalami kesulitannya sendiri dalam pergerakannya namun di sisi lain pemerintah kurang mampu menumpas pergerakan ini, karena konsep kekerabatan yang dijalankan oleh pihak GAM sangat sulit melacak keberadaan mereka yang berbaur dalam masyarakat.
            Akibatnya banyak terjadi penyimpangan HAM dalam pelaksanaan operasi militer, hal inilah yang membuat rakyat tergerak terutama kaum cendikiawan Aceh yang menuntut keadilan. Di bawah kepemimpinan Abdullah Syafi’i semangat juang pasukan GAM berhasil bangkit, kepemimpinan Gus Dur ditandai dengan semakin gencarnya penuntutan reformasi dari masyarakat Aceh.

PENILAIAN DAN SARAN
            Interpretasi yang dilakukan oleh penulis bisa dikatakan objektif, karena Dr. Sulaiman tidak hanya melihat dari satu sudut pandang. Dari segi bahasa buku ini sangat cocok dibaca oleh kalangan umum dan tidak kita sadari seakan membaca novel sejarah, terutama pada bab-bab awal yang menjelaskan proses terbentuknya GAM. Dari segi pengambilan sumber buku ini telah memenuhi kriteria ilmiah dengan mengambil beberapa sumber primer ditambah lagi dengan sumber sekunder. Namun yang disayangkan buku ini ditulis dalam waktu dan dana terbatas sehingga buku ini juga tidakk luput dari beberapa kekurangan. Untuk sekarang dalam mengenal Sejarah Aceh moderen tentunya sudah tidak cukup dengan hanya membaca buku ini dikarenakan telah ada sejumlah penulis lain yang menyediakan informasi lebih lengkap dengan jangkauan waktu lebih panjang seperti buku Djumala Djamal, Yusuf Al-Qardhawy, Arifin, Munawar Djalil, dan masih banyak yang lainnya guna melengkapi pengetahuan kita tentang Sejarah Aceh terutama berkaitan dengan Gerakan Aceh Merdeka.


Kamis, 26 Maret 2015

TEUKU HAMID AZWAR



Teuku Abdul Hamid Azwar adalah seorang pejuang di bidang strategi miiliter yang lihai dalam penyediaan logistik. Beliau lahir di Kutaraja, Aceh, 23 Oktober 1916. Teuku Abdul Hamid Azwar suami dari Cut Nyak Manyak Keumala Putri (Cut Nyak Djariah) yang selalu memotivasi dan mengingatkan suaminya agar tetap berada di jalur perjuangan yang benar. Ketika Teuku Hamid Azwar hendak bergabung dengan pasukan Jepang, Cut Nyak Manyak melarang dan menanyakan alasannya. Namun setelah dijelaskan bahwa keikutsertaannya dalam pasukan Jepang adalah dalam rangka menimba ilmu militer dan mengetahui strategi musuh, akhirnya Cut Nyak Manyak mengizinkannya.
Kepercayaan yang diberikan isterinya akhirnya dibuktikan oleh Teuku Hamid Azwar ketika Indonesia baru saja mengumumkan proklamasi kemerdekaan. Teuku Hamid Azwar langsung berinisiatif mendirikan API, sebuah embrio TNI di Aceh. Pada saat menjadi kepala staff divisi V API/TKR Komandemen Sumatera, Teuku Hamid Azwar berhasil menghancurkan 1 batalyon tentara Jepang yang berjumlah 1000 orang lengkap dengan persenjataannya di Krueng Panjoe, Langsa, Aceh Timur. Kejadian pasukan Jepang mengibarkan bendera putih dan menyerah tersebut terjadi pada tanggal 26 November 1945, sekitar pukul 12.50
Sewaktu terjadi pertempuran Krueng Panjo tersebut, Mayor Ibihara selaku Penasihat Batalyon itu tewas dengan melakukan "harakiri" setelah melakukan perundingan, sedangkan Komandan Batalyon, Mayor Takashi, luka berat berlumuran darah. Tentara Jepang yang luka berat dibawa ke rumah sakit untuk dirawat,kemudian bersama dengan yang lainnya dibawa ke Lhok Seumawe guna menunggu kapal untuk dipulangkan ke negeri mereka.
Kemenangan pasukan Teuku Hamid Azwar ini ternyata memberi efek positif bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Belanda mengurungkan niatnya untuk menduduki Aceh setelah mengetahui ternyata Aceh telah mempunyai pasukan yang sanggup mengalahkan Jepang di Tanah Rencong. Aceh merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang tidak tersentuh Belanda pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1947, Letkol Teuku Hamid Azwar bersama perwira-perwira TNI di Sumatera dari Corp Intendance lainnya yakni Letkol Teuku M. Daud (Samalanga) dan Letkol H.A. Thahir mendirikan Central Trading Corporation (CTC) di Bukittinggi, yang kemudian hijrah ke Jakarta, (hingga kini gedungnya masih tegak berdiri di jalan Kramat Raya). Adapun tujuan CTC didirikan adalah untuk mengusahakan perlengkapan logistik dan senjata tentara Indonesia. CTC dari hasil bisnis Teuku Hamid Azwar berhasil menyumbangkan sebuah kapal dengan nomor registrasi PBB 58 LB kepada ALRI. Kapal ini pada saat itu bermanfaat karena merupakan transportasi penting untuk menembus blokade laut Belanda sehingga TNI mendapat banyak senjata dari luar.
Teuku Abdul Hamid Azwar dan istrinya Cut Nyak Keumala Putri (Cut Nyak Djariah) juga menyumbangkan emasnya untuk membeli sebuah Pesawat Udara jenis Avro Anson RI 004 di Thailand. Jasa lain dari Teuku Abdul Hamid Azwar adalah beliau ditunjuk oleh Presiden RI Soekarno bersama M. Dasaad mendirikan Departemen Store Sarinah, yaitu departemen store termegah pada masa itu, yang terletak di Jalan Thamrin, Jakarta, dan masih tegak berdiri hingga sekarang.
Teuku Abdul Hamid Azwar wafat pada tanggal 7 Oktober 1996 dan dimakamkan di Pemakaman Tanah Kusir Jakarta, dan sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, 17 Juli 1998, "ANGKATAN 45" Dewan Harian Daerah, DKI Jakarta menganugerahi "Pemancangan Bambu Runcing Dipusaranya". Teuku Hamid Azwar tidak hanya lihai di bidang strategi militer, ia juga lihai di bidang bisnis. Di tangannya, CTC berhasil mendirikan banyak cabang CTC di dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain di New York, Hamburg, London, Amsterdam, Tokyo, Bangkok, Hongkong, dan Singapura. Sebagai Direktur utama, ia berhasil mengibarkan bendera Indonesia dalam membangun reputasi bisnis di dunia internasional di awal kedaulatan kemerdekaan RI.


A. Teuku Hamid Sebagai Pahlawan
            Setelah menjelaskan secara ringkas peran Teuku Hamid dalam mempertahankan NKRI dari agresi belanda, maka sudah sangat layaklah beliau dinobatkan sebagai salah satu putera bangsa yang mendapat kehormatan bintang pahlawan. Rasa nasionalisme yang tinggi yang mulai tumbuh di saat masih dalam pendidikan membuat Teuku Hamid tidak diragukan lagi terhadap loyalitasnya kepada Indonesia. Pergerakan kebangsaan yang dilakukan untuk memajukan bangsa Indonesia sudah cukup banyak. Melihat dari asal-usul keturunan Teuku Hamid juga berasal dari darah pahlawan Aceh dan tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat. Sekarang kita hanya bisa menunggu kebijakan dari pemerintah untuk menetapkan beliau sebagai salah satu pahlawan bangsa ini.

Sumber

Jakobi, A.K. 2004. ACEH: Dalam Perang Mempertahankan Proklamasi    Kemerdekaan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Misteri Gajah Mada



Gajah Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton.Ia menyatakan tidak akan memakan palapa atau hidup senang sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial. Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme dan persatuan Nusantara.
Menurut beberapa sumber yang kami dapatkan, menjelaskan bahwa Gajah Mada mati terbunuh saat dia merealisasikan sumpahnya yaitu sumpah palapa diwilayah Aceh. Berikut akan kami paparkan beberapa pendapat yang menjelaskan kematian Gajah Mada diwilayah Aceh:
1.     Menurut Hikayat Raja Pasai
"Hikayat Raja-Raja Pasai" menceritakan pula psristiwa anak laki-laki yang kedua itu, Tun Abdul Jalil karena ganteng (manis), digilai oleh puteri Raja Majapahit, Atas izin ayahnya Raja Majapahit, datanglah putsri itu ke Pasai, tapi tatkala tiba disini raja Pasai (Ahmad Permadala Fermala) menggilai siputeri pula, lalu Ahmad membunuh anaknya Jalil, Ferbuatan ini berakibat sang puteri patah hati, dia dan kapalnya karam. Raja Majapahit marah lalu mengirimkan angkatan parang menyerang Fasai sampai kalah, Sultan Ahmad menyingkir
dan kasudahannya tidak diketahui, Tapi dalam sementara itu dicsritakan dalam "Hikayat Raja-Raja Pasai" bahwa negsri itu dipartahankan berbulan-bulan lamanya, Setsrusnya disebut: "terlalu banyak mereka itu berolEh rampasan dan tawanan",

2.      Menurut Negara Kertagama
"Nagarakartagama", olah panyair Prapanca, penyerangan dimaksud tidak seberapa beda dengan tahun masa Gajah Mada jadi Perdana Manteri telah dapat dicatat yaitu antara tahun 1331 dan 1364, Jadi penyarangan ka Pasai paling lambat telah berlangsung sebelum tahun 1364.

           









           

Kematian Gajah Mada di Tamiang

            Pada masa pemerintahan adiknya Sultan Ahmad Malikuzzahir (Raja Muhammad) yang merupakan raja Samudra Pasai ke Empat. Kerajaan Samudra Pasai diserang oleh Tentara Majapahit (1350 M) dan kemudian Majapahit kalah mundur beralih menyerang Tamiang sampai tahun 1352. Dimasa pemerintahan Raja Muda Sedia mulai maju dalam bentuk dan susunannya. Pemerintahan bersifat kerajaan yang berbalai. Raja Muda Sedia dengan “Puteri Poe Tuan Suri Meuru Meligai” dari Keurutoe Pasai, yaitu anak dari Sultan Ahmad Malikuzzahir.
Hasil perkawinan dengan Puteri Zubaidah binti Sultan Mahmudsyah dari Keudah dan juga memiliki anak yang lain yaitu “Puteri Cermin” yang ditawan oleh Tentara Majapahit ketika menyerang Samudra Pasai, dikuburkan di Leran Jawa Timur, saudara lain dari Putri Potuan Suri Meuru Meligai adalah Sultan Zainal Abidin Malikuzzahir yaitu raja Samudra Pasai ke Lima. Hasil perkawinan Raja Muda Sedia tersebut melahirkan seorang putri yang diberi nama “Potuan Putri Meuga Gema” yang konon ceritanya sangat cantik, karena kecantikannya tersebut diberi gelar “Putri Bungsu Lindung Bulan” sehingga Patih Gajah Mada berhasrat untuk mempersuntingkannya.
            Setelah Kota Benua, jaya dan makmur Tentara Majapahit pun datang untuk menaklukkannya. Pada awal mulanya tahun 1350 M. Tentara Majapahit yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada melakukan penyerangan kekerajaan Samudra Pasaiyang ketika itu dibawah pimpinan Sultan Ahmad Malikuzzahir, Namun menemui kegagalan karena tidak memiliki cukup kekuatan sehingga Tentara Majapahit mundur. Meskipun telah kalah dan mundur mereka tidakn ingin kembali ke pulau Jawa, dan berusaha mencari tempat yang berdekatan yaitu Kerjaan Tamiang, karena mereka ingin menaklukkannya, dan didapatilah tempat didaerah Manyak Payed (yang berasal dari nama Majapahit).
            Gajah Mada menguasai beberapa daerah taklukkannya yaitu Telaga Tujuh (Langsa), Aramiah, Bayeun, Damar Tutung (Rantau Panjang) sehingga kekuasaanya menjadi solid. Suatu adat kebiasaan adat di kerajaan Jawa bahwa seluruh rakyat harus memperhambakan dirinya kepada raja sehingga setiap kali menghadap raja haruslah merangkak dan tunduk, hal tersebut sangatlah bertentangan dengan adat dan kebiasaan di Aceh dan Tamiang yang lebih terikat dengan kekuatan agama. Hal yang menjadi kendala bagi pemerintahan Majapahit sehingga banyak rakyat yang lari mengungsi ke hulu sungai Bayeun, akibatnya daerah itu menjadi sunyi, kekuasaan Majapahit pada waktu itu bagaikan kekuasaan tanpa rakyat.
            Kemudian karena situasi yang tidak menguntungkan mereka memiliki hasrat untuk menaklukkan kerajaan Tamiang semakin besar, maka diutuslah pengawal-pengawal raja untuk menyiasati kerajaan Tamiang dikota Benua dengan menyamar sebagai pedagang guna untuk mengetahui kekuatan Tentara Tamiang disana. Setelah mereka mengetahui situasi kota Benua dan tentang kecantikan Putri Meuga Gama semakin berhasratlah Patih Gajah Mada untuk menguasai kerajaan Tamiang dan membayar upeti kepadanya dan tidak lagi membayar kepada pemerintahan kerajaan Samudra Pasai serta menawan Putri Meuga Gema untuk dipersembahkan kepada Hayam Wuruk yang menjadi Raja Majapahit pada saat itu.
            Kemudian diutuslah pengawal untuk berlayar da mengibarkan bendera perdamaian kepada Raja Muda Sedia dan bermaksud untuk melamar Putri Meuga Gema, dan akan dibawa ke Majapahit untuk dinikahkan disana. Tetapi Raja Muda Sedia tidak memberi jawaban dan bertangguh selama satu hari untuk bermusyawarah dengan pembesar istana. Sesuai janji utusan Majapahit datang kembali dengan penuh harapan. Semua tamu dibawa keruang makan yang telah disediakan, Namun pada hidangan-hidangan tersebut bukan berisi makanan melainkan permata-permata pualam. Para utusan merasa sangat tersinggung dengan perlakuan Raja Muda Sedia yang merupakan suatu pelecehan terhadap Patih Gajah Mada dan Maja pahit. Patih Gajah Mada sangat marah dan memerintahkan untuk menyerang raja Taming dan menjadikan abu Kota Benua.
            Laksaman Kantommana bergelar “Hantom Manoe” karena tidak pernah mandi dan memiliki ilmu yang tinggi dan kuat segera memerintah prajuritnya untuk menyerang. Pada pertempuran keduanya berhadapan langsung antara kapal Patih Gajah Mada dengan kapal Laksaman Kantommana dalam pertempuran ini Raja Muda Sedia dibantu oleh sultan Samudra Pasai, akhirnya pasukan Majapahit mulai melemah dan mereka mndur berlayar sampai keteluk Haru (pangkalan susu).
            Kemudian Tentara Majapahit menyusun kekuatan baru diteluk Haru, mengetahui rencana Majapahit, Raja Muda Sedia memerintahkan rakyat istana untuk membuat kapal perang (bahtera) yang besar dan menemukan sepohon kayu medang ara yang besar, raja memerintahkan untuk menebang pohon tersebut dengan syarat menyembelih seekor kerbau tetapi selama tujuh hari tidak bisa ditebang oleh kapak dan beliung konon ada seorang datuk mentri yang berkemah ditempat itu bermimpi didatangi seseorang yang tua dan berjenggot putih dan mengatakan “Janganlah kamu menebang pohon tersebut karena pohon ini adalah pelindung Negeri Tamiang dan apabila ditebang niscaya kerajaan Tamiang akan sengsara dan dilanggar musuh dari luar serta Kota Benua yang jaya akan menjadi abu rata dengan tanah”.
            Meskipun mimpi tersebut telah disampaikan kepada raja, tetapi raja tidak memperdulikannya. Ternyata mimpi datuk tersebut menjadi kenyataan, pada suatu malam jumat datanglah angin sepoi-sepoi dengan rintik hujan serta semerbak harum wewangian yang membuat orang yang menciumnya tertidur pulas. Dalam kesepian tersebut kayu medang ara tumbang perlahan-lahan dan menuju kelaut. Kayu tersebut hanyut dan terdampar ditempat Gajah Mada berkemah. Konon, Gajah Mada bermimpi dan diperintahkan agar membuat bahtera perang dari kayu tersebut lalu menyerang Tamiang.
            Setelah sampai disungai Kampung Durian kira-kira tiga kilometer lagi dari Kota Benua mereka melakukan penyerangan darat sampai ke Kampung Landoh yang merupakan pintu gerbang Kota Benua. Panglima Lela Kaum yang berjaga disitu melaporkan kepada raja yang sedang bermain catur dan tidak memberi tanggapan karena dianggap sebagai suatu hal yang mustahil, Namun sebelum tiba dimarkas Panglima Lela sudah berhadapan langsung dengan Tentara Majapahit yang telah memasuki komplek istana dengan memanjat tembok dengan menggunakan tangga (sige). Ketika Pasukan Majapahit tembok istana, maka terjadilah peperangan yang dasyat, Panglima Lela beserta prajurit lainnya tewas. Melihat kejadian tersebut Raja Muda Sedia beserta ratu dan anaknya menjadi panik dan raja pun melemparkan anak catur dan papan catur yang terbuat dari emas serta uang emas kehalaman istana. Kemudian ketika Tentara Majapahit sibuk berebut mas tersebut raja beserta ratu dan beberapa orang pengawal lari melewati pintu belakang dan tiba di Kota Lintang sementara putrinya bersembunyi dibalik gong yang besar terletak diistana. Raja terus berangkat kehulu Sungai Simpang Kanan, raja memerintahkan Datuk Cendana untuk melihat “Ketike” (Nujum) guna mengetahui keadaan Putri Mega Geuma.
            Kemudian raja melanjutkan perjalanannya dan melewati kampung-kampung, lalu menceritakan tentang penyerangan Tentara Majapahit di Kota Benua yang telah membakar habis kota dan menawan Putri Mega Geuma. Raja beserta rombongan akhitnya tiba di Sungai Tampur untuk bertapa guna mencari ridha Allah SWT agar kelak dapat melawan musuh kembali. Seluruh rakyat bergotong royong membendung Sungai Tampur untuk menjaga raja dan keluarga dari serangan musuh. Sementara itu disaat raja bertapa ia dinyatakan telah raip sementara permainsuri ada yang berpendapat kembali dan meninggal didaerah Sungai Simpang Kiri, cerita yang lain mengatakan permaisuri kembali ke Kreuto Pasai Aceh. Tentara Majapahit menerobos istana dan masuk kedalam memeriksa seluruh isi istana maka didapatilah Putri Mega Geuma tersebut dan disandra. Kota Benua tersebut dibakar ingga menjadi abu.
            Pada tahun 1352 M, ketika Raja Muda Sedia hilang ghaib (dianggap mangkat) sehingga pucuk kepemimpinan digantikan oleh Raja Muda Sedinu (anak dari Raja Po Temo). Raja tersebut menyusun kembali sisa-sisaa tentara kerajaan lalu melakukan pengejaran dan serangan terhadap Tentara Majapahit yang tinggal didarat. Patih Gajah Mada beserta rombongan dan Putri Mega Gema pergi berlayar meninggalkan kota tersebut. Tuanku Ampon Tuan merupakan tunangan dari ttuanku Putri Mega Gema.  Tuanku Ampon yang telah menyusun pemerintahan dan kekuatan bersama dengan Mangku Bumi Raja Sedinu, dibatu bedulang tersebut membawa pasukannya untuk melakukan perlawanan terhadap Patih Gajah Mada guna membebaskan Putri Mega Gema bersama tawanan lainnya. Usaha tersebut berhasil ketika pasukan Ampon Tuan tiba ditempat perkemahan Gajah Mada ia membuat semua rombongan Gajah Mada tertidur pulas dan membawa Putri Mega Gema.
            Dengan perasaan kecewa rombongan Majapahit berlayarterus melewati Benteng Arun yang masih dijaga oleh Laksamana Kantommana beserta tentaranya. Laksamana segera melakukan perlawanan terhadap Tentara Majapahit tersebut. Selang beberapa lama kemudian setelah peperangan selesai datanglah bala tentara dari Samudra Pasai berenca hendak membantu Kerajaan Tamiang. Mereka terkejut ketika melihat Benua telah musnah menjadi abu. Tentara Samudra membuat markas dipulau Kampai untuk bergabung dengan Tentara Tamiang yang masih tersisa. Pasukan Majapahit mendatangkan bantuan tentara dari Jawa untuk melawan Tentara Tamiang yang kekuatannya telah bertambah. Setelah Tentara Samudra bergabung barulah dilakukan serangan terhadap pasukan Majapahit. Peperangan ini terjadi sangat seru dan dahsyar, banyak korban yang berjatuhan, karena banyaknya korban sehingga tidak sanggup dikuburkan lagi maka ditumpuk layaknya menyusun kayu dalam pertempuran ini Patih Gajah Mada tewas, dimana badannya dibawa kembali ke Jawa sementara kepalanya tinggal sebagai bukti bagi rakyat Tamiang yang telah menaklukkannya, jasadnyalah yang dibawa kembali ke Majapahit dan raib berdasarkan kepercayaan orang Jawa.