Tampilkan postingan dengan label Sejarah Asia Barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Asia Barat. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Januari 2018

FILSAFAT SEJARAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
     Perkembangan Ilmu Sejarah dewasa sudah cukup baik berkembang seiring dengan pemikiran ilmu sosial lain, banyak di antara ilmuwan yang meragukan tentang pentingnya sejarah dalam kehidupan disamping itu juga terdapat para ilmuwan yang memandang sejarah sebelah mata dengan alasan sejarah merupakan ilmu dengan keobjektifan rendah.
     Munculnya Filsfat Sejarah dengan pemikiran mencari hakikat tentang makna sejarah bagi manusia membuat sejarah semakin mampu menjawab kritikan ilmuwan lain. Banyak filosof memandang untuk memahami manusia maka kita harus memahami sejarah manusia dan berkembanglah pemikiran eksplanasi dan hermeneutika.
     Para tokoh pemikir seperti Ankersmit, Hegel,  dan Colingwood telah membagi-bagi bentuk sejarah. Hal ini membuat sejarah terbagi-bagi dalam beberapa bagian sesuai dengan pendapat para ahli, namun sejarah tetap merupakan kesatuan dan tidak bisa dipisahkan dari manusia.
     Aliran filsafat sejarah spekulatif memandang sejarah sebagai suatu peristiwa, sehingga menimbulkan banyak penafsiran dari para sejarawan dalam menganut pemahaman ini. Sekaligus dipandang sebagai keunikan sejarah sebagai suatu ilmu.
     Terdapat juga aliran filsafat sejarah kritis, yaitu memandang sejarah dari  segi teoritis dan mengutamakan keilmiahan, sehingga ilmu sejarah menemukan cara yang ilmiah guna memenuhi persyaratan sebagai suatu ilmu.
     Pada makalah ini akan difokuskan pembahasan mengenai pemikiran filsafat kritis dalam sejarah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian
     Filsafat sejarah kritis pada dasarnya mengingin suatu pemahaman bagi seorang peneliti atau pemikir agar Ilmu Sejarah mampu memenuhi syarat suatu ilmu, dapat dikatakan bahwa filsafat sejarah kritis ini merupakan persamaan dari pencarian cara atau metode bagi sejarah.
     Filsafat sejarah kritis, seorang filsuf sejarah kritis meneliti sarana-sarana yang dipergunakan seorang ahli sejarah dalam melukiskan masa silam dengan cara yag dapat dipertanggung jawabkan. Kaitan filsafat sejarah kritis dan pengkajian sejarah , keduanya meneliti secara filsafati bagaimana proses pengumpulan pengetahuan terjadi dan bagaimana proses itu dapat dibenarkan dari sudut pandang keilmuwan. Dalam pengkajian filsafat sejarah kritis norma dan nilai  dalam tulisan ahli sejarah melekat pada subyektivitas dan obyektivitas dalam pengkajian sejarah.
     Filsafat sejarah kritis memberikan jawaban kepada sejumlah pertanyaan tentang sejarah, pertama, terkait dengan apakah sejarah sebagai ilmu. Hal ini muncul karena adanya aliran positivisme yang mengatakan bahwa peristiwa sejarah tidak dapat dijelaskan dengan merujuk pada hukum-hukum alam, Sejarah memiliki paradigma sendiri dan tidak mengaitkan diri dengan ilmu kealaman. Kedua dan ketiga, sejarah membutuhkan rekonstruksi historis tentang sebuah peristiwa masa lampau yang dibangun diatas fakta sejarah, dasarnya adalah opini atau fakta sejarah yang memerlukan objektivitas dalam analisa sejarah, padahal menurut positivisme sejarah tidak pernah bersifat mutlak melainkan relative. Keempat, apakah hakekat teori-teori dan tafsiran sejarah itu? Ranke katakan, sejarawan tidak lebih melukiskan masa lampau sebagaimana terjadi. Khaldun katakan, sejarah menilai bahwa memihak kepada pendapat-pendapat, tradisi dan budaya tertentu merupakan cacat terhadap karyanya. Kelima, apakah ada yang disebut sebagai hukum-hukum sejarah? John Stuart Mill katakan, bahwa sejarah memiliki hukum-hukum sendiri karena adanya pemahaman yang berbeda dan tidak tunduk kepada hukum alam. Keadaan ini lebih lanjut menuntut sejarah untuk menghidupkan kembali peristiwa masa lampau dengan pemahaman.

2.2            Tujuan Filsafat Sejarah Kritis
     Pada dasar filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang ada di muka bumi, maka sangat tidak mungkin sejarah ketika dikatakan sebagai sebuah ilmu tidak memiliki landasan pemikiran filsafat. Di samping itu untuk mengesahkan sejarah sebagai sebuah ilmu.
     Jika secara implisit dapat kita lihat tujuan dari Filsafat Sejarah Kritis merupakan usaha untuk mendekatkan proses rekonstruksi masa lampau ke arah seobjektif mungkin, sering pula disebut sebagai analitis, skeptis, dan metodelogis. Apa saja yang dibutuhkan dalam mengungkap masa lampau? Inilah yang ingin diberikan atas pemekiran Filsafat Sejarah Kritis.
     Selanjutnya dalam sejarah tidak hanya memerlukan pemikiran kritis, tetapi menjadi pertanyaan bagaimana permasalahan itu bisa disampaikan kepada masyarakat agar bermanfaat. Latief mengatakan perlunya eksplansi, kausalitas, dan hermeneutika dalam penjelasan suatu permasalahan.
     Apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat tercapai dengan menggunakan tiga teori di atas, namun tidak menutup kemungkinan dengan teori lain. Filsafat Sejarah Kritis selama ini telah menyumbang banyak hal dalam Ilmu Sejarah.
     Di Indonesia sendiri  penulisan atau histeriografi nasional masih sangat banyak kelemahan. Purwanto pada pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar mengkritik penulisan sejarah indonesia yang kritis dalam mencari kambing hitam di setiap tema kesejarahan. Sehingga Indonesia masih sangat perlu mengembangkan ilmu sejarah demi kepentingan masyarakat. Peran Sejarah bagi masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan para perintis sejarah nasional.

2.3            Manusia dan Sejarah
     Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan, menurut Islam manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Sebelumn lebih jauh kita harus memahami definisi manusia, ini merupakan pembahasan menarik dan tidak pernah akan habis. Terjadi ambivalensi antara pendapat para filosof, sesuai dari pengalaman yang didapatkan.
     Untuk mengetahui manusia maka kita harus melihat asal-usul manusia tersebut, dan ini menandakan bahwa manusia sebagai makhluk sejarah. Kita harus membedakan antara sejarah manusia dengan manusia sejarah, karena terdapat subtansi yang berbeda. Pada dasarnya untuk mengerti tentang manusia seseorang harus paham betul mengenai sejarah manusia sendiri. Sehingga sejarah dengan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
     Menyadari pentingnya sejarah bagi manusia membuat terbentuknya manusia yang sadar sejarah. Maksudnya bukanlah mereka yang banyak mengetahui tentang sejarah, tetapi adalah mereka yang mau belajar sejarah untuk masa depan manusia itu sendiri.



BAB III
KESIMPULAN

3.1            Kesimpulan
   Sejarah sebagai suatu ilmu penting bagi umat manusia, dibutuhkannya pemahaman kritis dalam menulis sejarah, sehingga menjadikan sejarah sebagai sebuah fakta masa lampau yang benar adanya. Kartono Sartodirjo mengatakan sejarah tidak sama dengan sastra. Sejarah merupakan ilmu ilmiah dari hasil interpretasi bukti sejaraha, sedangkan sastra merupakan hasil imajinasi seseorang akan keindahan.
   Perlunya Filsafat Sejarah Kritis dalam keilmuan sejarah untuk mencari jalan keilmiahan sejarah, sehingga muncullah sikap skeptis analitis di sini. Dengan adanya Filsafat Sejarah Kritis membuat sejarah mampu menjawab kritik dari para ahli ilmu lain yang menolak sejarah dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Latief, Juraid Abdul. 2013. Manusia, Filsafat, dan Sejarah. Jakarta: Bumi     Aksara.
Salam, Burhanuddin. 2012. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Herawatu. 2012. Augustinus: Potret Sejarawan Masa Pertengahan dan         Kontribusi Bagi Kajian Sejarah Islam. Yogyakarta: Jurnal        TAQAFIYAT. Vol. 13. No.1.


Kamis, 18 Januari 2018

HASAN AL-BANNA

BAB I
PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang
            Hasan Al Banna merupakan salah satu tokoh Islam yang sampai sekarang cukup dikenang oleh setiap muslim. Hassan Al Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Pada usia dua belas tahun, Hasan Al Banna telah menghafal al-Qur’an.[1] Imam Hasan Al Banna dilahirkan dalam keluarga yang hidup dalam keadaan serba sederhana, dengan mengamalkan Islam di segenap sudut kehidupan mereka. Ayahnya adalah alumni Universitas Al Azhar dan mendalami Hadist dan ilmu Fiqh.
            Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah. Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia empat belas tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.
            Dari latar kehidupannya dapat kita lihat bahwa Hasan adalah seorang yang sangat terdidik dan memiliki sifat yang sangat tekun, sehingga tidak heran bila mana Hasan muda mendapat serentetan gelar akademik. Hasan juga seorang yang sangat aktif dalam berorganisasi.
            Pada masanya Mesir sedang dalam belenggu penjajah Inggris yang semakin memporak-porandakan kehidupan masyarakat Mesir, ditambah lagi dengan keadaan kaum muslimin yang telah semakin menyimpang dari ajarannya, bahkan Kerajaan Ottoman yang melindungi seluruh wilayah muslim telah runtuh akibat Kemal Pasha. Alih-alih untuk menghapus kekuasaan raja, Kemal memproklamirkan negara Turki moderen.
            Melihat seluruh gelagat umat muslim yang telah sangat-sangat menyimpang dari ajaran Islam, ditambah lagi dengan kesengsaraan rakyat Mesir akibat Inggris membuat Hasan memikirkan konsep baru agar dapat mengembalikan umat ke jalan yang semestinya.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa yang mendasari pemikiran Hasan Al Banna ?
2.      Bagaimana pemikiran Hasan Al Banna terhadap umat Islam ?
3.      Bagaimana dampak dari gerakan Hasan Al Banna terhadap Islam ?

1.3. Tujuan
1.      Mampu menjelaskan seorang Hasan Al Banna dari sudut pandang Islam.
2.      Dapat mengetahui peran dan isi dari pemikiran Hasan Al Banna.
3.      Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Barat.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Landasan Pemikiran Hasan Al Banna
            Pemikiran Hasan jelas bahwa berlandaskan Al Quran dan Hadist, ini bisa kita lihat dari berbagai peninngalan tulisannya, salah satunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang menunjukkan tidak ada satu pun argumen Hasan tanpa mengaitkan dengan Al Quran atu pun Hadist. Seperti yang terdapat dalam karangannya. “Sibgha Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgahnya dari pada Allah ? dan hanya kepadanyalah kami menyembah.” (Al-baqarah:138). Masyarakat kita sekarang sedang bingung. Jika kebingungan ini terus melanda, maka tidak ada yang akan terjadi berikutnya kecuali pergolakan. Pergolakan dan kerusuhan brutal yang anarkis serta tanpa tujuan. Sebuah revolusi yang tidak punya standar, sistem, aturan, dan evaluasi.[2]
            Hasan Al Banna bagaikan setetes cahaya yang dijatuhkan oleh Allah ke dalam dunia untuk menerangi kaum muslimin yang dilanda kekeliruan dalam hidup yang cukup mendalam, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh barat yang semakin intens masuk ke dalam dunia Arab terutama Mesir. Muncul pertanyaan dari kita mengapa Hasan bisa berfikir sedemikian rupa dengan segala fisi dan misinya untuk meluruskan kembali umat yang telah jauh menyimpang di dunia ini terkhusus Mesir pada saat itu, hal ter sebut akan diuraikan di bawah ini:
1.      Mesir menghadapi kemerosotan dalam segala bidang, sehingga membuat semakin memburuknya sistem kehidupan. Sebelum adanya dakwah Hasan Al Banna, aspek politik di Mesir kurang mendapat perhatian dari masyarakat Islam. Bahkan kelompok keagamaan berda di luar medan kegiatan politik. Masuknya Inggris ke Mesir semakin menambah kebobrokan dan ketergantungan masyarakat kepada Barat dan Eropa, dan hampir melupakan agama mereka. Kehidupan masyarakatnya sudah hampir menyerupaik gaya hidup orang Eropa yang hedonis. Banayk masyarakat yang menggantungkan hidupnya terhadap industri ataupun perusahaan milik Inggris yang dikuasai dari pihak Mesir, salah satunya adalah Terusan Suez. Dari perusahaan ini lah warga Mesir banyak menggantungkan hidupnya.
2.      Munculnya keprihatinan Al Banna dengan kondisi bangsa Mesir, pada saat kuatnya dominasi kolonial Inggris terhadap masyarakat Mesir, umat Islam sudah tidak lagi menganggap penting agamanya, ketika Islam hanya ada pada rakaat-rakaat dan wirid saja, tetapi tidak dalam kehidupan keseharian mereka, membuat semakin lemahnya kekuatan Islam, padahal Mesir telah menetapkan Islam sebagai agama resmi. Kekecewaan Al Banna terhadap beberapa gerakan Islam yang hanya mementingkan kelompoknya saja, tanpa memperdulikan umat Islam lainnya. Umat Islam banyak terpecah oleh gerakan-gerakan itu, dan membuat mereka berseteru karenanya. Oleh karena itu lah Banna berdiskusi dengan enam orang sahabatnya, yang akhirnya tercetuslah Al-Ikhwan al-Muslimun sebagai jawaban atas kondisi masyarakat Mesir pada waktu itu.
3.      Hasan Al Banna percaya bahwa sebuah perubahan besar harus dilakukan dengan cepat, akan tetapi tidak menempuh jalan pintas. Konsep Islam sejati menurut Hasan Al Banna adalah orang Muslim tidak dibenarkan menyibukkan diri dengan sholat dan puasa, serta ibadah-ibadah mahdhah lainnya saja sementara mengabaikan umatnya di Timur dan Barat, sebab orang-orang mukmin besaudara dan orang-orang mukmin adalah satu, muslim adalah saudara muslim lainnya tidak dibenarkan menganiaya dan merendahkannya. Barang siapa yang tidak peduli terhadap kaum muslimin maka dia bukanlah bagian dari umat Islam. Hasan Al Banna dalam berpolitik tidak lepas dari Islam sebagaimana yang tercantum dalam ideologi politiknya, yaitu Islam sebagai ideologi. Ada tiga fase yang diterapkan Al Banna dalam menjalankan pikiran politiknya, antara lain :
a.       Marhalah at-ta’rif atau fase pengenalan
b.      Marhalah at-takwin atau fase pembentukan
c.       Marhalah at-tanfidz atau fase pelaksanaan program.[3]

2.2. Terbentuknya Ikwanul Muslimin
            Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu faktor Hasan untuk membentuk sebuah pergerakan yang bersifat universal karena keadaan dan kondisi umat pada saat itu yang sangat memprihatinkan.
            Didorong oleh fenomena yang saya saksikan sendiri di Kairo, berupa munculnya tradisi permissivisme dan jauhnya kehidupan dari akhlak Islam, -seperti juga terjadi di berbagai tempat di negeri Mesir yang tenteram ini, selain juga berbagai berita yang dipublikasikan di berbagai surat kabar yang isinya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, serta adanya kebodohan di kalangan masyarakat umum tentang hukum-hukum agama- maka saya berpendapat bahwa kalau hanya masjid yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat luas tidaklah cukup. Memang sudah ada beberapa ulama yang menyampaikan nasihat dan ceramah-ceramahnya di beberapa masjid dan memberikan dampak yang sangat baik bagi umat. Di antara mereka adalah Ustadz Abdul Aziz Al-Khuli rahimahullah, Ustadz Syaikh Ali Mahfudh rahimahullah, dan Ustadz Syaikh Al-Adawi, yang pada tahun sebelumnya menjadi Kepala Inspektur Penyuluh Agama. Akhirnya saya pun berpikir untuk membentuk sebuah kelompok yang melakukan proses pelatihan untuk berceramah dan penyuluhan di masjid-masjid, di kafe-kafe, serta di tengah masyarakat umum. Selanjutnya dari mereka itulah akan dibentuk kelompok-kelompok lagi yang akan menyebar luas di berbagai wilayah penting untuk menyebarkan dakwah Islam. Saya memadukan antara perkataan dan perbuatan. Oleh karenanya, saya mengajak beberapa teman untuk bekerjasama dalam menggarap proyek yang mulia ini. Di antara teman-teman yang ikut andil itu adalah Akhi Ustadz Muhammad Madkur (alumnus Al-Azhar), Ustadz Syaikh Hamid ‘Askariyah rahimahullah, Ustadz Syaikh Ahmad Abdul Hamid (salah seorang anggota Badan Pendiri Ikhwanul Muslimin), dan lain-lain. Kami mengadakan pertemuan di asrama mahasiswa dan di Masjid Syaikhun di Shalabiyah. Kami bersama-sama mendiskusikan pentingnya tugas yang harus ditopang dengan kesiapan ilmiah dan amaliyah itu. Saya jadikan sebagian dari kitab-kitab saya untuk acuan, seperti kitah Al-Ihya’ karangan Imam Al-Ghazali, Al-Anwar Al-Muhammadiyah karangan An-Nabhani, Tanwirul Qulub fi Mu’amalati ‘Allamil Ghuyub karangan Syaikh Kurdi, serta beberapa buku biografi. Hal ini saya  maksudkan agar para ikhwan bisa secara bergantian meminjam buku-buku ini untuk dijadikan referensi dalam menyampaikan khotbah dan ceramah.[4]
            Dari kutipan di atas jelas kiranya untuk melihat apa saja yang mendorong Hasan untuk memulai pergerakannya, Hasan adalah seorang yang sangat kritis dalam berfikir. Sejak kecil dia telah diasuh dalam keluarga ulama yang taat beragama. Hasan mampu merangkul teman sejawatnya dan mampu mengarahkan mereka.
            Di samping itu, Hasan juga dengan jelas memparkan kepada khalayak ramai dasar dari pergerakannya yang bersifat universal dan mampu merangkul segala isme selama paham tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ikhwanul Muslimin menolak isme-isme yang dibawakan oleh barat karena mengandung unsur-unsur pemecahan dalam tubuh umat. Setiap muslim harus mengangkat bendera Islam setinggi-tingginya di setiap belahan bumi; bukan untuk mendapatkan harta, popularitas dan kekuasaan atau menjajah bangsa lain, tapi semata-mata untuk memperoleh ridha Allah dan memakmurkan dunia dengan bimbingan agamanya.[5]
            Sifat keterbukaan Hasan terhadap pergerakannya membuat semakin bertambahnya pengikut-pengikut Hasan dan semakin mengancam kedudukan Inggris di Mesir, sehingga Inggris berusaha menyngkirkan pergerakan ini. Para penguasa kala itu yang nota bene merupakan boneka-boneka Inggris segera merasakan perkembangan seperti ini sebagai ancaman besar. Mereka berusaha keras menjauhkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dari kancah politik.[6] Hasan Al Banna menanamkan sifat pantang menyerah dan tiada henti-hentinya untuk berdakwah ke berbagai tempat. Alih-alih untuk menyeru seluruh umat Islam, Hasan memaksimalkan dakwahnya melalui surat-surat kabar, berbagai ide dia tuliskan dalam berbagai surat kabar dengan semangat yang tiada berkurang.
            Semangatnya yang pantang menyerah dalam menyatukan umat Islam membuat Inggris semakin jengkel dan membuat Mesir terpuruk akibat penyerangan ke Israel yang dibantu oleh sukarelawan Ikhwanul Muslimin, dan menjadi pasukan yang paling ditakuti oleh musuh, dan yang sangat menyedihkan adalah ketika Pemerintah Mesir ditekan oleh barat untuk menarik mundur pasukannya yang membuat terpuruknya semangat jihad Ikhwanul Muslimin.
            Tidak lama setelah penarikan pasukan, sebuah drama pembunuhan disusun untuk menyingkirkan Hasan. Di hiruk pikuk kota Kairo, tepatnya di kantor pusat organisasi “Asy-Syubbanul Muslimin”, sekelompok orang yang tidak dikenal memuntahkan peluru-peluru makar mereka, setelah itu mereka berlari menghilang. Dengan tenaga yang masih tersisa beliau menggooh tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun yang bersedia menangani luka parah beliau. Mereka sengaja membiarkannya tersungkur di tengah lumuran darah yang mengucur tiada henti. Tak satu pun nurani tersentuh, tak satu pun mata yang menangis. Mereka bahkan menghalangi pengikut beliau yang ingin menjenguk. Pada waktu itu tahun 1949, dua jam setelah penembakan, beliau menghembuskan nafas yang terakhir dan gugur syahid di jalan Allah swt.[7]

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Hasan Al Banna merupaka seorang tokoh Islam yang sangat berpengaruh pada abad ke-20, sehingga membuat ideologi yang diciptakan olehnya hingga saat ini masih sangat banyak digunakan oleh umat Islam, tidak hanya terbatas di Mesir tetapi di seluruh negara yang memiliki penduduk muslim. Hasan merupakan tokoh intelektual yang sangat sadar akan nilai-nilai Islam yang telah terkikis oleh bangsa barat dalam masyarakat.
            Keinginannya untuk menyatukan umat memang belum terwujud secara nyata, namun benih-benih akan bersatunya umat Islam telah tersebar di seluruh umat muslim. Banyak para ulama-ulama besar menyayangkan kepergian Hasan, namun apa dikata bahwa Allah bertindak lain terhadap hamba yang mulia ini.




DAFTAR PUSTAKA
Al Banna, Hasan. (2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Diterjemahan    oleh: Anis Matta, dkk. Solo: ERA INTERMEDIA.
Aqli, Profil Imam Hasan Albanna, di akses pada 16 Desember 2014 dari situs:            http://dakwahfardiah.blogspot.com.
Taujih, IDE MEMBENTU PARA DA’I, diakses pada 16 Desember 2014 dari          situs: http://www.hasanalbanna.com/ide-membentuk-para-dai/ .


[1] Aqli.,”Profil Imam Hasan Albanna”, diakses dari http://dakwahfardiah.blogspot.com/p/hassan-al-banna-dilahirkan-pada-tanggal.html, pada tanggal 16 Desember 2014.
[2] Al Banna., Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. (terjemahan Anis Matta, dkk). Solo: ERA INTERMEDIA, 2005, hal. 277.
[3] Ihsanuddin., PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA DAN PENGARUHNYA TERHADAP MESIR TAHUN 1928-1949 M., Skripsi pada Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hal. 87-88.
[4] Al Banna dalam Taujih, “IDE MEMBENTU PARA DA’I”, diakses dari http://www.hasanalbanna.com/ide-membentuk-para-dai/ , pada tanggal 16 Desember 2014.
[5] Al Banna., Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. (terjemahan Anis Matta, dkk). Solo: ERA INTERMEDIA, 2005, hal. 41.
[6] Ibid, hal. 18.
[7] Ibid, hal. 19.

Kamis, 26 Maret 2015

TIMUR TENGAH PASCA PD II

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Benua Asia terdiri dari berbagai bagian dan di dalam bagian terdiri dari berbagai negara. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas secara garis besar tentang Asia Barat dan mengkhususkan pada kondisi Asia Barat atau Timur Tengah setelah Perang Dunia II.
            Kawasan Timur Tengah sangat identik dengan Islam, dalam sejarahnya kawasan ini merupakan kawasan yang sangat kaya akan sejarah. Kawasan Asia Barat dinamakan sebagai middle east oleh tokoh barat. Sejarah juga telah mengungkapkan bahwa kawasan ini tidak pernah berhenti mengalami pergolakan yang menjurus pada kekerasan.
            Para ilmuan meramalkan bahwa nantinya Perang Dunia III akan berawal dari Timur Tengah. Berbagai peperangan silih berganti dari tahun ke tahun. Dengan tema yang berbeda-beda, banyak di antara kita telah bosan mendengar isu-isu Timur Tengah yang selalu dekat dengan kekerasan.
            Perang Dunia II telah berakhir, namun peperangan di kawasan ini tidak pernah berakhir sampai sekarang. Beberapa para pengamat sepakat, penyebab dari peperangan yang tiada akhir ini karena pengaruh-pengaruh barat yang datang dan mempengaruhi kawasan ini.
            Pasca Perang Dunia I, kawasan Timur Tengah dibagi-bagikan kepada pihak pemenang perang. Berakhirnya Perang Dunia II dengan kemenangan di pihak sekutu membuat lawan dari sekutu yaitu poros harus mengikuti kemauan sekutu. Dampaknya adalah menguatkan posisi bangsa Eropa termasuk Amerika Serikat dalam menguasai kawasan-kawasan di Timur Tengah, sebelumnya mereka amat terganggu dengan kekuatan negara-negara Fasis yang berusaha menyaingi pengaruh mereka di Timur Tengah.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kondisi bangsa Arab pasca Perang Dunia II ?
2.      Apa dampak Perang Dunia II terhadap bangsa Arab ?
3.      Bagaimana peran bangsa Arab dalam menyikapi Perang Dingin ?

1.3. Manfaat dan Tujuan
1.      Memberikan penjelasan yang terkait dengan kondisi pasca Perang Dunia II di kawasan Asia Barat.
2.      Menambah pemahaman tentang sejarah Asia Barat.
3.      Memenuhi tugas mata kuliah Asia Barat.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kondisi Timur Tengah Setelah Perang Dunia II
Pasca Perang Dunia II. Kekuatan dunia mulai beralih, lahirnya Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai kekuatan baru dunia. Untuk bisa menanamkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah, Amerika Serikat dan Uni Soviet mendorong kemerdekaan negeri-negeri Islam. Konflik berikutnya berbentuk persaingan antara Amerika Serikat, Uni Soviet, dan negara-negara penjajah lama seperti Inggris, dan Prancis. Amereka Serikat dan Uni Soviet kemudian menggunakan semangat kemerdekaan dan anti penjajahan tersebut untuk menggusur pengaruh Inggris dengan mengganti rezim-rezim boneka mereka. Terjadilah berbagai kudeta yang dilakukan oleh agen-agen Amerika Serikat di Timur Tengah antara lain: Raja Idris di Libya yang pro Amerika Serikat dikudeta oleh Khadafi yang dekat dengan Inggris; Raja Farouk (pro Inggris) di Mesir dikudeta oleh Gamal Abdul Nasser (pro Amerika Serikat); Raja Faisal (pro Inggris) di Irak dikudeta oleh Abdul Karim Kassim dalam sebuah revolusi tahun 1958.
Persaingan antar negara Imperialis untuk mendudukkan agen-agen boneka mereka jelas menimbulkan berbagai gejolak di Timur Tengah yang tiada henti-hentinya. Hal ini memperjelas bahwa justru Imperialisme baratlah yang menyebabkan krisis berkepanjangan di Timur Tengah hingga sekarang.
Muncul pula persaingan Blok Komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet dan Blok Kapitalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat, selama era Perang Dingin. Negara-negara di Timur Tengah kembali menjadi sasaran rebutan kedua kubu. Lebanon, Yordania, Maroko, Tunisia, Arab Saudi, dan Kuwait cenderung ke Blok Barat. Beberapa pihak seperti Irak, Suriah, dan Yaman Selatan memiliki hubungan yang erat dengan Uni Soviet. Namun demikian, aliansi seperti ini lebih bersifat pragmatis, karenanya akan cenderung berubah-ubah.
Strategi penting lain yang dilakukan oleh negara-negara imperialis ini adalah menciptakan Negara Israel di bumi Palestina. Sebagai penguasa awal di Palestina, Inggris memiliki kepentingan besar untuk mendukung berdirinya negara Israel di Palestina. Keberadaan negara Isreal jelas akan menimbulkan konflik dan ketidakstabilan yang terus-menerus di Timur Tengah. Krisis tersebut jelas akan menyedot energi dan dana dari umat Islam. Hal ini bisa mengalihkan kaum Muslim dari upaya memikirkan kembali penegakkan Daulah Khilafah yang dibubarkan tahun 1924.
Krisis ini juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok nasionalis Arab untuk kepentingan mereka. Penjajahan Palestina oleh Israel dijadikan faktor untuk membangkitkan sentimen nasionalisme Arab. Rezim Arab, yang merupakan bentukan penjajah barat, juga menjadikan isu Palestina sebagai alat untuk memperkokoh kedudukan mereka di mata rakyat Arab. Meskipun hanya retorika, terkesan rezim Arab tersebut membela Palestina.
Untuk mengalihkan krisis di Palestina ini dan persoalan umat Islam secara keseluruhan, dibentuklah PLO dalam Konferensi Liga Arab di Aljazair (1964). Persoalan Palestina kemudian diserahkan penyelesaiannya hanya kepada PLO. PLO merupakan rancangan Inggris. Hal ini tampak jelas dari syarat yang dibuat oleh Inggris.

2.2. Perkembangan Timur Tengah Pasca Perang Dunia II
            Tulisan di atas telah menjelaskan bagaimana kondisi Timur Tengah setelah Perang Dunia II. Sekarang kita akan melihat perkembangan secara lebih khusus dari dampak Perang Dunia II.
            Seusai perang, kawasan Timur Tengah mengalami berbagai pergolakan karena berbagai faktor internal maupun eksternal, ditambah lagi dengan Perang Dingin yang menyeret kawasan ini masuk kedalamnya.
1.      Persaingan Bangsa Barat dan Amerika Dalam Mempengaruhi Timur Tengah
Setelah berakhirnya perang maka mulailah blok sekutu mengatur kembali pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Para penanam pengaruh senior di Timur Tengah adalah Perancis dan Inggris, sedangkan kekuatan baru yang mencoba menentang dominasi mereka adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Perebutan pengaruh ini di sebabkan oleh berbagai faktor, namun faktor yang sangat esensial adalah kawasan Timur Tengah yang sangat strategis, menghubungkan seluruh kawasan di dunia, dan kawasan ini merupakan ladang minyak terbesar di dunia.
Amerika Serikat dan Uni Soviet mencoba untuk menyaingi pengaruh Inggris dan Prancis, di bidang politik mereka mengeluarkan gagasan-gagasan menentang politik kolonial yang di anut oleh bangsa Inggris dan Perancis, mengkampanyekan Demokrasi, memberikan suatu konsep baru terhadap Nasionalisme, menekankan hak-hak manusia yang tertindas, selanjutnya di bidang ekonomi, mereka menawarkan berbagai bantuan kerja sama yang mengikat negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan para donatur, sehingga menciptakan sistem penjajahan baru, berbagai perusahaan dibangun, ratusan investor menanamkan modalnya di kawasan ini yang menyebabkan penduduk kehilangan mata pencaharian mereka dalam negeri sendiri.
Di samping itu sangat banyak para tokoh-tokoh Timur Tengah yang dibohongi dan dibunuh oleh intelijen-intelijen barat, Amerika dan kawan-kawanya takut bila tokoh ini dapat menghancurkan pengaruh yang sedang mereka bangun di kawasan ini. Salah satu contoh yang dapat kita ambil adalah Hassan Al-Banna, seorang tokoh pembaharu Islam yang ingin menyatukan seluruh masyarakat Islam di bawah naungan Ikhwanul Muslimin, yang merupakan suatu organisasi yang ingin menyatukan Islam dengan kembali kepada Al-Quran dan Sunah rasul. Ide-ide yang di suarakan jelas sangat bertentangan dengan ide-ide bangsa barat, sehingga pada 1949 dia disingkirkan. Dalam buku Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin dikatakan :
Kaum imperialis beserta boneka-boneka mereka selanjutnya menyusun sebuah konspirasi besar untuk membunuh Hasan Al-Banna. Di tengah hiruk pikukkota Kairo, tepatnya di depan kantor “Asy-Syubbanul Muslimun”. Sekelompok orang tak dikenal memuntahkan peluru makar mereka, setelah itu mereka berlari menghilang. Dengan tenaga masih tersisa beliau membopong tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun bersedia menangani luka parah beliau. (Matta.2005)
Persaingan memperebutkan pengaruh, Amerika dan Uni Soviet menjadi negara pelopor pembentukan kembali sistem pemerintahan di Timur Tengah terutama dalam bidang ekonomi dan politik. Hal ini bertalian dengan Perang Dingin. Dalam kalimat di atas telah dijelaskan bahwa kawasan ini terbagi dalam dua kelompok, antara negara yang pro terhadap Uni Soviet dan Pro terhadap Amerika. Dalam kasus ini peristiwa kudeta dan mengkudetakan dalam suatu negara sangat sering terjadi, karena adanya dorongan dari pihak asing untuk melakukan kudeta dengan mendapatkan dukungannya, sampai sekarang peristiwa kudeta dalam sebuah pemerintahan di kawasan Timur Tengah masih sangat sering terjadi, atas peristiwa ini bangsa barat harus bertanggung jawab.
Amerika menjadi yang paling dominan. Di karenakan Uni Soviet mengalami krisis ekonomi, sehingga Soviet tidak mampu lagi menyokong negara-negara yang pro terhadap Komunis. Sampai sekarang Amerika dengan leluasa menanamkan pengaruhnya di kawasan Asia Barat dengan para pengikutnya dari bangsa barat.
2.      Liga Arab
Liga Arab adalah sebuah organisasi yang terbentuk pada 1945, latar belakang terbentuknya liga ini adalah Inggris yang pada saat itu semakin sadar bahwa dalam bangsa Arab mulai tumbuh Pan-Arabisme, untuk menampung seluruh aspirasi mereka menentang Kerajaan Turki Ottoman dan agar Inggris mendapat dukungan dari bangsa Arab maka Inggris berjanji setelah berakhirnya Perang Dunia I akan di bentuknya sebuah wadah yang menyatukan orang Arab.
Namun setelah perang berakhir jajnji Inggris tidak kunjung direalisasikan. Malah menter luar negeri Inggris mendukung pembentukan negara Israel, melalui Deklarasi Balfour pada 1917. Menjelang Perang Dunia II, Inggris berusaha mencari dukungan dari tokoh Timur Tengah, kenyataannya sangat sedikit dari tokoh ini yang tertarik pada tawaran Inggris.
 Keadaan yang semakin mendesak memaksa para tokoh Timur Tengah mendukung Inggris, namun agar Inggris menepatinya janjinya diajukanlah sebuah proposal untuk membentuk suatu wadah yang nantinya akan memperjuangkan kepentingan bangsa Arab. Mesir adalah negara pelopor gerakan ini.
Selain itu negara-negara pertama yang berperan penting dalam pembentukan Liga Arab adalah Arab Saudi, Yordania, Irak, Suriah, Libanon, Yaman. Peran Liga Arab di Timur Tengah tidak begitu berhasil, mereka gagal dalam menghadapi tantangan Yahudi yang disokong oleh Amerika.
3.      Masalah Israel
Israel adalah suatu negara yang berada di kawasan Timur Tengah hari ini. Dalam sejarah terbentuknya negara Israel, diungkapkan bahwa proses berdirinya negara ini sangat merugikan penduduk negeri Syam. Pada mulanya mereka mulai mengembangkan fantasi mereka atas hak tanah di Palestina.
Dilanjutkan oleh seorang tokoh Theodor Hertzel yang memperkuat ideologi Zionis. Hertzel barusaha dengan berbagai cara untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak agar tanah di negeri Syam dapat diduduki oleh kaum Yahudi yang berada di diaspora.
Setelah dikuasainya negeri Syam oleh Inggris dan Prancis, dimulailah akar permasalahan yang mendasar, ditandai dengan keraguan Inggris untuk mendukung pihak Zionis atau pihak Muslim, Inggris berusaha mencocokkan dukungannya harus bersesuaian dengan kepentingannya.
Di tandai dengan deklarasi Balfour, Inggris menyetujui Yahudi mendiami wilayah Palestiana, sistem pemerintahan mulai dibangun dengan dukungan utama mereka Amerika dan Inggris. Terbentuknya negara ini membuat pemimpin negara-negara Arab geram.
Pada 1948, Israel mengumandangkan kemerdekaannya, dan di tahun tang sama mereka juga langsung diserbu oleh pasukan Arab yang sebelumnya menentang  berdirinya negara Israel. Namun dengan dukungan barat mereka berhasil mengahancurkan pasukan ini.
Pada 1956, terjadi nasionalisasi Terusan Suez, yang berlatar belakang pada penentangan terhadap berdirinya Israel. Mesir ditentang oleh PBB, terjadi penyerbuan terhadap Mesir, dan direbutnya beberapa wilayah Mesir.
Pada 1967, dikenal sebagai Perang Enam Hari, karena jalannya perang hanya dalam waktu enam hari, di latar belakangi oleh persekutuan Mesir dan Suriah untuk menentang Israel, selanjutnya dengan segera negara-negar Arab lainnya mendukung dan membuat sebuah aliansi Arab untuk menghancurkan Israel. Namun Israel dengan dukungan dari barat terutama Amerika juga dapat mengalahkan aliansi ini.
Dampak dari penyerangan ini membuat Nasionalisme yang dirasakan oleh penduduk Israel semakin besar. Dan Israel semakin kuat di antara para musuh. Penduduk Israel seperti dikutuk oleh tetangganya untuk mendiami kawasan ini. Selanjutnya di sisi lain, penduduk Palestina berbondong-bondong mengungsi akibat tanahnya telah diduduki oleh Yahudi. Mereka menyebar ke seluruh negara Muslim, terutama di Timur Tengah. Serta jatuhnya semangat moral dari pasukan Arab yang telah dikalahkan secara tidak wajar oleh bangsa yang baru saja berdiri.
Para pengamat sebagian berpendapat bahwa Perang Enam Hari merupakan suatu skenario yang dijalankan oleh pemimpin Arab, untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap Palestina.
Anwar Sadat terpilih sebagai pemimpin Mesir, selanjutnya ia berusaha menghentikan konflik yang telah berlarut-larut ini. Sadat mengajak Israel untuk melakukan perjanjian perdamaian pada 1978 yang dikenal dengan Perjanjian Camp David di Washington. Namun perjanjian ini harus dibayar dengan mahal.
Pertama, Mesir sebagai negara penggagas Liga Arab dikeluarkan dari organisasi ini, Mesir dianggap telah menyimpang dari kesepakatan Liga Arab, yaitu menentang Israel.
Kedua, Sadat harus merelakan nyawanya sendiri. Ia dibunuh saat merayakan kemenangan atas pencapaiannya, dalam buku Perang Suci (Amstrong.2011:500) dijelaskan:
Pada tanggal 6 Oktober 1981, Presiden Anwar Sadat memimpin pawai kemenangan untuk marayakan perang Oktober melawan Israel 1973. Tiba-tiba salahsatu truk keluar dari barisan, tepat di depan mimbar presiden, ketika Sadat melihat Letnan Pertama Khaled Islambouli meloncat dan lari ke arahnya, Sadat berdiri untuk menerima penghormatan itu. Kemudian seorang perwira kedua melemparkan sebuah granat tangan.
Selanjutnya PLO (Organisasi Pembebasan Palestiana), pada tahun 1993 dilanjutkan dengan Perjanjian Oslo, yaitu kesepakatan antara PLO dan Israel untuk berdamai secara permanen. Ini merupakan kelanjutan dari Perjanjian Camp David, yang gagal memecahkan masalah Palestina karena ketua PLO, Yasir Arafat tidak setuju dengan hak otonomi yang diberikan. Perjanjian Oslo menandai bahwa Israel telah mengakui PLO sebagai perwakilan dari Palestina yang dulunya dicap sebagai kelompok teroris.
Dan atas dasar kesepakatan perjanjian menjadikan bukti kuat bahwa PLO telah merobah sistem perjuangan mereka ke jalur perundingan, PLO pada awal pergerakannya sangat mengecam berbagai jenis perundingan negar-negara Arab dengan Israel, PLO hanya ingin berjuang dengan cara berperang, seperti halnya Intifadah.
Pada 28 September 1995, Yitzhak Rabin sebagai Perdana Menteri Israel dan Yasser Arafat ketua PLO menandatangani Kesepakatan Interim Israel-Palestina. Di bawah kesepakatan ini, para pemimpin PLO bisa kembali ke daerah pendudukan dan memberikan otonomi kepada bangsa Palestina. Imbalannya tetap sama, yaitu mengakui keberadaan Israel dan meninggalkan cara-cara kekerasan dalam perjuangan.
Namun, kesepakatan ini ditentang Hamas dan sejumlah faksi radikal Palestina yang siap melakukan perjuangan bersenjata, termasuk aksi bom bunuh diri di Israel demi membebaskan Palestina.
Sampai saat ini, kawasan Timur Tengah terus bergejolak baik secara langsung maupun tidak langsung. Amerika semakin leluasa memainkan perannya di pengaruh Israel. Israel dijadikan sebagai polisi patroli di kawasan Timur Tengah.





BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Setelah membahas berbagai peristiwa yang terkait Timur Tengah di era pasca Perang Dunia II, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat kita sarikan sebagai berikut :
1.      Kawasan Timur Tengah adalah sebuah kawasan yang sangat strategis, dan kaya akan sumber alamnya, hal ini yang menyebabkan negara pemenang perang berlomba-lomba menanmkan pengaruh di Timur Tengah.
2.      Perang Dingin telah menyeret bangsa Arab kedalam kehancuran dan kemiskinan.
3.      Berdirinya negara Yahudi di Timur Tengah menyebabkan situasi kawasan ini menjadi semakin kacau. Dan sangat merugikan seluruh negara Arab.
4.      Akar pemicu konflik yang tiada habisnyadi kawasan ini dikarenakan sangat berakarnya pengaruh barat di kawasan Timur Tengah, terutama setelah berdirinya Israel.
5.      Permasalahan Palestina sangat rumit, negara yang harus bertanggung jawab dari permasalahan ini adalah Inggris, Prancis, Amerika Serikat, dan Uni Soviet atau Rusia saat ini, karena empat negara inilah yang pengaruhnya sangat kental di Timur Tengah.


DAFTAR PUSTAKA

Agha, Mahir Ahmad.(2005). Yahudi: Catatan Hitam Sejarah. Diterjemahkan         oleh: Indrayadi, Yodi. Jakarta: Qisthi Press.
Amstrong, Karen.(2011). Perang Suci. Cet.VII. diterjemahkan oleh: Darmawan,    Hikmat. Jakarta: PT SERAMBI ILMU SEMESTA.
Al-Banna, Hasan. (2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Diterjemakan   oleh: Matta, Anis, dkk. Solo: ERA INTERMEDIA.

Al-Adnani, Abu Fatiah. (2014). Juorney To Damascus. Jawa Tengah: Granada      Mediatama.