PERHIMPUNAN-PERHIMPUNAN POLITIK KEBANGSAAN INDONESIA (PPPKI)
A. Latar Belakang
PPPKI merupakan suatu badan yang dibentuk oleh golongan nasionalis untuk menyatukan seluruh golongan-golongan yang berbeda pendapat dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan Indonesia. Diawali dengan terjadinya perpecahan dalam kubu Serikat Islam, ketika Cokroaminoto menerapkankan sistem disiplin dalam organisasi, Semaun dan Darsono mengubah SI Semarang menjadi PKI. Pada masa ini Partai Komunis Indonesia merupakan partai yang sangat eksis pergerakannya di dalam negeri, PKI mulai melakukan konsolidasi-konsolidasi dengan berbagai golongan rakyat.
Bulan Desember 1925, pemimpin-pemimpin PKI yang masih di tanah air mengadakan pertemuan kilat di Prambanan. Dalam pertemuan itu diputuskan untuk mencetuskan aksi serentak berupa pemogokan serempak yang diusulkan dengan pemberontakan bersenjata. Petani-petani yang akan dipersenjatai, diharuskan bergerak serentak memberontak di tempat-tempat yang ditentukan. Menurut rencana, pemberontakan akan dicetuskan bulan Mei-Juni 1926. Aparat pemerintah yang teruss-menerus mengawasi gerak-gerik PKI, bermaksud menangkap Darsono, Budi Sutjiptro, dan Sugono bulan Januari 1926, namun terlambat karena mereka telah menghilang sebelumnya. (Muljana, 2008:176-177)
Selanjutnya Aksi-aksi PKI itu mencapai puncaknya pada tahun 1926 dengan melakukan pemberontakan. Pringgodigdo menulis, kaum komunis melakukan pemberontakan di Jakarta dan Tangerang (12 – 14 November 1926), di Banten (12 November – 5 Desember 1926), di Priangan (12 – 16 November 1926), di Solo (17 – 23 November 1926), di Kediri (12 November – 15 Desember 1926), dan baru pada tahap rencana untuk daerah-daerah Banyumas, Pekalongan, dan Kedu. Sedangkan di Sumatra pemberontakan ini biasa disebut Pemberontakan Silungkang, Januari 1927. (Santosa, 2010)
Walupun pemberontakan PKI gagal, namun dampaknya sangat besar bagi pergerakan-pergerakan perjuangan, banyak yang di antara mereka yang diasingkan ke Digul atau Tanah merah. Akibatnya Soekarno melihat perlunya suatu wadah yang mampu menampung berbagai ide politik untuk kepentingan bersama maka pada 4 Juli 1927 di bentuklah Perserikatan Nasional Indonesia yang nantinya berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). PNI berusaha menyatukan seluruh aliran-aliran pergerakan dengan prinsip nasionalnya.
Merasa situasi politik yang semakin terpecah belah akibat dari politik “divedet et impera” maka muncullah ide untuk menyatukan seluruh pergerakan dalam satu wadah dengan tujuan memperjuangkan kepentingan-kepentingan Indonesia. Atas prakarsa Soekarno maka pada 17 Desember 1927 didirikan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (Muljana, 2008:133)
Noer mengatakan adalah Partai Nasional Indonesia yang berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 pimpinan Ir. Soekarno dan beberapa bekas anggota Perhimpunan Indonesia, berupaya mewujudkan impian Komite Persatuan Indonesia yang tidak pernah tercapai. Setelah bekerja sama dengan Dr. Sukiman (PSI) dalam membuat peraturan sementara, maka Ir. Soekarno (PNI) memprakarsai berdirinya Permufakatan Partij-partij Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) pada tanggal 17 Desember 1927 (Santosa, 2010). Partai-partai yang terhimpun dalam permufakatan tersebut adalah PNI, PSI, BO, Pasundan, Sarekat Sumatera, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub, Sarekat Madura, Tirtajasa, dan Perserikatan Celebes. Dalam sebuah rapat di Bandung tanggal 17-18 Desember 1927 dicapai kesepakatan antara wakil-wakil PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumatranenbond, Kaum Betawi dan kelompok studi Indonesia unttuk mendirikan federasi partai politik dengan nama PPPKI. Kaum nasionalis dari segala aliran ccepat menyambut pembentukan PPPKI, yang dipandangnya sebagai imbangan kekuatan menghadapi pemerintah. (Suhartono, 2001: 75)
Secara jelas dapat dikatakan tujuan dari pemebentukan PPPKI untuk menyatukan seluruh kekuatan pergerakan yang bersifat kooperatif dan nonkoperatif, dikarenakan situasi perpolitikan pasca pemberontakan PKI dilanda dengan berbagai kelesuan berpolitik dan penuh dengan perbedaan pendapat, ditambah lagi dengan tekanan dari pihak pemerintah yang berusaha menekan sekuat mungkin seluruh pergerakan-pergerakan. Soekarno menginginkan seluruh pendapat dan cara berjuang dapat disatukan dalam suatu wadah dan membentuk suatu sikap yaitu untuk Indonesia Merdeka. Namun bukanlah hal yang mudah untuk menyatukan berbagai pemimpin pergerakan. Ideologi ini nantinya yang dalam PNI disebut sebagai Marhenisme.
B. Perkembangan PPPKI
Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Kebangsaan Indonesia pada awal berdirinya mengadakan kongres pertama. Kongres PPPKI pertama diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 2 September 1928. Wakil-wakil partai politik menyatakan harapannya bahwa kongres itu merupakan permulaan era baru bagi gerakan kebangsaan. Rapat kerja selanjutnya membahas masalah Pendidikan Nasional, Bank Nasional, dan cara-cara memperkuat kerja sama. Komisi-komisi itu terdiri dari Cokroaminoto (PSI), Soekarno (PNI), Otto Subrata (Pasundan), dan Thamrin (Kaum Betawi) menyiapkan program aksi jangka pendek. (Suhartono, 2001:75)
Pada awal pergerakan seakan PPPKI akan menjadi suatu wadah yang mampu mengayomi kekuatan-kekuatan pergerakan, namun tidak dapat kita pungkiri juga bahwa berbagai permasalahan-permasalahan kecil mulai timbul dan akan segera menjadi permasalahan besar. Salah satunya antara mereka yang menentang paham nasionalis seperti halnya PSI yang hanya mengenal paham keagamaaan.
Sementara kongres berhasil menunjuk Sutomo sebagai ketua majelis pertimbangan PPPKI dan rupanya ia dapat mengatasi perbedaan pendapat antara kelompok moderat dan radikal. Keadaan tenang tidak berlangsung lama dan segera disusul oleh munculnya isu yang dapat mengancam persatuan federasi yang rapuh itu. Kongres menyarankan agar dibentuk seksi-seksi PPPKI Daerah dengan meningkatkan aktivitas bersama pada tingkat cabang yang berarti semakin memantapkan PPKI dalam kesadaran nasionalisnya. (Suhartono, 2001:76)
Selanjutnya Kongres Indonesia Raya diadakan di Surabaya pada tahun 1931 yang bertujuan untuk menyatukan kaum nonpolitik, namun pada kenyataan kongres tersebut gagal dalam menyerap mereka untuk hadir dalam kongres dan bahkan kongres ini menjadi kongres PPPKI. Keadaan PPPKI yang terus tertekan akibat faktor dalam dan faktor luar membuat PPPKI semakin melemah namun tetap dipertahankan terutam setelah kejadian penggerebekan para pemimpin PNI yang merupakan pengggerak utama PPPKI. PNI dibubarkan dan digantikan dengan Partindo, selanjutnya muncul pertentangan antara pihak pro PNI dibubarkan dan pihak kontra PNI dibubarkan.
Akibatnya, peran PPPKI semakin meredup dan mulai kehilangan arah ketika ditutupi oleh berbagai konflik internal dan tekanan reaksioner dari pemerintah. PPPKI sesuai dengan bunyi anggaran dasar, yang setiap tahun sekali mengadakan Kongres Indonesia Raya, telah merencanakan Kongres Indonesia Raya pada tanggal 22 sampai 25 Desember di Surakarta.
Kongres itu akan diselenggarakan semeriah mungkin, berhubungan pada tahun itu adalah 25 tahun Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei 1933. Gagasan mengadakan kongres itu pada bulan Mei dan bulan itu juga Partindo masuk sebagai anggota. Pada tanggal 10 November dimasukkan permohonan ijin pada pemerintah, pemimpin PPPKI cukup tahu akan maksud pemerintah, tetapi tetap solider terhadap Partindo yang memang tidak mau menarik diri dari PPPKI. Akibatnya, panitia penyelenggara kongres mengumumkan pembatalan kongres (Muljana, 2008: 141) .Hal ini dikarenakan kecurigaan pemerintah terhadap Partindo yang hanya mengubah nama partai namun tetap menjalankan prinsip-prinsip yang sama dengan PNI. Selain itu juga terdapat PNI Baru yang merupakan fraksi penentang pembubaran PNI yang dipimpin oleh Hatta, hal ini semakin memperuncing suasana dalam rangkas persatuan dimana nantinya setelah Soekarna bebas ia memilih Partindo sebagai motor pergerakannya dalam partai.
Heterogenitas atau keanekaragaman yang terdapat dalam organisasi harus dihapuskan; penertiban anggaran dasar perlu dilaksanakan. Untuk tujuan tersebut, dirasakan perlu ketegasan sikap. Demikianlah konferensi bulan April 1932 itu mengumpulkan saran-saran untuk diolah sebagai bahan perubahan anggaran dasar. Pada tanggal 22 September 1932, rencana prubahan anggaran dasar dimasukkan dan pada bulan Mei 1933 rencana reorganisasi telah disahkan. Isinya adalah nama “Perhimpunan” diganti “Persatuan” Perhimpuna-Perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia (Muljana, 2008: 139).
C. Akhir dari PPPKI
Pada akhir tahun 1929 proses keruntuhan PPKI dipercepat oleh “menyelundupkan” provokator kolonial kedalam organisasi politik. Dalam Kongres PPPKI ke dua di Solo (25 sampai 27 Desember 1929) benih perpecahan semakin terang karena istilah “Kebangsaan” dipersoalkan lagi. Konfrontasi antara kelompok moderat dan kelompok radikal mulai kambuh (Suhartono, 2001:77).
Memasuki tahun 1930an keadaan PPPKI semakin tidak menentu dengan berbagai pertentangan dan situasi politik reaksioner dari pemerintah ditambah lagi dengan situasi yang mendekati Perang Dunia, kesulitan ekonomi (baca: Melaise) membawa dampak bagi Hindia Belanda sebagai negara pengekspor harus memberhentikan ribuan buruh, namun tetap mementingkan hak pemodal, akibatnya situasi yang sepeti ini membuat rakyat sangat peka dengan propaganda organisasi sehingga langkah yang diambil pemerintah adalah sangat tepat yaitu berusaha memberantas pergerakan terutama bagi mereka yang beraliran radikal.
Di sisi lain dalam tubuh PPKI juga mulai memuncaknya idealisme masing-masing pendapat terutama dari golongan PSI yang sangat menentang paham nasionalisme kenegaraan, mereka hanya mengenal paham nasionalisme keagamaan. Sehingga PSI keluar keluar dari PPKI dan juga diteruskan oleh partai yang lain.
D. Kesimpulan
PPPKI merupakan organisasi yang berusaha untuk menyatukan seluruh pergerakan yang ada di Indonesia guna bersatu padu demi kepentingan Indonesia, namun seperti dijelaskan di atas bahwa sangat tidak mudah menyatukan kelompok heterogen sehingga menyebabkan terjadi perpecahan dalam organisasi ditambah pula dengan sikap pemerintah yang sangat menentang organisasi ini.
Ini merupakan suatu peristiwa di mana para penggerak bangsa berusaha untuk menyatu dalam satu wadah perjuangan yang disebut PPPKI walaupun seluruh harapannya tidak tercapai, tetapi tujuan dan niat para penggerak bangsa telah dilaksanakan. Ini menjadikan simbol yang sangat bermakna bagi kita guna mengingat kembali makna persatuan bangsa.
Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasionalisme Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan. Jilid:I. Yogjakarta: LKIS.
Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional. Cet:II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).
Poesponegoro dan Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V. Cet: V. Jakarta: Balai Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar