Tampilkan postingan dengan label Sejarah Asia Selatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Asia Selatan. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Januari 2018

FILSAFAT SEJARAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
     Perkembangan Ilmu Sejarah dewasa sudah cukup baik berkembang seiring dengan pemikiran ilmu sosial lain, banyak di antara ilmuwan yang meragukan tentang pentingnya sejarah dalam kehidupan disamping itu juga terdapat para ilmuwan yang memandang sejarah sebelah mata dengan alasan sejarah merupakan ilmu dengan keobjektifan rendah.
     Munculnya Filsfat Sejarah dengan pemikiran mencari hakikat tentang makna sejarah bagi manusia membuat sejarah semakin mampu menjawab kritikan ilmuwan lain. Banyak filosof memandang untuk memahami manusia maka kita harus memahami sejarah manusia dan berkembanglah pemikiran eksplanasi dan hermeneutika.
     Para tokoh pemikir seperti Ankersmit, Hegel,  dan Colingwood telah membagi-bagi bentuk sejarah. Hal ini membuat sejarah terbagi-bagi dalam beberapa bagian sesuai dengan pendapat para ahli, namun sejarah tetap merupakan kesatuan dan tidak bisa dipisahkan dari manusia.
     Aliran filsafat sejarah spekulatif memandang sejarah sebagai suatu peristiwa, sehingga menimbulkan banyak penafsiran dari para sejarawan dalam menganut pemahaman ini. Sekaligus dipandang sebagai keunikan sejarah sebagai suatu ilmu.
     Terdapat juga aliran filsafat sejarah kritis, yaitu memandang sejarah dari  segi teoritis dan mengutamakan keilmiahan, sehingga ilmu sejarah menemukan cara yang ilmiah guna memenuhi persyaratan sebagai suatu ilmu.
     Pada makalah ini akan difokuskan pembahasan mengenai pemikiran filsafat kritis dalam sejarah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian
     Filsafat sejarah kritis pada dasarnya mengingin suatu pemahaman bagi seorang peneliti atau pemikir agar Ilmu Sejarah mampu memenuhi syarat suatu ilmu, dapat dikatakan bahwa filsafat sejarah kritis ini merupakan persamaan dari pencarian cara atau metode bagi sejarah.
     Filsafat sejarah kritis, seorang filsuf sejarah kritis meneliti sarana-sarana yang dipergunakan seorang ahli sejarah dalam melukiskan masa silam dengan cara yag dapat dipertanggung jawabkan. Kaitan filsafat sejarah kritis dan pengkajian sejarah , keduanya meneliti secara filsafati bagaimana proses pengumpulan pengetahuan terjadi dan bagaimana proses itu dapat dibenarkan dari sudut pandang keilmuwan. Dalam pengkajian filsafat sejarah kritis norma dan nilai  dalam tulisan ahli sejarah melekat pada subyektivitas dan obyektivitas dalam pengkajian sejarah.
     Filsafat sejarah kritis memberikan jawaban kepada sejumlah pertanyaan tentang sejarah, pertama, terkait dengan apakah sejarah sebagai ilmu. Hal ini muncul karena adanya aliran positivisme yang mengatakan bahwa peristiwa sejarah tidak dapat dijelaskan dengan merujuk pada hukum-hukum alam, Sejarah memiliki paradigma sendiri dan tidak mengaitkan diri dengan ilmu kealaman. Kedua dan ketiga, sejarah membutuhkan rekonstruksi historis tentang sebuah peristiwa masa lampau yang dibangun diatas fakta sejarah, dasarnya adalah opini atau fakta sejarah yang memerlukan objektivitas dalam analisa sejarah, padahal menurut positivisme sejarah tidak pernah bersifat mutlak melainkan relative. Keempat, apakah hakekat teori-teori dan tafsiran sejarah itu? Ranke katakan, sejarawan tidak lebih melukiskan masa lampau sebagaimana terjadi. Khaldun katakan, sejarah menilai bahwa memihak kepada pendapat-pendapat, tradisi dan budaya tertentu merupakan cacat terhadap karyanya. Kelima, apakah ada yang disebut sebagai hukum-hukum sejarah? John Stuart Mill katakan, bahwa sejarah memiliki hukum-hukum sendiri karena adanya pemahaman yang berbeda dan tidak tunduk kepada hukum alam. Keadaan ini lebih lanjut menuntut sejarah untuk menghidupkan kembali peristiwa masa lampau dengan pemahaman.

2.2            Tujuan Filsafat Sejarah Kritis
     Pada dasar filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang ada di muka bumi, maka sangat tidak mungkin sejarah ketika dikatakan sebagai sebuah ilmu tidak memiliki landasan pemikiran filsafat. Di samping itu untuk mengesahkan sejarah sebagai sebuah ilmu.
     Jika secara implisit dapat kita lihat tujuan dari Filsafat Sejarah Kritis merupakan usaha untuk mendekatkan proses rekonstruksi masa lampau ke arah seobjektif mungkin, sering pula disebut sebagai analitis, skeptis, dan metodelogis. Apa saja yang dibutuhkan dalam mengungkap masa lampau? Inilah yang ingin diberikan atas pemekiran Filsafat Sejarah Kritis.
     Selanjutnya dalam sejarah tidak hanya memerlukan pemikiran kritis, tetapi menjadi pertanyaan bagaimana permasalahan itu bisa disampaikan kepada masyarakat agar bermanfaat. Latief mengatakan perlunya eksplansi, kausalitas, dan hermeneutika dalam penjelasan suatu permasalahan.
     Apa yang ingin disampaikan kepada masyarakat tercapai dengan menggunakan tiga teori di atas, namun tidak menutup kemungkinan dengan teori lain. Filsafat Sejarah Kritis selama ini telah menyumbang banyak hal dalam Ilmu Sejarah.
     Di Indonesia sendiri  penulisan atau histeriografi nasional masih sangat banyak kelemahan. Purwanto pada pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar mengkritik penulisan sejarah indonesia yang kritis dalam mencari kambing hitam di setiap tema kesejarahan. Sehingga Indonesia masih sangat perlu mengembangkan ilmu sejarah demi kepentingan masyarakat. Peran Sejarah bagi masyarakat Indonesia masih jauh dari harapan para perintis sejarah nasional.

2.3            Manusia dan Sejarah
     Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan, menurut Islam manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Sebelumn lebih jauh kita harus memahami definisi manusia, ini merupakan pembahasan menarik dan tidak pernah akan habis. Terjadi ambivalensi antara pendapat para filosof, sesuai dari pengalaman yang didapatkan.
     Untuk mengetahui manusia maka kita harus melihat asal-usul manusia tersebut, dan ini menandakan bahwa manusia sebagai makhluk sejarah. Kita harus membedakan antara sejarah manusia dengan manusia sejarah, karena terdapat subtansi yang berbeda. Pada dasarnya untuk mengerti tentang manusia seseorang harus paham betul mengenai sejarah manusia sendiri. Sehingga sejarah dengan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
     Menyadari pentingnya sejarah bagi manusia membuat terbentuknya manusia yang sadar sejarah. Maksudnya bukanlah mereka yang banyak mengetahui tentang sejarah, tetapi adalah mereka yang mau belajar sejarah untuk masa depan manusia itu sendiri.



BAB III
KESIMPULAN

3.1            Kesimpulan
   Sejarah sebagai suatu ilmu penting bagi umat manusia, dibutuhkannya pemahaman kritis dalam menulis sejarah, sehingga menjadikan sejarah sebagai sebuah fakta masa lampau yang benar adanya. Kartono Sartodirjo mengatakan sejarah tidak sama dengan sastra. Sejarah merupakan ilmu ilmiah dari hasil interpretasi bukti sejaraha, sedangkan sastra merupakan hasil imajinasi seseorang akan keindahan.
   Perlunya Filsafat Sejarah Kritis dalam keilmuan sejarah untuk mencari jalan keilmiahan sejarah, sehingga muncullah sikap skeptis analitis di sini. Dengan adanya Filsafat Sejarah Kritis membuat sejarah mampu menjawab kritik dari para ahli ilmu lain yang menolak sejarah dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Latief, Juraid Abdul. 2013. Manusia, Filsafat, dan Sejarah. Jakarta: Bumi     Aksara.
Salam, Burhanuddin. 2012. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Herawatu. 2012. Augustinus: Potret Sejarawan Masa Pertengahan dan         Kontribusi Bagi Kajian Sejarah Islam. Yogyakarta: Jurnal        TAQAFIYAT. Vol. 13. No.1.


Kamis, 18 Januari 2018

Sejarah Konflik India-Pakistan

BAB I
PENDAHULUAN


A. Later Belakang
            Wilayah anak benua India yang kerap sekali dikaitkan dengan dua agama yaitu Islam dan Hindu. Agama ini merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk di wilayah Asia Selatan.
            Agama Hindu yang sekarang menjadi agama mayoritas di India merupakan agama yang lahir di India, yang merupakan hasil asimilasi dari dua kebudayaan antara Arya dan Dravida. Agama Islam merupakan agama yang berasal dari wilayah Arab, yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang selanjutnya terus berkembang ke berbagai wilayah di dunia. Islam diperkenalkan untuk India pertama kali Muhammad Ibn al-Qasim, yaitu jenderal Arab zaman Muawiyah membuka Sind dengan tentara Muslim. Sejak itu lebih dari 1000 tahun hampir semua India diperintah oleh Muslim yang terorganisasi dalam negara-negara Muslim dalam berbagai ukuran daerah tergantung pada abad yang bersangkutan. Negara terakhir adalah Imperium Moghul yang pada satu tahapannya menguasai hampir seluruh anak benua itu.

B. Tujuan dan Manfaat
Ø  Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang permasalahan antara Islam dan Hindu di India
2. Dapat mengetahui proses berlangsungnya konflik
Ø  Manfaat
1. Dapat menambah wawasan tentang Asia Selatan

C. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kondisi Islam dan Hindu  pada masa kekuasaan Inggris di India ?
2.      Bagaimana pertentangan antara Pakistan dan India ?
3.      Bagaimana tanggapan PBB terhadap pereebutan wilayah Kashmir ?




BAB II
PEMBAHASAN


A. Kekuasaan Inggris di India dan Pembagian Wilayah India
 Inggris yang datang mula-mula datang ke India sebagai pedagang, memenuhi penaklukkan anak benua itu di abad 18 mulai dengan daerah pantai. Selanjutnya memperluas kekuasaan melalui Bengal ke Oudh, India Tengah, dan Rajpunan. Kaisar Moghul Bahadur Syah (1837-1858 M) menjadi tawanan Inggris. Dia diturunkan tahtanya oleh Inggris di tahun 1858 setelah tentara India memberontak. Peristiwa ini menyempurnakan pendudukan Inggris atas India dan India secara resmi dinyatakan sebagai bagian dari Kolonial Kerajaan Inggris. Untuk membalas serbuan Inggris, masa muslim mengambil tanggung jawab mempertahankan wilayah-wilayahnya, sejak negara-negara mereka yang ada telah gagal.
            Pada 1820-an gerakan mujahidin didirikan oleh Syeh Ahmad Shahid dengan tujuan mengusir Inggris secara militer, tahun-tahun antara 1858 dan 1906 merupakan tahun-tahun kemunduran diri bagi Muslim India. Pada 1906 Liga Muslim dibentuk mendapatkan hak-hak politik Muslim dan memelihara komunitas Muslim dari dominasi Hindu dan penganiayaan Inggris. Liga Muslim berkerja sama dengan Kongres India yang didominasi Hindu untuk mengusahakan kemerdekaan India. Ide suatu negara Muslim terpisah diajukan oleh penyair besar Muslim Muhammad Iqbal, tetapi ditolak oleh orang-orang Islam.
            Namun mengingat fanatisme Kongres India dan pengabaian sepenuhnya kekhawatiran Muslim akan ditundukkan, Liga Muslim terpaksa pada 1940 menyetujui tujuan pokok politik Muslim anak benua itu untuk mencapai negara Muslim terpisah. Pada 1976, para ekstremis memulai serangkaian kekerasan melawan muslim, menyebabkan kehilangan sangat besar jiwa, harta dan gerakan massa lebih dari 10 juta orang. Pada 14 Agustus 1947, Lois Mountbatten, raja muda Inggris di India menyerahkan kekuasaannya pada Presiden Liga Muslim Muhammad Ali Jinnah, sebagai presiden pertama Liga Muslim yang baru didirikan, Pakistan.
            Pada menentukan kesetujuan pembagian India menjadi negara Muslim dan non-Muslim, Pemerintah Inggris menyatakan bahwa negara-negara kepangeranan dapat melihat untuk bergabung dengan salah satu dari dua negara itu, tetapi mereka harus mempertimbangkan komposisi agama negara mereka, sesuai geografi dan harapan rakyat. Namun, dalam penerapan sebenarnya syarat-syarat tersebut negara-negara Muslim dikurangi sampai sekecil mungkin luasnya. Negara Punjab dan Bengal dibagi walaupun dikeuda negara itu mempunyai mayoritas Muslim yang menyeluruh. Negara Hyderabad di daerah mencakup satu wilayah yang luas dimana dua puluh juta orang memilih merdeka sebagai negara Muslim dia disatukan oleh India dan digabungkan dengan paksa pada tahun 1948.

B. Perebutan Wilayah Kashmir
            Negara Junagadh yang terletak di Gujarat, memilih bergabung dengan Pakistan pada 1947. Negara itu juga dicaplok oleh India dengan kekuatan senjata. Akhirnya Jammu dan Kashmir, yang mempunyai maoritas Muslim yang sangat besar dan berbatasan dengan Pakistan tidak dapat bergabung dengan Pakistan walaupun menjadi harapan penduduknya karena pangeran hidupnya menginginkan bergabung dengan India.
            Penduduk lalu memberontak Maharaja yang membunuh secara kejam beribu-ribu Muslim dan memaksa ratusan ribu yang lain untuk keluar dari wilyah itu. Kemudian Pakistan masuk untuk membebaskan wilayah itu tetapi terjadi bentrok dengan tentara India. Perang berlangsung sampai Januari 1949 ketika terpaksa terjadi gencatan senjata, dengan meninggalkan dua pertiga wilayah Kashmir dalam kekuasaan India dan sepertiga, Azad Kashmir yang diurus oleh Pakistan. Pada waktu penutupan persetujuan gencatan senjata atas usuha PBB, disepakati oleh semua pihak yang bersangakutan bahwa masa depan Kashmir akan ditetapkan dengan referendum dibawah penguasa PBB.
            Sejak itu PBB telah menetapkan lusinan resolusi meminta India untuk menepati janjinya. Semua resolusi ini tak ada gunanya dan pendudukan India atas Kashmir berlanjut. Pada 1911, Muslim membentuk 21%  penduduk India. Presentase ini meningkat menjadi 24%  pada 1941. Setelah pembagian presentase Muslim Pakistan yang baru didirikan, merasa nasibnya sangat membaik dengan memperoleh hak untuk menjalankan kehidupan Muslimnya tanpa campur tangan. Muslim yang hidup di Uni India merasa nasibnya lebih berbahaya, kepemimpinan mereka berkurang karena emigrasi dan pengaruhnya sangat berkurang.

C. Perang India dan Pakistan
Perang India-Pakistan, merupakan perang yang terjadi sejak bulan Agustus 1947, perang ini terjadi antara India dengan Pakistan. Peristiwa ini memiliki empat kejadian perang, tiga diantranya merupakan perang utama dang yang lainyamerupakan perang kecil yang terjadi dianyara kedua Negara. Tiap kasus perang yang terjadi, penyebab utamanya ialah perebutan wilayah Kashmir, kecuali perang yang terjadi antara India-Pakistan pada tahun 1971 yang disebabkan oleh masalah wilayah Pakistan Timur.

Kronologi Perang
• Perang India-Pakistan 1947: Pakistan merbut sepertiga Kashmir (Pakistan mengklaim Kashmir sebagai wilayahnya) dengan bantuan Pashtun. Hindu dan Sikhs dihilangkan dari Kashmir Pakistan. India membalas dengan mengirim pasukan ke Gurdaspur.
• Perang India-Pakistan 1965: Pasukan Pakistan berusaha memasuki teritori Kashmir India untuk memicu pemberontakan oleh Kashmir. Rencana ini gagal dan penyusup dapat ditemukan, sehingga India membalas hal ini. Perang ini diakhiri dengan gencatan senjata, dan India dapat merebut sedikit teritori Pakistan.
• Perang India-Pakistan 1971: Bangladesh meminta kemerdekaan dari Pakistan. Tentara Pakistan melakukan pembunuhan dan pemerkosaan besar di Bangladesh dan genoside penduduk Bengali. Jutaan pengungsi pindah ke India. India membantu Mukti-Bahini Bangladesh dan menaklukan Pakistan, sehingga Bangladesh merdeka dan Pakistan
menyerah seluruhnya.
• Perang India-Pakistan 1999, juga disebut "Perang Kargil": Tentara Pakistan dan beberapa pemberontak Kashmir merebut pos tentara India. India membalas dan merebut kembali pos itu. Tekanan internasional terhadap Pakistan membuatnya mundur. Perang berakhir dengan India merebut Kargil dan isolasi diplomatik Pakistan.

D. Resolusi Konflik Antara Komunitas Hindu dan Muslim di India
            Dilihat dari isu yang ada, tampak sekali bahwa sifat konflik antara komunitas Islam dan Hindu di India adalah berbasis konflik yang sudah manifest. Persoalan konflik sudah ada, semenjak rezim India dibangun yang diikuti dengan gejala separatisme, atau bahkan sebelum proses pemberian pemerintahan otonomi di 1907 oleh Inggris. Pola hubungan konflik inin pun ditandai dua pola :
1.      Pola hubungan komunitas mayoritas dengan komunitas minoritas. Kelompok mayoritas dalam proses kompetisi etnik cenderung akan melakukan hegemoni terhadap kelompok minoritas.
2.      Pola hubungan antara rezim dengan masyarakat (society). Agar konflik ini tidak berkembang menjadi perang, maka resolusi yang terbaik terpulang dari polical will dari negara atau pemerintah India.

Kebijakan ini hendaknya mampu menata kembali hubungan etnik Hindu dan Muslim tidak dalam pola hubungan yang diametral. Sebenarnya kebijakan seperti ini pernah direase oleh para pendiri India seperti Nehru dan Gandhi.
      Meskipun diakui bahwa kebijakan seperti ini memang masih sulit dilakukan oleh rezim India yang secara kebetulan sedang dijalan oleh kelompok yang pro fundamentalis Hindu yang cenderung agresif terhadap kelompok Muslim. Namun isi demokrasi bisa digunakan sebagai media, sekaligus daya bagi kelomok Muslim dalam proses politik. Proses penguatan kekuatan politik dikelompok Muslim perlu ditingkatkan kembali pola-pola besaran ke Pakistan dalam konteks sosial semakin mempersulit posisi umat Islam yang berada di India. Disamping kualitas yang tertinggal di India semakin tidak berkualitas, juga mereka menghadapi gejala pengkambinghitaman dari komunita Hindu.
            Keberanian rezim India untuk menata pola hubungan antara Muslim dengan Hindu, dan Muslim dengan negara perlu segera didesain. Jangan sampai pula kebijakan tersebut hanya bersifat sementara saja, dan relatif diusahakan agar rezim India tidak mengkaitkan perilaku Muslim Pakistan yang ada di India sebagai sandera.

E. Resolusi Antara India dan Pakistan
            Persoalan konflik India-Pakistan merupakan konflik antarnegara, yang dalam batas tertentu erdapat kompleksitas masalah disatu sisi dan simplitas masalah. Artinya pada titik tertentu masalah antarnegar oleh suatu rezim dianggap penting sekali sampai masuk dalam dataran ideologis, Namun bisa jadi bagi rezim yang lain dianggap dalam dataran hukum politik. Kesemuanya kembali pada persepsi dari elit pembuatan keputasan itu sendiri, yang biasanya jumlahnya sangat terbatas.
            Bagaimana kasus Pakistan dan India? Apakah bisa disamakan dengan kasus di Indonesia? Dari isu yang ada, konflik antara India-Pakistan lebih kepada isu sejarah separatisme, pembatasan, dan bisa tekanan eksternal. Dari sisi aktor yang terlibat dalam dataran elit politik dalam negeri, maupun Internasional. Dengan melihat peta ini tampak sekali konflik India-Pakistan sedemikian rumit, dibandingkan dengan konflik Indonesia-Malaysia ketika itu. Namun kalau kita cermati lebih mendalam dari tiga isu diatas, tampaknya substansi isu konflik ada pada isu ke dua yakni pembatasan, terutama masalah Jammu dan Kashmir.
            Dari sini kita bisa mengurai sisi objektif bagaimana mendesain resolusinya. Dalam proses resolusi konflik, sebenarnya kekuatan internasional seperti PBB telah melakukan intervensi terhadap konflik ini semenjak konflik ini muncul di tanhun 1947, pasca pecahnya India dengan melakukan suatu plebisite. Namun usaha ini tak pernah terlaksan, yang akhirnya memuncak menjadi fenomena perang terbuka antara India dan Pakistan pada tahun 1965, peran akhirnya berakhir setelah kedua belah pihak menandatangani deklarasi Tashken yang disponsori PBB untuk mempertahankan garis pembatasan sebelumnya.
            Problem India dan Pakistan menjadi semakin rumit manakal dilihat dari pihak Kashmir terjadi diversitas, yakni kelompok yang pro-India yang notabeni beragama Hindu, terutama diwilayah Jammu. Kedua, kelompok yang pro-Pakistan yang notabeni Islam dan kelompok nasionalis Khasmir. Dengan demikian terjadi multi aktor yang terlibat dalam konflik India dan Pakistan.
            Langkah awal yang bisa dilakukan para elit pengambil keputusan di Pakistan dan India, terutama elit militer memang diperlukan kesepahaman satu sam lain akan hakikat konflik, kerugian dan keuntungan sampai implikasinya. Tanpa kesepahaman maka suit mempertemukan proses penyelesaian masalah. Setidaknya India dan Pakistan bisa belajar dari kasus cepat pulihnya hubungan Indonesia dan Malaysia ketika melakukan konfrontasi diawal dekade 1965.
            Dalam kasus India-Pakistan memang selama ini mengalami kesenjangan orientasi kemiliteran. Para perwira militer Pakistan cenderung sekolah ke Amerika Serikat, yang memang memberikan asistensi militer, dan akhir-akhir ini banyak belajar dari Cina. Sedangkan India, yang dalam setting perang dinging menjadi mitra Uni Soviet, cenderung belajar ke Uni Soviet. Salah satu resolusi kultural adalah menciptakan ruang bersama bagi para perwira militer India dan Pakistan untuk saling belajar dan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan militer.












BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
            Konflik merupakan konsep sosial yang sering dimaknai secara berbeda, bahkan pluralistik makna konflik ini sosial. Pertama, perspektif struktural fungsional cenderung memandang konflik sebagai gejala patologi sosial yang disebabkan oleh ketidak harmonisan dari sub-sistem dalam proses adaptasi menuju perubahan. Pandangan ini menyatakan bahwa sumber konflik terjadi karena salah satu sub-sistem tidak berfungsi. Sehingga konflik dipahami sebagai penhambat perubahan soaial. Dan pada akhirnya perspektif struktural fungsional memandang konflik sebagai gejala yang tromatik dan perlu dihindari.
            Ke  dua, perspektif jelas cenderung memandang konflik sebagai gejala yang sehat dalam masyarakat, bahkan menunjukkan berjalannya fungsi dari sub-sistem masyarakat. Sehingga konflik bukan sebagai gejala patologi, bahkan sebagai dinamika dalam proses perubahan. Energi konflik inilah yang dianggap sebagai embrio perubahan, bahkan jika konflik tidak ada dalam masyarakat justru ini masyarakat yang tidak sehat.
            Kajian tentang konflik merupakan, kajian yang sudah sangat lama dan sangat kaya. Berbagai kontruksi teori telah dimunculkan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Unit analisi terjadinya konflik antara masyarakat antara entnik atau negara dapat dipetakan menjadi dua kategori besar; pertama, konflik domestik belaka yang tidak kemudian berimbas pada dengan proses pemisahan secara politik ataupun teritorial. Kedua, konflik antara negara atau masyarakat dan etnik yang berimplikasi terhadap proses pemisahan dari negara.









Daftar Pustaka
Surwardono. 2011. Resolusi Konflik di Dunia Islam. Yogyakarta. Graha Ilmu
Hunter Shireen. 2005. Politik Kebangkitan Islam. Yogyakarta. Pt. Tiara Wacana Yogya

Kettani Ali. 2005. Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini. Jakarta. PT. Raja Grafindo       Persada