BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Vietnam merupakan salah
satu dari negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Vietnam merupakan negara
yang menganut sistem Sosialis-Komunis, orang-orang Vietnam biasa juga dikenal
dengan orang Indo-Cina.[1] Mengingat
kawasan ini pernah diduduki oleh kekaisaran Cina.
Sejarah Vietnam pada
masa kolonial mengungkapkan bahwa kawasan ini berada di bawah kontrol Perancis,
Perancis berhasil menduduki seluruh kawasan Indo-Cina. Pada awal abad ke-20
kedudukan Perancis mulai terdesak karena perkembangan ideologi-ideologi baru
terutama setelah Restorasi Meiji di Jepang, dan gerakan dr. Sun Yat Sen di Cina
menyebabkan terjadi berbagai pembangkangan dari penduduk ditambah lagi keadaan
politik dunia yang akan mendekati Perang Dunia II.
Pergerakan-pergerakan
yang mulai mengusik keberadaan Perancis ditandai dengan munculnya berbagai
sekte agama, salah satunya Hao hao. Munculnya tokoh-tokoh baru, diantaranya
yang sangat berperan dalam pergerakan Nasionalisme Vietnam adalah Ho Chi Minh.
Pada awalnya Ho Chi
Minh tinggal di Perancis dengan nama Nguyen Ai Quoc (Nguyen Sang Patriot). Ia
memiliki kontak dengan Partai Sosialis Perancis.[2]
Selanjutnya dikatakan bahwa, pada tahun 1925 Ho (yang sedang tinggal di Kanton
atau Guangzhou) mendirikan organisasi revolusioner Vietnam yang biasa dikenal
dengan nama pendek Than Nien
(Pemuda).[3]
Kedudukan Prancis di
Vietnam pada awal Perang Dunia II masih dipertahankan oleh Jepang yang
menyerang seluruh kawasan Asia Pasifik, ini karena di negeri Perancis sendiri
banyak terdapat pendukung yang berpihak kepada blok Fasis. Pada saat akhir masa
Perang Dunia II, karena semakin terdesak Jepang menggulingkan pemerintahan
Perancis.
Pasca
Perang Dunia II dengan kemenangan di pihak sekutu memberikan dampak kembalinya
para penjajah ke negeri jajahan mereka masing-masing termasuk Perancis yang
telah menunggu untuk dapat kembali berkuasa di Vietnam. Inilah yang menjadi
akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya Perang Vietnam atau juga dikenal
Perang Indo-Cina yang berlangsung selama dua periode.
Perang
Indo-Cina pertama menitik beratkan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial
Perancis. Sedangkan Perang Indo-Cina Kedua merupakan perlawanan komunis
terhadap pemerintahan non-komunis yang di bekengi Amerika.[4]
Perang yang telah memakan korban yang cukup banyak ini ternyata berlangsung
lama, secara garis besar perang ini berlangsung dari 1946 hingga 1975. Makalah
ini mencoba untuk memaparkan tentang Perang Indo-Cina namun lebih terfokus
kepada Vietnam yang menjadi pusat perlawanan.
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah ini berguna untuk dapat menjadi titik fokus kita dalam pembahasan
makalah dan juga memberi batasan terhadap pembahasan yang melenceng dari
makalah dan telah diuraikan sebagai berikut :
1. Apa
yang menyebabkan Perancis dapat kembali ke Vietnam ?
2. Jelaskan
latar belakang yang menyebakan terjadinya perang ?
3. Siapa
tokoh yang sangat berperan terhadap peperangan ini ?
4. Kemukakan
secara singkat tentang peran negara-negara luar yang mendukung pihak yang
sedang berperang ?
1.3.
Tujuan dan Manfaat
Adapun
tujuan dan manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini sebagai berikut :
1. Memberikan
deskripsi kepada forum tentang Perang Indo-Cina, khususnya Vietnam.
2. Dapat
memaparkan setiap peristiwa secara kronolgis.
3. Dapat
menjelaskan dampak dari peperangan ini.
4. Menambah
wawasan terhadap sejarah Vietnam.
5. Memenuhi
tugas makalah dalam perkuliahan Sejarah Asia Tenggara.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Tokoh Dibalik Perang
Perang Vietnam
yang telah dilancarkan bertahun-tahun menyebabkan berbagai kehancuran dalam
berbagai sektor, ini di akibatkan oleh berhasilnya para pemimpin-pemimpin
perang dalam menanamkan cita-cita heroiknya dan keberhasilan dalam menjalankan
pemerintahan.
Sebelum
kita membahas lebih dalam tentang Perang Vietnam, maka kita secara sepintas
mencoba untuk mengenal para pemegang sentral dalam proses peperangan.
1.
Ho
Chi Minh
Minh lahir pada 19 Mei
1890, dengan nama Nguyen Sinh Cung. Lahir di desa kecil Kimlien, Nghe An,
Vietnam Tengah. Min lahir dalam keluarga pemberontak, ayahnya merupakan seorang
pegawai yang mengundurkan diri seiring dengan makin mantapnya kekuasaan Perancis
di sana.
Minh di sekolahkan si
sekolah Perancis, yaitu Akademi Nasional. Saat bersekolah di sini, Minh mulai
bersikap kritis. Baginya sebuah hal aneh jika Perancis terkenal dengan slogan
“Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan”, tetapi dalam kenyataannya melakukan penjajahan
di atas Indo-Cina.[5]
dalam kehidupannya Minh banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor kejadian yang
ada, dia sangat berfikir kritis dalam segala hal.
Minh sangat terpengaruh
oleh berbagai perkembangan yang ada di negeri Cina. Minh sempat merantau hingga
ke Perancis, di sana dia bekerja diantarnya menjadi juru masak. Setelah
berkeliling ke berbagai negara, selama 1917-1923 Minh menetap di Paris dan
bekerja sebagai pembantu seorang fotografer. Pada masa inilah ia mulai secara
serius mempelajari karya-karya Karl Marx dan penulis kiri lainnya.[6]
Akibatnya Minh mulai
terjun secara langsung kedalam polik haluan kiri, dia semakin aktif dan semakin
dikenal oleh orang banyak dengan sikapnya yang sangat berani menentang
kekuasaan Perancis. Ho Chi Minh mulai aktif dalam kegiatan Komunis
Internasional, dia mengikuti berbagai pertemuan yang ada di Rusia dan Cina.
Minh nyaris kehilangan nyawanya saat gagal dalam melakukan pemberontakan
terhadap Perancis, namun dia berhasil lari ke Hongkong, sejak saat itu juga Minh
sering sekali mengganti namanya.
Saat Jepang menguasai
Vietnam, Minh sangat menentang Fasisme, dia beranggapan bahwa Fasisme lebih
berbahaya dari pada Imperialisme dan Kapitalisme, hal ini berbeda dengan
golongan Nasionalis Vietnam yang lain. Mereka bekerja sama dengan Jepang, hal
ini juga menyebabkan naiknya popularitas Minh dalam Masyarakat.
Pada 10 Mei 1941, di
Pegunungan Marx, bersama kaum komunis Vietnam lainnya, terbentuklah Vietminh
(Liga Pembebasan Vietnam). Sayap organisasi militer baru ini dipimpin oleh
Jenderal Vo Nguyen Giap.[7]
2.
Ngo
Dinh Diem
Ngo Dinh Diem lahir 3
Januari 1901. Dia adalah seorang Katolik yang taat dan merupakan pejabat
tertinggi dari Dinasti Nguyen. Pada saat
pemerintahan Minh, dia mengasingkan diri ke Amerika Serikat. Berakhirnya
babak pertama Perang Vietnam dia dipanggil oleh Bao Dai untuk menjadi perdana
menteri untuk bagian Vietnam Selatan.
Diem menerima jabatan
tersebut dan menyingkirkan kaisar dalam cara referendum curang pada 1955. Tak
lama setelah itu Diem menyatakan dirinya sebagai Presiden Vietnam Selatan.[8]
Diem yang disokong oleh Amerika melakukan pembangunan dan ingin memulihkan
kondisi Vietnam Selatan dari pengaruh Komunis yang terus masuk dari Vietnam
Utara.
Diem menyingkirkan
musuh-musuhnya dengan cepat dan menumpas segala gerakan yang menjurus ke
persatuan Vietnam (baca: Vietkong). Namun tanpa disadari pemerintahan yang
dijalankan ternyata sangat buruk karena korupsi yang merajalela. Ditambah lagi
dengan Amerika yang telah tidak begitu mendukung Diem.
Salah satu segi
kelemahan pemerintahan Ngo Dinh Diem, terletak dalam sistem dan tata
pelaksanaan politiknya. Ia sangat menyandarkan diri pada partai Can Lao, yang
dipimpin oleh adiknya sendiri, yakni Ngo Dinh Nhu dan istrinya Tran Le Xuan
yang sangat ambisius. Parta Can Lao itu bertindak sebagai agen rahasianya dan
menguasai Gerakan Revolusi Nasional. Sekalipun saudara, tetapi banyak pandangan
dan tindakan Ngo Dinh Nhu sangat berlainan dengan Ngo Dinh Diem sendiri.
Sungguh sangat tercela tindakan iparnya Tran Le Xuan, yang bertindak
seakan-akan menjadi Ratu Vietnam. Karena memang Ngo Dinh Diem tetap masih
membujang, maka segala sesuatu mengenai rumah tangga di kediaman resminya di
Saigon, diatur oleh Tran Le Xuan. Di samping itu, Tran Le Xuan dengan secara
mencolok mengumpulkan banyak harta benda dan menguntungkan sanak keluarganya
dengan mengankat mereka dalam jabatan negara yang penting-penting, segingga
banyak menimbulkan kemasgulan.[9]
2.2.
Perang Vietnam Pertama (1945-1954)
September
1945, Ho Chi Minh memproklamasikan kemerdekaan Republik Demokratik Vietnam,
namun kemerdekaan ini tidak diakui oleh pihak sekutu terutama Perancis. Sekutu
menugaskan Inggris dan Cina agar mengambil alih kekuasaan terhadap Vietnam dari
Jepang. Sedangkan pasukan Kuomintang masuk ke Vietnam melalui jalur utara.
Inggris
pada saat itu sedang sibuk bersama Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di
negeri jajahan mereka, maka dengan mudah Perancis membujuk Inggris agar
menyerahkan Vietnam kepada Perancis.
Penyerahan berlangsung di Saigon. Di samping itu, Minh terus berupaya
mengkonsolidasikan wilayahnya. Kuomintang terus memporak-porandakan Vietnam
bagian utara.
Di Perancis, pasca
Perang Dunia II terbentuknya suatu pemerintahan baru yang berhasil dikuasai
oleh kelompok Sosialis dan Komunis, sehingga kebijakan untuk Vietnam masih
belum jelas kelanjutannya. Namun hak-hak Perancis tetap diperteguhkan, bagi
Minh ini menjadi suatu keuntungan yang menandakan bahwa Perancis dengan
pemerintahan yang sekarang akan membasmi pasukan Kuomintang yang berada di
utara karena beraliran anti-komunis. Cina sangat tidak suka dengan Vietnam
karena mereka menganut aliran Komunis, sehingga pada 1946 Cina menyerahkan
mandatnya kepada Perancis.
Dalam
waktu bersamaan datanglah Panitia Militer Pemeriksa dari Amerika Serikat di
Hanoi. Panitia ini di mana-mana menentang pengembalian kolonialisme Eropa gaya
kuno. Kebijaksanaan ini diambil dari tindak lanjut politik Pintu Terbuka
Amerika Serikat, dan juga dari negara-negara Barat yang lain.[10]
Ho Chi Minh
memainkan politik jitu, yaitu dengan membubarkan Vietminh untuk mengaburkan
pandangan Amerika tentang Vietnam yang komunis dan nantinya pada 1951 Minh
dengan tegas mengungkapkan kepada semua ideologi Vietnam yang komunis. Minh
beranggapan bahwa perlunya sebuah perundingan untuk menyelesaikan permasalahan
dengan Perancis. Tahun 1946 dihabiskan untuk perundingan yang tiada hasil.
Ternyata perundingan yang tidak berguna ini digunakan oleh Giap untuk
memperkuat basis militer di Vietnam.
Pertempuran
awal Vietnam mengalami kekalahan, di karenakan kesiapan Giap dalam memimpin dan
perlengkapan persenjataan yang kalah dengan pihak lawan menyebabkan mereka
terpaksa mundur. Dampak dari perang pertama ini maka Perancis pada 1950 mendirikan
sebuah pemerintahan yang terletak di Vietnam Selatan yang beribukota Saigon.
Wilayah ini langsung berada di bawah Uni Perancis dengan mengangkat Bao Dai
sebagai kepala negara yang dijadikan boneka oleh Perancis. Tujuan dibentuknya
pemerintahan di bagian selatan adalah untuk menghalau laju komunis namun tidak
pernah berhasil.
Negara
baru ini bahkan menambah masalah, Bao Dai bukanlah seorang yang disukai selain
itu masyarakat menganggap Bao Dai bekerja sama dengan Perancis sehingga dia
tidak berhasil mengembangkan rasa nasionalis dalam kalangan rakyat, ditambah
lagi dengan tekanan dari sekutu untuk memberikan otonomi penuh bagi wilayah
ini.
Berdirinya
Zhonghua Renmin Gongheguo (Republik
Rakyat Cina) 1949 menandai titik balik bersejarah. Rupublik Demokratik Vietnam
sekarang memiliki rezim bersahabat di ‘halaman belakang’ rumahnya. Cukup banyak
bantuan Cina yang datang~baik material maupun personel.[11]
Selain itu pasukan Vietnam dikirim ke Cina untuk mendapat pelatihan militer dan
ideologi komunis, serta menjadikan pedoman dalam melakukan pergerakan.
Pasukan
Vietnam dan Cina bekerja sama untuk mengusir Perancis di wilayah perbatasan.
Mereka berhasil menghancurkan pos-pos yang diduduki Perancis oleh karena itu
Amerika semakin meninjau kawasan Vietnam yang tidak mampu ditangani oleh
Perancis guna menghalau pengaruh komunis. Sekali lagi, tahun 1953 semakin
menandakan kelemahan Perancis hal ini dapat dilihat langsung dengan kekalahan
berturut-turut yang diderita oleh Perancis, walaupun mendapat sokongan penuh
dari Amerika tetap saja mereka tidak mampu mengahalaunya.
Perancis
beranggapan bahwa perang dapat dimenangkan apabila dilakukan dalam lapangan
terbuka, sedangkan yang terjadi adalah pasukan Perancis harus menjaga berbagai
kawasan yang dianggap strategis untuk kepentingannya. Lain halnya dengan
pasukan Vietnam yang melakukan penyerangan dari segala penjuru, prinsip pasukan
Vietnam yaitu merebut kawasan mana saja yang memungkinkan untuk direbut.
Dampaknya
sangat terasa bagi Perancis, mereka harus menyebar pasukannya untuk menjaga
berbagai kawasan, sehingga pasukan Perancis terpecah belah dalam kelompok yang
cenderung lebih kecil dibandingkan dengan pasukan Vietnam yang jumlahnya sangat
besar.
Babak terakhir dari
Perang Indo-Cina Pertama dimulai dengan serangan gabungan pasukan Tentara
Rakyat Vietnam dan Pathet Lao ke Laos
pada awal 1953 yang berhasil merebut Luang Phabang.[12]
2.3.
Perang Vietnam Kedua (1954-1975)
Perang
Vietnam kedua mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu di sini mereka tidak lagi
melawan kolonial, namun melawan ideologi yang anti komunis. Masa depan
Indo-Cina dirundingkan dalam Konferensi Jenewa yang dibuka pada Juli 1954.
Selain negara-negara adidaya~Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Uni Soviet dan
Republik Rakyat Cina~konferensi juga dihadiri oleh delegasi-delegasi komunis
dan non-komunis dari masing-masing negara.[13]
Hasil
perundingan berujung pada perdebatan sengit dari Konferensi Jenawa adalah
pembagian Vietnam menjadi dua yang dipisahkan garis 17 derajat lintang utara.
Republik Demokratik Vietnam tentu saja menganggap pihaknya sebagai pemerintahan
yang sah untuk seluruh negeri tetapi Inggris dan Amerika berkeras untuk
membelah menjadi dua wilayah. Baik Uni Soviet maupun Cina tidak memberikan
tekanan yang sejati sangat penting untuk memblokir keputusan ini. Republik
Demokratik Vietnam sekarang berkuasa di bagian utara sementara Negara Vietnam
di bawah pimpinan Bao Dai berkuasa di Vietnam Selatan. Kekuasaan Perancis sudah
murni berakhir kendati tetap mempertahankan hubungan dengan bekas-bekas
koloninya.[14]
Namun hasil dari
Perjanjian Jenawa tidak pernah ditanda tangani oleh Amerika dan Vietnam
Selatan, mereka menganggap bahwa keputusan dalam konferensi masih sangat
merugikan pihaknya. Setelah perjanjian disepakati oleh sebagian anggota, dilanjutkan
proses realiasai perjanjian tersebut.
Ho Chi Minh mulai
melakukan pembaharuan terhadap berbagai bidang, di mulai dengan revolusi
agraria dengan cara mengatur ulang sistem kepemilikan tanah, lalu menanamkan
ideologi marx tehadap penduduknya. Dalam masa ini Vietnam Utara mengalami
proses persatuan yang mantap.
Di samping itu, Vietnam
Selatan yang dipimpin oleh Bao Dai nyaris tidak memberikan kontribusi apapun
untuk pemerintahan. Bao Dai setelah akhir dari perang periode pertama, dia
menghabiskan waktu di Perancis. Pada 1954, Bao Dai memanggil Ngo Dinh Diem,
seorang yang sangat taat terhadap agama Katolik dan sangat anti komunis. Bao
Dai menawarkan jabatan perdana menteri untuknya. Pada masa Diem Vietnam Selatan
melakukan berbagai kebijakan yang sangat anti komunis, setelah Perjanjian
Jenewa, Diem mulai menentang Bao Dai. Pada Oktober 1955 dengan dukungan Amerika
ia merancang referendum yang menurunkan Bao Dai dari tampuk kekuasaan dan
mendirikan Viet Nam Cong Hoa (Republik
Vietnam).[15]
Dengan referendum ini
menjadikan Diem sebagai presiden pertama Republik Vietnam, di samping itu,
Amerika makin masuk secara langsung menggantikan Perancis ke dalam kancah
politik Vietnam, guna menghalau pergerakan komunis Vietnam. Amerika sangat
khawatir terhadap pengaruh komunis, dengan Teori Domino yang dikeluarkan oleh
Amerika membuat mereka semakin khawatir, inti dari toeri itu adalah apabila
Vietnam menjadi komunis maka Asia Tenggara seluruhnya akan menjadi komunis,
lalu Amerika mengajak para sekutunya untuk membentuk suatu pakta pertahanan,
setelah melalui berbagai perundingan. Inggris dan Amerika sepakat mendirikan
pakta pertahanan di Manila yang di sebut dengan South-East Asian Treaty Organization (SEATO).
Diem pada awal
pemerintahnnya mendapat berbagai dukungan, dia berhasil menghancurkan
musuh-musuhnya yang dianggap berbahaya. Amerika mendukung pemerintahnya dengan
berbagai dana yang telah disediakan termasuk dalm bidang militer. Amerika
melakukan pemboman di wilayah Vietnam Utara guna mencegah pasukan Minh masuk ke
dalam Vietnam Selatan dan melatih pasukan Vietnam Selatan.
Di Vietnam Utara, Minh
dengan konsep penyatuan seluruh Vietnam terus mempropagandakan ideologinya
selain menyusupkan pasukan Vietminh yang menjelma menjadi Vietkong untuk
melakukan perlawanan di Vietnam Selatan, Vietkong terus bergerak melakukan
penyerangan-penyerangan walaupun berhasil dihalau oleh pasukan Diem. Minh
membujuk Vietnam Selatan untuk menyelanggarakan pemilu sesuai dengan Perjanjian
Jenawa, namun hal itu ditolak oleh Diem, bahkan dia menuding bahwa Vietnam
Utara telah menyusupkan pasukan komunis kedalam negaranya. Akibatnya Hanoi
mendukung pembentukan Front Nasional Untuk Pembebasan Vietnam Selatan (FNPVS).
Melihat keadaan ini
Amerika melipat gandakan bantuannya, dengan alasan untuk mempertahankan
kebebasan dan kemerdekaan, Diem secara militer dapat menguasainya namun tidak
dalam politik.
Semakin terlihat berbagai
pergerakan dan protes yang muncul menentang Diem, hal ini di sebabkan caranya dalam
menangani masalah dengan kekuatan militer. Pada bulan Mei 1963, ketengan antara
para biksu Budhis dan pemerintah muncul ke permukaan, lantaran Ngo Dinh Diem
tidak menindak tegas orang Katolik yang melanggar peraturan pengibaran bendera.
Sewaktu di sejumlah kuil Budhis didapati persediaan senjata dan bahan peledak,
Diem memaklumkan Vietnam Selatan dalam keadaan bahaya (Agustus 1963) dan menahan
beberapa tokoh pemberontakan. Walaupun gerakan ini didalangi oleh seorang biksu
yang berhalauan komunis, tetapi pers Barat memojokkan Ngo Dinh Diem. Akhirnya
dinas Intelijen AS (CIA) menyatakan bahwa Diem dan Nhu harus disingkirkan.[16]
Vietnam Utara terus
menyokong berbagai dukungan terhadap pergerakan perlawanan terhadap anti Dien, sementara
itu Dien kehilangan dukungan dari berbagai kalangan termasuk Amerika, hal ini
membuat pasukan yang tergabung kedalam FNPVS dengan leluasa bergerak di Vietnam
Selatan. Akhirnya pada 2 November 1963
Dien ditembak mati.
Antara 1963 dan 1967
Vietnam Selatan memiliki serangkaian pemerintahan militer yang sejalan dengan
jatuh bangunnya berbagai kelompok perwira. Stabilitas meski hanya dalam batas
terentu tercapai pada 1967 dengan terpilihnya Jenderal Nguyen Van Thieu sebagai
presiden dan Jenderal Nguyen Cao Ky sebagai wakil prsiden.[17]
Namun para penerus
pemerintahan ini tidak lebih kuat dari pada pemerintahan Ngo Dinh Diem bahkan
sebaliknya. Hal ini yang memaksa Amerika turun tangan langsung untuk
mengendalikan keadaan yang semakin kacau, disamping itu, pergerakan Vietkong
telah berhasil menduduki beberapa kantong-kantong militer Vietnam Selatan.
Sekarang, Amerika
menggunakan kebijakan dua-arah yaitu menggunakan pasukan tempur di Selatan dan
melakukan kampanye pemboman di kawasan Utara.[18] Tidak
hanya itu Amerika juga membentuk Tentara Republik Vietnam atau Army of the Republic of Vietnam (ARVN). Sejak
pendaratan marinir pertama kalinya pada awal 1965, jumlah tentara Amerika
bertambah dengan cepat hingga mencapai 500.000 pada akhir 1967.[19]
Namun kedatangan
pasukan ini nyaris tidak memberikan hasil, bahkan membuat masalah baru, dengan
datangnya ribuan pasukan memberikan dampak terkikisnya budaya yang dianut oleh
masyarakat, ini yang sangat tidak
disenangi selain mengganggu pada sektor ekonomi. Dampak lainnya bahkan makin
memperbanyak penduduk yang memihak kepada Vietkong. Vietkong bekerja sama
dengan FNPVS dan dukungan penuh dari Hanoi membentuk Angkatan Bersenjata
Pembebasan Rakyat, serta terus mempercepat ruang gerak mereka dalam melakukan
serangan gerilya terhadap musuh.
Amerika menyebut perang
itu sebagai perang melawan invasi dan subversi tehadap Vietnam Selatan.
Sebaliknya, Vietnam Utara menyebutnya sebagai perang pembebasan nasional,
karena bermaksud untuk membebaskan daerahnya yang masih dikuasai imperialis dan
kaki tangannya.[20]
Pasukan Amerika tidak
mampu menghadapi serangan demi serangan yang dilancarkan oleh pasukan gerilya
Vietkong, ini karena pasukan Amerika tidak mampu menguasai medan pertempuran
yang sangat rumit beserta dengan berbagai perangkap lawan dan tidak mampu
membedakan antara tentara Vietkong dan FNPVS dengan rakyat biasa. Ditambah lagi
dengan berbagai penyakit yang terus menyerang pasukan Amerika menyebabkan
turunnya moral pasukan dengan kondisi yang sangat menggenaskan. Serta tidak
sedikit dari mereka yang dipulangkan karena mengalami gangguan jiwa akibat
tekanan yang dihadapi.
2.4.
Akhir Dari Perang Vietnam
Pada 1968 partai
melancarkan serangan Tet (Tahun Baru Imlek) yang terkenal dengan menyerbu
fasilitas-fasilitas Amerika dan Vietnam Selatan di seluruh pelosok negeri.[21] Pada
akhir 1960-an kemenangan tetap susah diraih rezim Vietnam Selatan dan sekutu
Amerikanya. Amerika Serikat pelan-pelan mulai mencari jalan keluar.[22]
Seperti telah diungkapkan sebelumnya[23]
bahwa berbagai kendala yang tidak dapat dihadapi oleh pasukan Amerika membuat
negara adi daya ini mencari jalan keluar.
Strategi ‘Vietnamisasi’
Richard Nixon berbuntut pemulangan prajurit pertama kalinya pada 1969.
Alasannya, beban pertempuran secara bertahap tetapi terus-menerus akan
diserahkan pada ARVN.[24]
Namun dibelakang itu adalah cara politik yang dijalankan Amerika guna menutup
reputasi buruk mereka di mata dunia. Selanjutnya inisiatif untuk melakukan
perundingan mulai dijalankan. Segmen utama pembicaraan damai ini dimulai pada
1970 dan berlarut-larut selama lebih dari dua tahun sebelum berujung Perjanjian
Perdamaian Paris di awal 1973.[25]
Setelah perjanjian ini,
maka Amerika mulai menarik secara bertahap pasukannya. Hilangnya penyokong
utama Vietnam Selatan dalam menghadapi komunis membuat mereka lemah dan tidak
mampu berkutik. Vietnam Utara tidak menyia-nyiakan kesempatan mereka dalam
mewujudkan cita-citanya untuk menyatukan Vietnam. Serangan demi serangan terus
dilancarkan, pemerintahan Vietnam Selatan terus surut dengan berbagai kekacauan
yang dihadapi. Para pemimpin Vietnam terus mengharapkan bantuan yang tidak
mungkin lagi diberikan oleh Washington kepada mereka. Di samping itu, pasukan
Vietkong terus melebarkan sayapnya di Vietnam Selatan. Pada awal 1975 pasukan
revolusiner mulai melakukan serangan final yang berubah menjadi kekalahan telak
bagi ARVN. Aksi mengerucut pada jatuhnya pemerintahan Vietnam Selatan pada
April 1975.[26]
Perang yang dilakukan
Vietnam Utara dilengkapi dengan perang ideologi, ekonomi, politik, teknologi,
sosial-budaya, dan psikologis.[27]
Perang Vietnam yang berkepanjangan ini juga tidak kalah dari pengaruh Perang
Dingin yang dijalankan oleh dua negara
adi daya baru yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet yang keluar sebagai
salah satu pemenang dalam Perang Dunia II bersama sekutunya. Vietnam merupakan
salah satu dari sekian banyak negara yang menjadi korban Perang Dingin.
Dengan hilangnya
Amerika dalam Perang Vietnam maka berkhirlah perang ini. Karena itu pada bulan
Mei 1974 Vietnam Selatan jatuh ke tangan Vietnam Utara, dan pada tanggal 25
April 1976 di seluruh Vietnam diadakan pemilihan umum yang menghendaki
bersatunya seluruh Vietnam (reunivikasi Vietnam), sehingga terbentuklah
Republik Sosialis Vietnam dengan ibukota Hanoi.[28]
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Setelah
membahas Perang Vietnam maka dapat kita simpulkan pokok-pokok dari pembahasan
di atas sebagai berikut :
1. Perang
Vietnam berlangsung selama 1945 sampai dengan 1975.
2. Tokoh
utama dalam perang ini adalah Ngho Dinh Diem dan Hoe Chi Minh.
3. Negara-negara
pendukung blok tertentu dalam perang ini yaitu :
a. Amerika
Serikat, Inggris, dan Perancis menjadi negara yang menyokong Vietnam Selatan.
b. Uni
Soviet atau Rusia dan Cina menjadi negara penyokong Vietnam Utara.
4. Akhir
dari perang ini di awali dengan Perjanjian Jenawa.
5. Dampak
dari perang ini adalah bersatunya Vietnam dalam ideologi komunis.
DAFTAR
PUSTAKA
Rengganis, Ratna. (2013). Sosok di Balik Perang. Jakarta Timur: Raih Asa Sukses.
Ricklefs, et.al.
(2013). Sejarah Asia Tenggara.
Diterjemahkan oleh: Komunitas Bambu.
Jakarta: Komunitas Bambu.
Wiharyanto, A Kardiyat. (2012). SEJARAH ASIA TENGGARA: Dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunnya ASEAN. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
[1] Mencakup
wilayah Vietnam, Kamboja, dan Laos sekarang.
[2] M. C
Ricklefs, et al, Sejarah Asia Tenggara.
Terj: Tim Komunitas Bambu, Jakarta:Komunitas, 2013, hlm. 446.
[3] Ibid.
[4] Ibid,
hlm. 565.
[5] Ratna
Rengganis, Sosok di Balik Perang,
Jakarta Timur: Raih Asa Sukses, 2013, hlm. 7.
[6] Ibid,
hlm. 11.
[7] Ibid,
hlm. 13.
[8] Ibid,
hlm. 17.
[9] A
Kardiyat Wiharyanto, Sejarah Asia
Tenggara, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2013, hlm. 86-87.
[10] Ibid,
hlm. 73.
[11]
Ricklefs, op. cit. hlm. 571.
[12] Ibid,
hlm. 572.
[13] Ibid
[14] Ibid,
hlm. 573.
[15] Ibid,
hlm. 575.
[16]
Wiharyanto. Op. cit, hlm. 87.
[17]
Ricklefs. Op. cit, hlm. 578.
[18] Ibid,
hlm. 579
[19] Ibid.
[20]
Wihayanto. Op. cit, hlm. 88.
[21]
Riklefs. Op. cit, hlm. 580.
[22] Ibid,
hlm. 581.
[23] Baca
halaman 13
[24]
Riklefs. Op. cit, hlm. 581.
[25] Ibid.
[26] Ibid.
[27]
Wiharyanto. Op. cit, hlm. 88.
[28] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar