BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Segala
perasaan yang berabad-abad tidur dalam hati rakyat itu, dan telah
dihidup-hidupkan lagi dari jauh oleh Perhimpunan Indonesia, dari dekat oleh PNI
sampai jadi kehidupan yang insaf, segala perasaan itu telah bernyala-nyala
dengan hebat, bukan saja semasa hidupnya partai itu, tetapi juga sesudah partai
itu bubar, tinggal tetap meliputi seluruh lapangan pergerakan. Cita-cita untuk
mendapat persatuan dan cita-cita untuk mendapat kemerdekaan Indonesia (keduanya
itu merupakan usaha menuju Indonesia merdeka, Indonesia mulia atau Indonesia
Raya) terdapat dimana-mana saja.
Pada dasarnya lahirnya PNI Baru adalah usaha untuk
menghilangkan ketidakpuasan atas pembubaran PNI dan berdirinya Partindo.
golongan yang tidak puas itu berhimpun dalam kelompok Golongan merdeka yang ada
di kota-kota besar di Jawa dan Sumatra. Kelompok itu menyebutkan dirinya klub
pendidikan Nasional Indonesia yang menekankan pembinaan anggota-anggotanya yang
terdidik baik dan berkesadaran politik yang tinggi.
Organisasi
persatuan yang bernama Pendidikan Nasional Indonesia ini lahir pada tahun 1933
di Yogya merupakan organisasi yang berdasarkan nasionalisme dan demokrasi. Ia
berpendapat, bahwa suatu Tanah Air yang merdeka akan tercapai dengan jalan
mendidik Rakyat, menyiapkannya dan menganjurkannya dalam hal kebatinan dan
keorganisasian hingga bisa diadakan suatu aksi rakyat umum berdasarkan demokrasi untuk memperoleh
kemerdekaan itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya PNI Baru
Tidak adanya lagi aksi dari PNI (Partai
Nasional Indonesia) selama waktu pemeriksaan perkaranya oleh hakim menimbulkan
rasa kecewa pada pemimpin-pemimpin rendahan dan anggota-anggotanya yang aktif. Sartono
yang pandangannya yang legalistic segera menginstruksikan agar semua kegiatan cabang
sementara waktu dihentikan. Bahkan berusaha untk membubarkan PNI serta kemudian
mendirikan partai baru. Tindakannya itu dimaksudkan agar dengan identitas baru
organisasi baru tidaak menjadi sasaran dan buronan penguasa. Sikap seperti itu
dikritik secara pedas oleh Moh. Hatta yang mengatakan bahwa PNI telah bunuh
diri sebelum berhadapan benar-benar dengan lawannya.
Ada sekelompok anggota PNI yang tidak mau
mengikuti haluan Sartono, mereka mendirikan studieclub
dibeberapa tempat antar lain di Batavia, Bandung, Surabaya, Semarang,
Malang dan Palembang. Kemudian mereka mendirikan sendiri Golongan Merdeka, yang
kemudian lebih terkenal sebagai PNI Baru.
Menurut pandangan Moh. Hatta
kesimpangsiuran dan kekacauan di kalangan kaum nasionalis adalah adanya
manifestasi krisis ideology. Sesungguhnya meskipun gayanya berbeda-beda, isi
perjuangan kaum nasionais seharusnya sama, sehingga banyak konflik dapat diatasi.
Disinilah sebenarnya letak persatuan dan tidak seperti yang dikonsepsikan
Soekarno tentang hakikat organisasi PPPKI. Seperti apa yang kemudian dirumuskan
oleh Golongan Merdeka yang kemudian yang terhimpun dengan nama PNI Baru atau
Pendidikan Nasional Indonesia ialah bahwa ideology politik harus berdasarkan
Kebangsaan dan Kerakyatan (nasionalisme dan demokarasi).
Intervensi pemerintah HB menimbulkan kejutan dikalangan anggota PNI
dan banyak menyadari arti kritik yang dilancarkan oleh Moh. Hatta, antara lain
politik agitasi lebih mudah dijalankan daripada menyusun organisasi yang baik
dan melatih anggotanya untuk menjadi kader politik yang baik. Pidato-pidato
yang bekobar-kobar adalah hal yang dangkal dan tidak mempunyai pengaruh
mendalam. Pertumbuhan partai lewat partai lewat kaderisasi lebih mantap
daripada lewat mobilisasi dan demagogi. Kegiatan kelompok-kelompok kecil lebih
terarah pada aktvitas untuk meningkatkan kesejahteraan sosial rakyat, antara
lain koperasi, kursus-kursus, dan lain sebagainya. Besarlah kekecewaan
dikalangan PNI akan peristiwa intervensi
gubernurmen. Mereka yang tidak ikut ajakan Sartono mulai bergabung
dengan nama Golongan Merdeka, antara lain dibawah pimpinan Soejadi. Kemudian
terjadi ploriferasi dan di berbagai tempat didirikan perkumpulan-perkumpulan
yang akhirnya dapat dihimpun dalam PNI Baru.
B. Perkembangan
Pada bulan Agustus 1932
Hatta pulang ke Tanah Air setelah sebelas tahun lamanya belajar di Belanda, ia
mencoba memepengaruhi gerakan nasionalis dari jauh dan akhirnya ia terjun
sendiri dalam gerakan yang diinginkannya. Hatta kemudian memegang pimpinan PNI
Baru dan tidak lama kemudian jumlah anggotanya meningkat terutama di Jawa Barat
dan di Jawa Timur. Ia membuat kursus kader yang didasarkan pada pamphlet yang
ditulisnya sendiri bejudul kearah
Indonesia merdeka yang mengambil tekanan pada kedaulatan Rakyat dan
Kebangsaan. Ia tidak menghendaki pemerintahan yang di pimpin oleh ninggrat dan
cendikiawan yang hanya menyokong dan mengurus kepentingan sendiri, tetapi
menghendaki pemerintahan rakyat. Individualisme Barat dipertentangkannya dengan
kolektivisme pedesaan. Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah yang ddukung
oleh depresi ekonomi menyebabkan PNI Baru banyak mendapat pengikut di
Indramayu, Cirebon dan Klaten. Organisasi itu akan membantu rakyat dan menjadi
pelindungnya dalam menghadapi ketidakadilan pemerintah.
Orang sering menyebut bahwa Partindo
adalah partainya Soekarno dan PNI Baru partainya Hatta dan Syahrir. Rupanya hal
ini dapat dibenarkan karena yang mendominasi partai-partai itu adalah soekarno
di satu pihak dan Hatta Syahrir dipihak lain. Soekarno berpendidikan barat dan
ia bukan satu-satunya yang berpengaru di Partindo tetapi ada pemimpin lain
seperti Ali sastroamijoyo, Sartono, Iskaq, Sayudi, dll. Hatta dan Syahrir jelas
berpendidikan barat dan penganut sosialisme dan demokrasi. Dilihat dari
golongan social didalam masyarakat maka pemimpin Partindo berasal dari keluarga
priyayi dan pemimpin PNI Baru berasal dari perangkat desa dan pegawai rendahan.
1.
Ideologi
Politik
Dalam menjalankan sosialisasi politik para pemimpin
partai nasionalis sebagai elite modern menghadapi masalah bagaimna mencapai dan
memobilisasi massa, mengingat bahwa mereka terpisah oleh jarak sosial dari
rakyat. Partindo atau PNI Baru sebagai organisasi nasionalis sekuler
membutuhkan ideologi politik yang non religius. Soekarno banyak menyumbangkan
konsepsi-konsepsi politik, antara lain konsep marchaenisme, sosio-nasionalisme,
dan sosio-demokrasinya.
Menurut Soekarno jalan untuk menghadapi kolonialisme
dengan kapitalismenya tidak lain ialah dengan menggerakkan massa yang paling
menderita sebagai korban sistem kolonial itu. Justru dalam hal ini PNI Baru
mempunyai strategi yang berlawanan dengan Soekarno. Menurutnya kaderisasi dan
pemantapan organisasi merupakan cara yang lebih tepat untuk meningkatkan proses
politisasi itu. Strategi ini terbukti efektif sehingga membuat pengikut massa
tidak berdaya sedikitpun. Setelah Soekarno dibebaskan tahun 1931, dia kembali
terjun kembali ke gelanggang politik menggunakan paham lamanya.
Kekuasaan Partindo berbatas hanya di daerah Jawa
saja, khususnya Jawa Barat dan Batavia. Di Jawa Timur sulit untuk dimasuki
karena pengaruh PBI lebih besar disana.
Soekarno tampak mengadaptasi ideologi-ideologi Barat
dan menerapkannya di Indonesia. Berbeda dengan ideologi sosialisme Hatta dan
Sjahrir, menurut mereka perjuangan kaum nasionalis tida berbatas pada
perjuangan melawan koloniaslisme Barat tapi juga menentang kaum Feodal dan
Borjuis yang bekerjasama dengan kolonial. Perbedaan isi ideologi kedua belah
pihak sebenarnya tidak terlalu nampak, tapi yang paling mencolok adalah gaya
dan jiwa perjuangannya. Namun kalau diukur dalam jangka pendek, kepemimpinan
Soekarno dapat menarik simpati rakyat apalagi anggota PPPKI mempercayakannya
memegang peranan di lembaga itu.
Organisasi nonkooperasi masih terbatas perannya di
kota-kota di daerah Jawa. Mereka adalah golongan elite antara lain kaum priyayi
dan pamong praja (BB) yang sulit menerapkan pengaruhnya di pedesaan. Dipandang
dari perspektif sosial, kaum inteligensia yang merupakan kaum elite priyayi dan
pamong praja (BB) sulit menyatukan kekuatan untuk melawan kolonial karena
perbedaan status sosial.
2.
Masalah
Persatuan
Salah satu isu yang sangat berpengaruh terhadap
penggalangan persatuan di antara organisasi-organisasi pergerakan nasional pada
tahun tiga puluhan ialah sekitar soal konsepsi persatuan itu sendiri. Dalam hal
ini yang menonjol ialah perdebatan dan pertentangan pendapar antara Partindo
dan PNI Baru atau seperti yang umum digambarkan sebagai pertentangan antara
golongan Soekarno dan Hatta seperti yang telah diterangkan di atas. Isu
tersebut di atas mulai hangat lagi pada tahun 1932 dan 1933 sewaktu timbul
gagasan untuk mempersatukan lagi Partindo dan PNI Baru. Kecuali pertentangan
pandangan politik tersebut ketidakserasian hubungan antara pemimpin kedua
partai itu merupakan faktor penghambat persatuan. Sjahrir yang sudah ada di
Indonesia sejak awal 1932 berusaha keras menjajagi situasi politik untuk dapat
mengarahkan PNI Baru.
C.
BERAKHIRNYA
MASA NONKOOPERASI
Bagi PNI Baru, akhir yang tragis dari politik
agitasi memang dalam kritiknya selalu dibayangkan akan terjadi; maka
kejadian-kejadian itu memberi pembenaran bagi strateginya. Meskipun demikian,
politik ketat sejak 1 Agustus itu tidak memberi ruang bergerak lagi kepada PNI
Baru.
Politik Gubernur Jenderal de Jonge tidak bersifat
setengah-setengah; maka dalam bulan Desember 1933 PNI Baru yang menjadi
sasaran: Moh. Hatta dan Sjahrir, ditangkap dan PNI Baru dilarang. Dengan tangan
besi Gubernur Jenderal de Jonge hendak mempertahankan otoritasnya, sehingga
setiap gerakan yang bernada radikal atau revolusioner tanpa ampun ditindasnya
dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawab atas keadaan di HB,
dan baginya dibayangkan bahwa dalam masa 300 tahun berikutnya pemerintah itu
akan masih tetap tegak berdiri. Politik represifnya berhasil menghentikan
gerakan politik nonkooperasi sama sekali.
Dalam hubungan ini perlu ditambahkan bahwa selama
dalam tahanan, Soekarno-menurut dokumen-dokumen arsip kolonial-telah menulis
surat kepada pemerintah HB sapai empat kali, yaitu tanggal 30 Agustus, 3, 21,
dan 28 September yang kesemuanya memuat pernyataan bahwa dia telah melepaskan
prinsip politik nonkooperasi, bahkan selanjutnya tidak lagi akan melakukan
kegiatan politik. Sudah barang tentu itu menggemparkan kalangan kaum nasionalis
serta menimbulkan bermacam-macam reaksi. Ada yang penuh keheranan atau
kekecewaan, adapula yang merasa jengkel atas perubahan sikap yang terbalik 180
derajat itu.
Terlepas dari berbagai tafsiran itu rupanya aliran
nonkooperasi tidak berdaya lagi, lebih-lebih karena salah seorang perintis dan
pelopornya telah mengingkari sendiri siap politik itu.
Pembuangan Soekarno ke Digul diperkirakan membawa
risiko karena dapat mempengaruhi bekas anggota PKI yang dalam jumlah besar ada
di sana. Akhirnya dipilih Flores sebagai tempat pembuangannya. Soekarno
diberangkatkan pada Februari 1934.
Meskipun PNI Baru tidak menjalankan politik agitasi
dan aksi massa, namun hubungannya dengan golongan komunis di Belanda dipakai
sebagai alasan untuk menahan Hatta, Sjahrir, dan anggota Badan Pekerja PNI Baru
dalam bulan Desember.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hanyalah
dengan usaha-tenaga rakyat sendiri kemerdekaan akan dapat direbut, maka itu
juga untuk kepentingan rakyat itusendirilah kemerdekaan akan tercapai. Jika
aksi rakyat umum yang bersifat kebangsaan dan demokrasi itu sudah mematahkan
kekuasaan imperialism dan kapitalisme, akan dibangunkan demokrasi (politik)
berdasarkan kedaulatan rakyat untuk menggantikan kekuasaan itu dan selain
daripada itu akan ditimbulkan demokrasi ekonomi, saling kerja sama dan
persamaan hak semua (colectivisme) untuk menggantikan kapitalisme yang sirna
itu dan dengan jalan itu akan mestilah kesentosan didapat oleh rakyat.
Kelas-kelas
manusia haruslah lenyap dan alat-alt untuk menghasilkan barang-barang
(perusahaan-perusahaan produksi) haruslah digenggam oleh Negara. Perjuangan
kemerdekaan itu bersifat perjuangan bangsa-bangsa (politik) serta perjuangan
kelas-kelas (ekonomi) bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah
Pergerakan Nasional.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
Pringgodigdo, A.K. 1986. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo
Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
PNI Baru itu Pendidikan Nasional Indonesia bukan Partai Nasional Indonesia
BalasHapus