Jumat, 26 Januari 2018

PRESIDEN VENEZUELA HUGO CHAVEZ

BAB I
PENDAHULUAN
  1.1            Latar Belakang
            Venezuela merupakan negara yang terletak di  Amerika Selatan. Pasca kemerdekaan dari Spanyol, Venezuela menetapkan sistem pemerintahan Konfederasi. Memasuki akhir abad ke 20 perpolitikan di Venezuela mulai tidak stabil. Ketika Hugo Chavez memimpin suatu kedeta yang gagal terhadap pemerintahan yang sah di tahun 1992, menandakan situasi politik dalam negeri yang buruk. Hugo Chavez sebagai figur penentang pemerintahan pada saat itu berhasil memenangkan pemilu pada tahun 1998. Sejak kepemimpinannya, Venezuela menjadi isu politik krusial dalam dunia internasional. Hugo Chavez menginginkan suatu perubahan bagi bangsanya atau biasa disebut dengan revolusi sosial.
            Dalam beberapa surat kabar Hugo Chavez pernah dijuluki sebagai penentang utama Amerika Serikat di dunia internasional, bahkan dia pernah mengeluarkan kata-kata buruk untuk Presiden Amerika Serikat. Hal ini membuat hubungan kedua negara tak kunjung akur. Hugo Chavez sebagai pemimpin yang sangat kontroversi baik di negerinya maupun di mata internasional. Keinginannya mengubah Venezuela menjadi sosialis menjadi kenyataan dengan ditopang oleh ladang minyak, perbaikaan dalam berbagai hal juga dilakukan untuk memajukan bangsanya, diantaranya membangun rumah sakit dan pendidikan gratis guna menumpas buta huruf.
            Hugo sebagai sosok pemimpin yang fenomenal baik bagi negaranya maupun bagi dunia internasional.

  1.2            Rumusan Masalah
            Adapun beberapa pertanyaan yang ingin dijawab diantaranya:
                         1.2.1.      Apa yang membuat Hugo Chavez menjadi seorang pemimpin yang fenomenal?
                         1.2.2.      Bagaimana proses Hugo Chavez menjadi presiden Venezuela ?
                         1.2.3.      Bagaimana reaksi dunia atas kematian Hugo Chavez ?
  1.3            Tujuan
                         1.3.1.     Memenuhi tugas akhir perkuliahan mata kuliah Sejarah Amerika
                         1.3.2.     Menambah wawasan tentang negara Venezuela beserta pemimpinnya


BAB II
PEMBAHASAN
  2.1            Pemimpin Yang Fenomenal
            Hugo Chavez lahir di daerah Llanos dekat kota Sabaneta, negara bagian Barinas pada 28 Juli 1954. Hugo Chavez lahir di rumah neneknya, Rosa Inez Chavez, dimana rumahnya terbuat dari batu bata. Daerah Sabaneta sendiri merupakan daerah perbatasan dengan Kolombia yang kondisinya mirip dengan “Pedalaman Australia” berupa padang rumput luas dan kondisinya hampir sama dengan daerah perbatasan lainnya. Ibu Hugo Chavez, Elena Chavez de Frias, tinggal bersama suaminya, Hugo de Los Reyes Chavez, di sebuah desa yang lebih terpencil bernama Los Rastrojos berjarak dua mil dari Sabaneta. Mereka kemudian pindah ke Sabaneta yang memiliki bidan dan pelayanan kesehatan minimum untuk menyelamatkan anak mereka dari kematian. Kondisi kesehatan anak di pedesaan Amerika Latin pada saat itu sungguh memprihatinkan dimana setengah dari anak pedesaan di Amerika Latin meninggal sebelum mencapai usia lima tahun.
            Orang tua Hugo Chavez adalah guru sekolah dasar di luar kota kecil Sabaneta negara bagian Barinas. Ayahnya putus sekolah setelah tingkat enam yang merupakan hal biasa bagi masyarakat pedesaan miskin di Venezuela. Hal yang luar biasa adalah ia mampu kembali ke sekolah dengan menjadi guru sekolah dasar. Hugo Chavez mempunyai seorang kakak bernama Adan dan empat orang adik. Kedua orang tua Hugo Chavez bekerja keras untuk menyekolahkan mereka agar memperoleh pendidikan yang layak. Pendidikan yang diperoleh dapat digunakan untuk mengentaskan keluarga mereka dari kemiskinan. Suatu tujuan yang ingin dicapai kedua orang tua Hugo Chavez karena dengan gaji dua orang guru pun keluarga mereka masih tetap miskin. (Adrianto, 2012:30)
            Pada tahun 1974, Hugo Chavez mendapatkan kesempatan mengunjungi Peru saat perayaan 150 tahun kemerdekaan Peru dari Spanyol. Perjalanan itu dilakukan pada tahun terakhir Hugo Chavez di Akademi militer ketika ia cukup dewasa untuk memahami tentang sejarah dan realitas pemerintahan modern. Presiden Peru saat itu, Juan Velasco Alvarado (menjabat 1968-1975), memberikan tulisan tentang Revolusi Nasional Peru kepada para undangan. Tulisan tersebut sangat berharga bagi Hugo Chavez. Dia sangat mengagumi kekuatan rakyat dan militer Peru pada kunjungan tersebut.
            Hugo Chavez lulus dari akademi militer Venezuela pada bulan Juli 1975. Hanya 67 orang yang lulus dari 374 siswa pada saat diterima pertama kali.14 Dia berhasil meraih peringkat terbaik ketujuh dan mendapatkan pedang kehormatan dari Presiden Carlos Andres Perez.15 Sebagai letnan dua, Hugo Chavez ditempatkan di unit khusus yang bertugas menumpas pemberontakan. Unit ini dibentuk pada tahun 1960 dengan tujuan memerangi gerilyawan yang beroperasi dan berbasis di hutan. Letnan Chavez, panggilannya di militer, bergabung dengan unit Barinas yang dekat dengan keluarganya termasuk Mama Rosa yang tidak menyukai pilihan cucunya di militer. (Adrianto, 2012:33)
            Hugo Chavez adalah Presiden Venezuela mulai tahun 1999 sampai meninggal dunia tahun 2013. Sebelumnya ia merupakan ketua partai politik Gerakan Republik Kelima sejak didirikan tahun 1997 sampai 2007. Partai tersebut bergabung dengan beberapa partai lain dan membentuk Partai Sosialis Bersatu Venezuela (PSUV) yang ia pimpin sampai meninggal dunia. Karena memiliki paham politik Bolivarianisme dan "sosialisme abad ke-21", ia fokus menerapkan reformasi sosialis di negara ini sebagai bagian dari proyek sosial bernama Revolusi Bolivarian. Sepanjang masa kepemimpinannya, ia telah menerapkan konstitusi baru, mendirikan dewan demokrasi partisipasi, menasionalisasi sejumlah industri penting, meningkatkan anggaran kesehatan dan pendidikan, dan mengurangi tingkat kemiskinan secara besar-besaran.
            Hugo Chavez dikenal sebagai seorang pemimpin yang fenomenal di abad ke-21, ditandai dengan berbagai kebijakan dan kritikannya. Berbagai surat kabar sering memuat tentang kebijakan Hugo dengan julukan “Komandante”. Dalam sebuah forum PBB pada tahun 2006, Chavez menyebut presiden AS kala itu, George W Bush sebagai iblis. Dia dengan tegas mengatakan itu tanpa ada rasa takut sedikit pun. (News.detik.com).
            Selanjutnya, Hugo juga pernah mengkritik berbagai pemimpin bangsa lain karena dianggap tidak sesuai dengan paham yang dianut olehnya, dalam surat kabar Detik bahkan membuat sebuah topik dengan tema “6 Pernyataan Kontroversial Sang \'Komandante\' Hugo Chavez” salah satunya adalah kutipan di atas. Untuk kedua kalinya presiden Amerika Serikat mendapat hinaan oleh Hugo pada masa Barrack Obama, hal ini membuat hubungan kedua negara tak kunjung membaik sejak pemerintahan Hugo yang begitu keras menentang imperialisme Amerika Serikat di Amerika Latin.
            Hugo Chavez sangat bermusuhan dengan pemerintah Amerika Serikat yang dia percaya bertanggung jawab atas kudeta 2002 yang gagal terhadap dirinya. Hugo Chavez juga keberatan dengan perang di Irak, menyatakan keyakinannya bahwa Amerika Serikat telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan memulai upaya militer. Dia juga menyerukan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden George W. Bush sebagai imperialis jahat. Hubungan antara Amerika Serikat dan Venezuela telah tegang selama beberapa waktu. (Rino, 2014:7), Hugo menganggap keterpurukan negaranya disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalis yang berasal dari Amerika Serikat, maka sudah tidak heran ketika sikap Komandante mendukung seluruh pemimpin dunia yang menentang Amerika.
            Pamor dari presiden Venezuela ini terus naik terutama ketika memenagi  referendum diikuti dengan dukungan dari tokoh nasionalisme Kuba yaitu Fidel Castro seperti yang dikutip dari surat kabar Detik “Kemenangan Presiden Venezuela Hugo Chavez dalam referendum mendapat sambutan hangat dari mantan pemimpin Kuba Fidel Castro. Sebagai sesama kaum sosialis, Castro menganggap kemenangan Chavez sebagai awal bagi masa depan bersama.”
            Pada saat Ahmadinejad memimpin Iran, Venezuela dan Iran sepakat membentuk sebuah aliansi guna menentang seluruh kebijakan kapitalis yang identik dengan Amerika Serikat. Kemesraan kedua pemimpin ini terus meramban hingga ke perdagangan minyak di mana  kedua negara merupakan penghasil minyak dunia. Di saat terjadi penggulingan terhadap presiden Libya Muammar Qadafi, Hugo juga mengirimkan dukungan terhadap Libya.
            Hugo adalah seorang sosok yang sangat di cintai oleh rakyatnya dan dia merupakan seorang orator, bahkan dia pernah menyatakan pidatonya sebagai obat tidur bagi anak-anak Venezuela yang mengalami insomnia. Saat berkunjung ke Suriah di depan presiden Anwar Sadat dia mengutuk Israel, tak cukup sampai di situ Komandante juga menjelek-jelekan pemimpin Israel. Apa yang dilakukan oleh Hugo menjadi trending topik di berbagai media massa.

  2.2            Kegagalan Kudeta dan Menjadi Presiden
            Pada abad ke-20 hingga memasuki akhir abad ke-20, Venezuela merupakan negara Amerika Latin yang menerapkan sistem perkonomian pasar bebas. Tidak sedikit dari perusahaan Venezuela berada di  tangan swasta, namun hal ini tidak kunjung merubah nasib rakyat, masih sangat banyak rakyat Venezuela yang berada di bawah garis kemiskinan. Hasil utama dari Venezuela adalah minyak bumi, semua anggaran belanja negara berpatokan pada penjualan minyak, dengan pejabat yang korup dan kehidupan yang buruk membuat rakyat sadar bahwa mereka telah dijajah oleh sistem kapitalis Amerika Serikat yang pada masa ini mendominasi kegiatan ekonomi Venezuela.
            Pada 18 Mei 1989 terjadi pemogokan umum untuk memprotes kebijakan ekonomi pemerintah. Pada bulan Juni 1990, kerusuhan disertai dengan kekerasan berlangsung memprotes kenaikan harga bensin. Maret 1991 terjadi kekerasan yang berujung dua orang siswa tewas akibat konfrontasi dengan polisi ketika berunjuk rasa memprotes tingginya biaya hidup. Pada November 1991 polisi membunuh tiga orang pada saat demonstrasi di Caracas, Desember 1991 kegiatan di sekolah tinggi dan universitas dihentikan sebagai protes yang disebabkan oleh kematian 10 orang demonstran oleh polisi.
            Kondisi ini merupakan kesempatan baik untuk melakukan kudeta. Pada tanggal 4 Februari 1992, Letnan Kolonel Hugo Chavez memimpin 17 unit batalion militer Angkatan Darat yang berada di kota Maracaibo, Valencia, Maracay, dan Caracas untuk melawan pemerintah. Kudeta tersebut akhirnya gagal, Hugo Chavez kemudian ditangkap dan dipenjarakan. Sebelum ditangkap, melalui siaran televisi selama lima belas menit, dia menyatakan bertanggung jawab penuh terhadap kudeta tersebut dan menyerukan kepada rekan-rekannya untuk menyerahkan diri. Siaran televisi tersebut menaikkan popularitasnya di mata rakyat Venezuela. (Andrianto, 2012:55).
            Pada bulan Juli 1998, Hugo Chavez dan kawan-kawannya membentuk partai politik resmi yang dinamakan MVR (Movimiento Quinta Republica) atau “Pergerakan Republik Kelima”. Dinamakan demikian karena dalam sejarah Venezuela telah memiliki empat republik. Dua terbentuk pada tahun 1811 dan 1813 selama perang kemerdekaan, ketiga yang mencakup “Gran Kolombia” di tahun 1819, dan yang keempat didirikan tahun 1830. Deklarasi MVR menyatakan: “Misinya adalah untuk mengamankan umat manusia dalam komunitas nasional, memuaskan apirasi individu dan kolektif rakyat Venezuela, dan menjamin kondisi kemakmuran yang optimal bagi bangsa.
            Pada Desember 1998, pemilihan presiden dilakukan kembali di Venezuela.
Hugo Chavez mencalonkan diri sebagai presiden. Tampilnya Hugo Chavez selaku tokoh beraliran ’kiri’ menjadi Presiden Venezuela telah membuka jalan bagi kontrol dan kepemilikan saham negara—yang meningkat luar biasa—atas sumberdaya alam dan industri-industri besar. Nasionalisasi sudah dilakukan terhadap perusahaan telekomunikasi, baja, semen, listrik dan sektor perbankan. Pemerintah Venezuela terus meningkatkan kontrol terhadap pilar-pilar utama ekonomi dan meningkatkan aturan menyangkut harga pangan. Langkah-langkah ini, berbarengan dengan peningkatan pengeluaran untuk pelayanan sosial dan infrastruktur, memungkinkan Venezuela melindungi rakyat kecil dari kekacauan perekonomian dunia kapitalis. Perubahan di Venezuela kemudian menyebar ke berbagai negara di sekitarnya. Hal ini ditandai kemenangan sejumlah tokoh ‘kiri’ dalam pemilu di sejumlah negara Amerika Latin lainnya.
            Presiden Hugo Chavez mengumumkan serangkaian tindakan yang bertujuan merangsang pertumbuhan ekonomi dengan mengeluarkan Undang-undang Reformasi Kepemilikan Tanah yang menetapkan bagaimana pemerintah bisa mengambil alih lahan-lahan tidur, tanah milik swasta, serta mengeluarkan Undang-Undang Hidrokarbon yang menjanjikan royalti fleksibel bagi perusahaan-perusahaan swasta yang mengoperasikan tambang minyak milik pemerintah. Chaves juga mengumumkan akan mengambil langkahlangkah ekonomi drastis antara lain berupa pematokan mata uang Venezuela pada Dollar AS serta kontrol harga dan penjualan mata uang asing untuk membantu perekonomian, yang terpukul oleh pemogokan nasional selama 63 hari. Selain itu, dalam sebuah pidatonya yang disiarkan televisi ke seluruh negeri, Chaves juga mengumumkan bahwa Venezuela telah meningkatkan produksi minyak mentahnya menjadi 1,9 juta barrel sehari, dan berangsur-angsur naik menuju produksi normalnya sebelum pemogokan yang besarnya 2,8 juta barrel setiap hari. (Ma’arif:2012:10)
            Di bawah kepemimpinan Chavez Venezuela mampu bangkit dari keterpurukan hali ini terlihat dari majunya ekonomi negara ini menjadi nomor empat di Amerika Latin. (Kasmad, 2013). Kerjasama antara perusahaan transportasi Venezuela yaitu Metro de Caracas dengan Konsorsium CSM Spanyol untuk proyek pembuatan jalur kereta di Caracas dijadikan salah satu Strategi Spanyol untuk menaikkan penjualan produk-produknya dalam hal bahan maupun alat untuk infrastruktur.
            Keberhasilan dalam bidang pendidikan juga mendapat hasil yang besar. Di bidang pendidikan, revolusi secara nyata telah menghasilkan capaian-capaian besar karena pada dasarnya cita-cita revolusi adalah melahirkan hubungan sosial dan menciptakan masyarakat baru yang berpengetahuan sehingga dapat memahami kontradiksi alam dan kontradiksi sosial, serta aktif terlibat dalam partisipasi sosial politik untuk bersama-sama meraih tujuan hidup manusia.
            Pentingnya pendidikan disadari betul oleh Hugo Chavez dan para pendukungnya. Singkatnya, hasilnya misalnya, adalah didirikannya 3000 sekolah Bolivarian yang baru, memasukkan 1,5 juta rakyat ke sekolah-sekolah gratis, program ini adalah yang pertama kali dalam 102 tahun. Menetapkan sistem pendidikan tinggi gratis, mendirikan Universitas Simon Bolivar, untuk mayoritas rakyat miskin yang selama ini menganggap pendidikan tinggi adalah barang mewah (rakyat miskin mendapat buku teks pelajaran gratis, transportasi ke Universitas gratis, makanan gratis). Mahasiswa dan staff Universitas juga bekerja bersama secara demokratis untuk membuat kurikulum (Mission Robinson I, Mission Robinson II Mission Ribas dan Sucre).
            Kebijakan Hugo Chavez yang berlangsung di Venezuela dan kerjasamanya dengan beberapa negara lain di Amerika Latin seperti Kuba dan Bolivia tentu saja sangat bertentangan dengan kebijakan-kebijakan dalam “Washington Consensus“. Seperti halnya melipat gandakan anggaran sosial, yang oleh IMF disebut sebagai pemborosan, nasionalisasi perusahaan-perusahaan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang oleh IMF dianjurkan untuk diprivatisasi, aturan-aturan ketat bagi investasi dan liberalisasi, serta pajak progesif, yang oleh IMF dianjurkan untuk dibuat fleksibel dan bebas.






BAB III
PENUTUP
  3.1            Kesimpulan
            Selama 14 tahun di bawah pemerintahan Hugo Chavez hubungan diplomatik Venezuela dan Amerika tidak berlangsung baik. Keduanya pun tak punya perwakilan Duta Besar. Namun, kini Venezuela di bawah kepemimpinan Nicolas Maduro mulai membuka diri untuk menormalisasi hubungan negaranya dengan pemerintahan Barack Obama, langkah normalisasi hubungan itu disambut baik dunia internasional. Pasalnya, runyamnya hubungan AS dan Venezuela di masa lalu telah berimplikasi buruk terhadap kawasan Amerika Latin.     
            Tampilnya Hugo Chavez menandai perubahan penting, bukan hanya menyangkut Venezuela, melainkan pula perkembangan Amerika Latin secara keseluruhan. Kini di Venezuela bahkan di bagian besar Amerika Latin sedang timbul gelombang besar anti neoliberalisme yang digerakkan oleh Hugo Chavez. Tokoh-tokoh Amerika Latin, seperti Hugo Chavez yang disusul totoktokoh lainnya, terbukti semakin berani mencari jalan sendiri untuk meninggalkan ikatan-ikatan ekonomi dan politik yang selama ini dirasakan menyengsarakan. Tokoh-tokoh itu, dengan caranya masingmasing telah memberikan pertanda yang sangat jelas bahwa Amerika Latin tidak lagi bersedia menjadi agen neoliberalisme.




DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, Afeb. 2012. “KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAHAN HUGO      CHAVEZ DI VENEZUELA (1999-2011)”. Skripsi. Fakultas Ilmu             Sosial, Universitas Yogyakarta.
Kasmad, Purnama. 2013. “ KEBIJAKAN LUAR NEGERI SPANYOL TERHADAP
                   NEGARA-NEGARA DI KAWASAN AMERIKA LATIN”. Skripsi.         Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Hasanuddin.
Rino, Razali. 2014. ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN EKONOMI SOSIALIS             VENEZUELA PADA MASA PEMERINTAHAN HUGO CHAVEZ MENGHADAPI IMPERIALISME EKONOMI AMERIKA SERIKAT   TAHUN 1998-2013, Vol. 1, No. 2.
Ma’arif, Syamsul. 2012. NEOSOSIALISME KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK    (Pengalaman Venezuela Di Bawah Hugo Chavez), Vol. 3, No.2.
Wibawa, Adi. 2013. Pengaruh Ideologi Kiri Baru terhadap Perubahan Kebijakan Negara di Sektor Energi: Studi Kasus Venezuela, Vol. 3, No. 1.

PNI Baru (Partai Nasional Indonesia Baru)

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Segala perasaan yang berabad-abad tidur dalam hati rakyat itu, dan telah dihidup-hidupkan lagi dari jauh oleh Perhimpunan Indonesia, dari dekat oleh PNI sampai jadi kehidupan yang insaf, segala perasaan itu telah bernyala-nyala dengan hebat, bukan saja semasa hidupnya partai itu, tetapi juga sesudah partai itu bubar, tinggal tetap meliputi seluruh lapangan pergerakan. Cita-cita untuk mendapat persatuan dan cita-cita untuk mendapat kemerdekaan Indonesia (keduanya itu merupakan usaha menuju Indonesia merdeka, Indonesia mulia atau Indonesia Raya) terdapat dimana-mana saja.

Pada dasarnya lahirnya PNI Baru adalah usaha untuk menghilangkan ketidakpuasan atas pembubaran PNI dan berdirinya Partindo. golongan yang tidak puas itu berhimpun dalam kelompok Golongan merdeka yang ada di kota-kota besar di Jawa dan Sumatra. Kelompok itu menyebutkan dirinya klub pendidikan Nasional Indonesia yang menekankan pembinaan anggota-anggotanya yang terdidik baik dan berkesadaran politik yang tinggi.

Organisasi persatuan yang bernama Pendidikan Nasional Indonesia ini lahir pada tahun 1933 di Yogya merupakan organisasi yang berdasarkan nasionalisme dan demokrasi. Ia berpendapat, bahwa suatu Tanah Air yang merdeka akan tercapai dengan jalan mendidik Rakyat, menyiapkannya dan menganjurkannya dalam hal kebatinan dan keorganisasian hingga bisa diadakan suatu aksi rakyat  umum berdasarkan demokrasi untuk memperoleh kemerdekaan itu.           










BAB II
PEMBAHASAN



A.  Lahirnya PNI Baru

      Tidak adanya lagi aksi dari PNI (Partai Nasional Indonesia) selama waktu pemeriksaan perkaranya oleh hakim menimbulkan rasa kecewa pada pemimpin-pemimpin rendahan dan anggota-anggotanya yang aktif. Sartono yang pandangannya yang legalistic segera menginstruksikan agar semua kegiatan cabang sementara waktu dihentikan. Bahkan berusaha untk membubarkan PNI serta kemudian mendirikan partai baru. Tindakannya itu dimaksudkan agar dengan identitas baru organisasi baru tidaak menjadi sasaran dan buronan penguasa. Sikap seperti itu dikritik secara pedas oleh Moh. Hatta yang mengatakan bahwa PNI telah bunuh diri sebelum berhadapan benar-benar dengan lawannya.

      Ada sekelompok anggota PNI yang tidak mau mengikuti haluan Sartono, mereka mendirikan studieclub dibeberapa tempat antar lain di Batavia, Bandung, Surabaya, Semarang, Malang dan Palembang. Kemudian mereka mendirikan sendiri Golongan Merdeka, yang kemudian lebih terkenal sebagai PNI Baru.

      Menurut pandangan Moh. Hatta kesimpangsiuran dan kekacauan di kalangan kaum nasionalis adalah adanya manifestasi krisis ideology. Sesungguhnya meskipun gayanya berbeda-beda, isi perjuangan kaum nasionais seharusnya sama, sehingga banyak konflik dapat diatasi. Disinilah sebenarnya letak persatuan dan tidak seperti yang dikonsepsikan Soekarno tentang hakikat organisasi PPPKI. Seperti apa yang kemudian dirumuskan oleh Golongan Merdeka yang kemudian yang terhimpun dengan nama PNI Baru atau Pendidikan Nasional Indonesia ialah bahwa ideology politik harus berdasarkan Kebangsaan dan Kerakyatan (nasionalisme dan demokarasi).     

      Intervensi pemerintah  HB menimbulkan kejutan dikalangan anggota PNI dan banyak menyadari arti kritik yang dilancarkan oleh Moh. Hatta, antara lain politik agitasi lebih mudah dijalankan daripada menyusun organisasi yang baik dan melatih anggotanya untuk menjadi kader politik yang baik. Pidato-pidato yang bekobar-kobar adalah hal yang dangkal dan tidak mempunyai pengaruh mendalam. Pertumbuhan partai lewat partai lewat kaderisasi lebih mantap daripada lewat mobilisasi dan demagogi. Kegiatan kelompok-kelompok kecil lebih terarah pada aktvitas untuk meningkatkan kesejahteraan sosial rakyat, antara lain koperasi, kursus-kursus, dan lain sebagainya. Besarlah kekecewaan dikalangan PNI akan peristiwa intervensi  gubernurmen. Mereka yang tidak ikut ajakan Sartono mulai bergabung dengan nama Golongan Merdeka, antara lain dibawah pimpinan Soejadi. Kemudian terjadi ploriferasi dan di berbagai tempat didirikan perkumpulan-perkumpulan yang akhirnya dapat dihimpun dalam PNI Baru. 


B. Perkembangan
           
            Pada bulan Agustus 1932 Hatta pulang ke Tanah Air setelah sebelas tahun lamanya belajar di Belanda, ia mencoba memepengaruhi gerakan nasionalis dari jauh dan akhirnya ia terjun sendiri dalam gerakan yang diinginkannya. Hatta kemudian memegang pimpinan PNI Baru dan tidak lama kemudian jumlah anggotanya meningkat terutama di Jawa Barat dan di Jawa Timur. Ia membuat kursus kader yang didasarkan pada pamphlet yang ditulisnya sendiri bejudul kearah Indonesia merdeka yang mengambil tekanan pada kedaulatan Rakyat dan Kebangsaan. Ia tidak menghendaki pemerintahan yang di pimpin oleh ninggrat dan cendikiawan yang hanya menyokong dan mengurus kepentingan sendiri, tetapi menghendaki pemerintahan rakyat. Individualisme Barat dipertentangkannya dengan kolektivisme pedesaan. Ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah yang ddukung oleh depresi ekonomi menyebabkan PNI Baru banyak mendapat pengikut di Indramayu, Cirebon dan Klaten. Organisasi itu akan membantu rakyat dan menjadi pelindungnya dalam menghadapi ketidakadilan pemerintah.

            Orang sering menyebut bahwa Partindo adalah partainya Soekarno dan PNI Baru partainya Hatta dan Syahrir. Rupanya hal ini dapat dibenarkan karena yang mendominasi partai-partai itu adalah soekarno di satu pihak dan Hatta Syahrir dipihak lain. Soekarno berpendidikan barat dan ia bukan satu-satunya yang berpengaru di Partindo tetapi ada pemimpin lain seperti Ali sastroamijoyo, Sartono, Iskaq, Sayudi, dll. Hatta dan Syahrir jelas berpendidikan barat dan penganut sosialisme dan demokrasi. Dilihat dari golongan social didalam masyarakat maka pemimpin Partindo berasal dari keluarga priyayi dan pemimpin PNI Baru berasal dari perangkat desa dan pegawai rendahan.

1.      Ideologi Politik

Dalam menjalankan sosialisasi politik para pemimpin partai nasionalis sebagai elite modern menghadapi masalah bagaimna mencapai dan memobilisasi massa, mengingat bahwa mereka terpisah oleh jarak sosial dari rakyat. Partindo atau PNI Baru sebagai organisasi nasionalis sekuler membutuhkan ideologi politik yang non religius. Soekarno banyak menyumbangkan konsepsi-konsepsi politik, antara lain konsep marchaenisme, sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasinya.

Menurut Soekarno jalan untuk menghadapi kolonialisme dengan kapitalismenya tidak lain ialah dengan menggerakkan massa yang paling menderita sebagai korban sistem kolonial itu. Justru dalam hal ini PNI Baru mempunyai strategi yang berlawanan dengan Soekarno. Menurutnya kaderisasi dan pemantapan organisasi merupakan cara yang lebih tepat untuk meningkatkan proses politisasi itu. Strategi ini terbukti efektif sehingga membuat pengikut massa tidak berdaya sedikitpun. Setelah Soekarno dibebaskan tahun 1931, dia kembali terjun kembali ke gelanggang politik menggunakan paham lamanya.

Kekuasaan Partindo berbatas hanya di daerah Jawa saja, khususnya Jawa Barat dan Batavia. Di Jawa Timur sulit untuk dimasuki karena pengaruh PBI lebih besar disana.

Soekarno tampak mengadaptasi ideologi-ideologi Barat dan menerapkannya di Indonesia. Berbeda dengan ideologi sosialisme Hatta dan Sjahrir, menurut mereka perjuangan kaum nasionalis tida berbatas pada perjuangan melawan koloniaslisme Barat tapi juga menentang kaum Feodal dan Borjuis yang bekerjasama dengan kolonial. Perbedaan isi ideologi kedua belah pihak sebenarnya tidak terlalu nampak, tapi yang paling mencolok adalah gaya dan jiwa perjuangannya. Namun kalau diukur dalam jangka pendek, kepemimpinan Soekarno dapat menarik simpati rakyat apalagi anggota PPPKI mempercayakannya memegang peranan di lembaga itu.
Organisasi nonkooperasi masih terbatas perannya di kota-kota di daerah Jawa. Mereka adalah golongan elite antara lain kaum priyayi dan pamong praja (BB) yang sulit menerapkan pengaruhnya di pedesaan. Dipandang dari perspektif sosial, kaum inteligensia yang merupakan kaum elite priyayi dan pamong praja (BB) sulit menyatukan kekuatan untuk melawan kolonial karena perbedaan status sosial.

2.      Masalah Persatuan

Salah satu isu yang sangat berpengaruh terhadap penggalangan persatuan di antara organisasi-organisasi pergerakan nasional pada tahun tiga puluhan ialah sekitar soal konsepsi persatuan itu sendiri. Dalam hal ini yang menonjol ialah perdebatan dan pertentangan pendapar antara Partindo dan PNI Baru atau seperti yang umum digambarkan sebagai pertentangan antara golongan Soekarno dan Hatta seperti yang telah diterangkan di atas. Isu tersebut di atas mulai hangat lagi pada tahun 1932 dan 1933 sewaktu timbul gagasan untuk mempersatukan lagi Partindo dan PNI Baru. Kecuali pertentangan pandangan politik tersebut ketidakserasian hubungan antara pemimpin kedua partai itu merupakan faktor penghambat persatuan. Sjahrir yang sudah ada di Indonesia sejak awal 1932 berusaha keras menjajagi situasi politik untuk dapat mengarahkan PNI Baru.


C.    BERAKHIRNYA MASA NONKOOPERASI

Bagi PNI Baru, akhir yang tragis dari politik agitasi memang dalam kritiknya selalu dibayangkan akan terjadi; maka kejadian-kejadian itu memberi pembenaran bagi strateginya. Meskipun demikian, politik ketat sejak 1 Agustus itu tidak memberi ruang bergerak lagi kepada PNI Baru.

Politik Gubernur Jenderal de Jonge tidak bersifat setengah-setengah; maka dalam bulan Desember 1933 PNI Baru yang menjadi sasaran: Moh. Hatta dan Sjahrir, ditangkap dan PNI Baru dilarang. Dengan tangan besi Gubernur Jenderal de Jonge hendak mempertahankan otoritasnya, sehingga setiap gerakan yang bernada radikal atau revolusioner tanpa ampun ditindasnya dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawab atas keadaan di HB, dan baginya dibayangkan bahwa dalam masa 300 tahun berikutnya pemerintah itu akan masih tetap tegak berdiri. Politik represifnya berhasil menghentikan gerakan politik nonkooperasi sama sekali.

Dalam hubungan ini perlu ditambahkan bahwa selama dalam tahanan, Soekarno-menurut dokumen-dokumen arsip kolonial-telah menulis surat kepada pemerintah HB sapai empat kali, yaitu tanggal 30 Agustus, 3, 21, dan 28 September yang kesemuanya memuat pernyataan bahwa dia telah melepaskan prinsip politik nonkooperasi, bahkan selanjutnya tidak lagi akan melakukan kegiatan politik. Sudah barang tentu itu menggemparkan kalangan kaum nasionalis serta menimbulkan bermacam-macam reaksi. Ada yang penuh keheranan atau kekecewaan, adapula yang merasa jengkel atas perubahan sikap yang terbalik 180 derajat itu.

Terlepas dari berbagai tafsiran itu rupanya aliran nonkooperasi tidak berdaya lagi, lebih-lebih karena salah seorang perintis dan pelopornya telah mengingkari sendiri siap politik itu.
Pembuangan Soekarno ke Digul diperkirakan membawa risiko karena dapat mempengaruhi bekas anggota PKI yang dalam jumlah besar ada di sana. Akhirnya dipilih Flores sebagai tempat pembuangannya. Soekarno diberangkatkan pada Februari 1934.

Meskipun PNI Baru tidak menjalankan politik agitasi dan aksi massa, namun hubungannya dengan golongan komunis di Belanda dipakai sebagai alasan untuk menahan Hatta, Sjahrir, dan anggota Badan Pekerja PNI Baru dalam bulan Desember.





BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Hanyalah dengan usaha-tenaga rakyat sendiri kemerdekaan akan dapat direbut, maka itu juga untuk kepentingan rakyat itusendirilah kemerdekaan akan tercapai. Jika aksi rakyat umum yang bersifat kebangsaan dan demokrasi itu sudah mematahkan kekuasaan imperialism dan kapitalisme, akan dibangunkan demokrasi (politik) berdasarkan kedaulatan rakyat untuk menggantikan kekuasaan itu dan selain daripada itu akan ditimbulkan demokrasi ekonomi, saling kerja sama dan persamaan hak semua (colectivisme) untuk menggantikan kapitalisme yang sirna itu dan dengan jalan itu akan mestilah kesentosan didapat oleh rakyat.

Kelas-kelas manusia haruslah lenyap dan alat-alt untuk menghasilkan barang-barang (perusahaan-perusahaan produksi) haruslah digenggam oleh Negara. Perjuangan kemerdekaan itu bersifat perjuangan bangsa-bangsa (politik) serta perjuangan kelas-kelas (ekonomi) bersama-sama.













DAFTAR PUSTAKA





Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional.    
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Pringgodigdo, A.K.  1986.  Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia.  Jakarta: Dian Rakyat.

Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


KONFRONTASI INDONESIA-MALAYSIA

A.    Latar Belakang
Dalam periode ini Indonesia menentang pembentukan Malaysia, karena sebagai akibat pengaruh PKI Presiden Soekarno menganggap bahwa Malaysia adalah proyek neo-kolonialisme Inggris, yang ‘’Membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai”. Karena itu Malaysia harus dicegah berdirinya dan setelah tetap  dipaksakan berdirinya, harus dihancurkan.
Pada 1961, Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan, sebuah provinsi di Indonesia, terletak di selatan Kalimantan. Di utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris; Sarawak dan Borneo Utara, kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikannya dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya, Federasi Malaya dengan membentuk Federasi Malaysia.
Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia; Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris, dan konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini, sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia. Filipina juga membuat klaim atas Sabah, dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kesultanan Sulu.
Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Federasi Malaysia apabila mayoritas di daerah yang hendak dilakukan dekolonial memilihnya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Tetapi, pada 16 September, sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan. Malaysia melihat pembentukan federasi ini sebagai masalah dalam negeri, tanpa tempat untuk turut campur orang luar, tetapi pemimpin Indonesia melihat hal ini sebagai Persetujuan Manila yang dilanggar dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris.



BAB II
Pembahasan

A.    Konfrontasi Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia
Konfrontasi merupakan kebijakan politik pemerintah Indonesia terhadap penolakan rencana pembentukan negara federasi Malaysia yang diyakini Soekarno sebagai proyek new-imperialism. Konfrontasi sebagai aksi politik, hal tersebut diungkapkan oleh Menlu Subandrio secara resmi pada tanggal 20 Januari 1963.
Konfrontasi menurut Ensiklopedia 1978 ialah suatu pola dalam hubungan internasional berupa konflik antara dua negara atau lebih mengenai masalah yang dipertentangkan. Segi-segi yang dapat dilihat dari konfrontasi; yaitu, tujuan dan kondisi. Dari segi  kondisi, konfrontasi sebagai  suasana dua negara atau  lebih mempunyai kepentinngan yang berbeda dan tidak dapat diakomodasi.  Sedangkan konfrontasi sebagai tujuan ialah suatu sarana untuk mencapai tujuan masing-masing negara.
Secara goegrafis, Malaya menginginkan Singapura masuk ke dalam federasi karena kota pulau tersebut dapat dijadikan pelabuhan setrategis. Penggabungan dengan Singapura banyak menuai kontra dari berbagai kalangan di Malaya atau Singapura itu sendiri, mengingat Singapura merupakan wilayah mayoritas etnis cina. Orang Melayu khawatir akan tergeser oleh etnis Cina, sementara pada waktu itu isu komunis masih merembak di kawasan Asia Tenggara. Sebagai solusi bagi orang Melayu di Malaya, Inggris menawarkan agar federasi juga mengikutsertakan koloni Inggris di utara Bornio, yaitu, Serawak, Sabah dan Brunei. Awalnya Indonesia tidak keberatan dengan rencana tersebut.
Situasi bermusuhan terlihat ketika secara resmi politik konfrontasi Indonesia terhadap rencana Federasi Malaysia diumumkan oleh Subandrio pada tanggal 20 Januari 1963. Perubahan sikap Indonesia disambut “mendidih” oleh Tengku Abdul Rahman, maka saat itu Indonesia bermusuhan dengan Malaysia. Soekarno telah dianggap mencampuri urusan dalam negeri Malaya.
Protes tidak hanya dilancarkan Indonesia, pada tanggal 22 Juli 1962 Presiden Fhilipina Macapagal  menyatakan keberatan atas rencana Federasi Malaysia dan menuntut hak kedaulatan Sabah. Tuntutan tersebut didasarkan pada Kesultanan Sulu pimpinan Mohammad Jamalul Alam yang bersal dari Fhilipina menyewakan Sabah kepada Baron Von Overbeck dan Alfred Dent (atas nama Britis Nort Borneo Company) dengan sewa 5.000 dolar Malaya per tahun  pada 22  Januari 1878.
Beberapa kali negosiasi antara Malaya, Indonesia dan Fhilipina dilakukan untuk meredam keadaan. Pada akhirnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Manila menghasilkan kesepakatan untuk menentukan nasib Sabah dan Serawak melalui jajak pendapat di bawah naungan PBB. Atas tekanan AS, Inggris menerima rencana jajak pendapat tersebut dan atas tekanan AS juga Inggris dengan “setengah hati” bersedia berkompromi dengan Indonesia dan Fhilipina. Pada pertengahan Agustus dikirimlah misi untuk melakukan jajak pendapat yang disebut “Misi Michelmore”  tiba di Kalimantan dan bekerja sejak 26 Agustus 1963,. Nama Michelmore diambil dari ketua misi, yaitu, Michelmore, seorang diplomat AS.
Pada tanggal 14 September 1963 Sekjen PBB mengumumkan hasil jajak pendapat tersebut. Hasilnya, Sabah dan Serawak menginginkan bergabung bersama Federasi Malaya, kemudian U-Thant menyampaikan perlunya merumuskan kembali kapan pengumuman kemerdekaan Federasi Malaysia. Sebelum rumusan tersebut dihasilkan, telah berlangsung pertemuan antara wakil-wakil Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Inggris (tanpa Brunei) di London tanggal 9 Juli 1963 dan memutuskan bahwa kemerdekaan Malaya akan dideklarasikan pada 31 Agustus 1963,. Pertemuan dan pengumuman pencapaian kesepakatan hari kemerdekaan Malaysia tersebut membuat Soekarno marah karena menganggap Malaya melanggar kesepakatan yang telah dicapai di Manila.

B.     Ganyang Malaysia
Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
1.      Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
2.      Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengkoordinir kegiatan perang terhadap Malaysia (Operasi Dwikora). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang terdiri dari 12 Batalyon TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon KKO. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen Kemal Idris sebaga Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di Bengkayang, Kalimantan Baratdan terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur KKO, AURI, danRPKAD. Komando ini dipimpin Brigjen Soepardjo sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsurTNI-AL dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan Riau dan Kalimantan Timur.
Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap diJohor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut DiRaja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu Special Air Service (SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan Indonesia tewas dan 200 pasukan Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara Kalimantan.
Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah dan berhadapan denganResimen Askar Melayu Di Raja dan Kepolisian North Borneo Armed Constabulary. Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di Semporna. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan "Pengepungan 68 Hari" oleh warga Malaysia.

C.     Indonesia Keluar Dari PBB
Berhubung dengan masuknya Malaysia menjadi anggota dewan keamanan PBB presiden Soekarno mengulangi lagi pidato membangun dunia kembali yaitu PBB sekarang adalah pencerminan dari keadaan dunia tahun 1945, sewaktu masih belum banyak terdapat Negara-negara di Asia konstilasi dunia komposisi dunia telah berubah tetapi PBB tidak berubah, PBB tetap tinggal seperti PBB 1945, itulah sebabnya maka PBB perlu dirombak. Oleh karenanya jikalau PBB sekarang PBB yang belum berubah, yang tidak lagi mencerminkan keadaan sekarang, jikalau PBB menerima Malaysia menjadi anggota dewan keamanan kita Indonesia akan keluar, kita akan meninggalkan PBB sekarang.
Inilah taktik terakhir di forum PBB untuk memencirkan Malaysia, yang hasilnya malahan Indonesia yang keluar dari PBB, karena pada tanggal 7 Januari 1965 Malaysia diterima menjadi anggota dewan keamanan, sedang Malaysia yang menjadi sasaran politik konfrontasi Dwikoral Indonesia. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1965 Indonesia keluar dari PBB.

D.    Akhir Konfrontasi
Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda.
Pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.
BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
Politik luar negeri Indonesia terkait dengan rencana Malaya bersama Inggris ingin membentuk Negara Federasi Malaysia, yang mencakup Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei adalah menolak.  Hal ini dapat diketahui dari pidato resmi Menlu Subandrio tanggal 20 Januari 1963 yang berisikan tentang pengambilan sikap konfrontatasi terhadap rencana tersebut. Dan dukungan Indonesia terhadap pembrontakan Azhari di Sabah dan Serawak.

Politik konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia dilatar belakangi oleh kekhawatiran Soekarno terhadap kontrol Inggris di Asia Tenggara akan meluas jika Negara Federasi Malaysia terbentuk dan ini dapat mengancam keberlangsungan revolusi Indonesia. Selain itu Soekarno juga beranggapan Negara Federasi Malaysia adalah proyek new imperilsme dan new kolonialisme (Nekolim). Sedangkan sebab langsung konfrontasi dalam artian perang adalah pelanggaran Malaya terhadap hasil KTT Manila dan mengumumkan  secara sepihak berdirinya Negara Federasi Malaysia.