BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Benua Asia terdiri dari berbagai bagian dan di dalam
bagian terdiri dari berbagai negara. Pada kesempatan kali ini kita akan
membahas secara garis besar tentang Asia Barat dan mengkhususkan pada kondisi
Asia Barat atau Timur Tengah setelah Perang Dunia II.
Kawasan Timur Tengah sangat identik dengan Islam, dalam
sejarahnya kawasan ini merupakan kawasan yang sangat kaya akan sejarah. Kawasan
Asia Barat dinamakan sebagai middle east oleh
tokoh barat. Sejarah juga telah mengungkapkan bahwa kawasan ini tidak pernah
berhenti mengalami pergolakan yang menjurus pada kekerasan.
Para ilmuan meramalkan bahwa nantinya Perang Dunia III
akan berawal dari Timur Tengah. Berbagai peperangan silih berganti dari tahun
ke tahun. Dengan tema yang berbeda-beda, banyak di antara kita telah bosan
mendengar isu-isu Timur Tengah yang selalu dekat dengan kekerasan.
Perang Dunia II telah berakhir, namun peperangan di
kawasan ini tidak pernah berakhir sampai sekarang. Beberapa para pengamat sepakat,
penyebab dari peperangan yang tiada akhir ini karena pengaruh-pengaruh barat
yang datang dan mempengaruhi kawasan ini.
Pasca Perang Dunia I, kawasan Timur Tengah dibagi-bagikan
kepada pihak pemenang perang. Berakhirnya Perang Dunia II dengan kemenangan di
pihak sekutu membuat lawan dari sekutu yaitu poros harus mengikuti kemauan
sekutu. Dampaknya adalah menguatkan posisi bangsa Eropa termasuk Amerika
Serikat dalam menguasai kawasan-kawasan di Timur Tengah, sebelumnya mereka amat
terganggu dengan kekuatan negara-negara Fasis yang berusaha menyaingi pengaruh
mereka di Timur Tengah.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kondisi bangsa Arab pasca Perang
Dunia II ?
2.
Apa dampak Perang Dunia II terhadap
bangsa Arab ?
3.
Bagaimana peran bangsa Arab dalam
menyikapi Perang Dingin ?
1.3.
Manfaat dan Tujuan
1.
Memberikan penjelasan yang terkait
dengan kondisi pasca Perang Dunia II di kawasan Asia Barat.
2.
Menambah pemahaman tentang sejarah Asia
Barat.
3.
Memenuhi tugas mata kuliah Asia Barat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Kondisi Timur Tengah Setelah Perang Dunia II
Pasca
Perang Dunia II. Kekuatan dunia mulai beralih, lahirnya Amerika Serikat dan Uni
Soviet sebagai kekuatan baru dunia. Untuk bisa menanamkan pengaruhnya di kawasan
Timur Tengah, Amerika Serikat dan Uni Soviet mendorong kemerdekaan
negeri-negeri Islam. Konflik berikutnya berbentuk persaingan antara Amerika
Serikat, Uni Soviet, dan negara-negara penjajah lama seperti Inggris, dan
Prancis. Amereka Serikat dan Uni Soviet kemudian menggunakan semangat
kemerdekaan dan anti penjajahan tersebut untuk menggusur pengaruh Inggris
dengan mengganti rezim-rezim boneka mereka. Terjadilah berbagai kudeta yang
dilakukan oleh agen-agen Amerika Serikat di Timur Tengah antara lain: Raja
Idris di Libya yang pro Amerika Serikat dikudeta oleh Khadafi yang dekat dengan
Inggris; Raja Farouk (pro Inggris) di Mesir dikudeta oleh Gamal Abdul Nasser
(pro Amerika Serikat); Raja Faisal (pro Inggris) di Irak dikudeta oleh Abdul
Karim Kassim dalam sebuah revolusi tahun 1958.
Persaingan
antar negara Imperialis untuk mendudukkan agen-agen boneka mereka jelas
menimbulkan berbagai gejolak di Timur Tengah yang tiada henti-hentinya. Hal ini
memperjelas bahwa justru Imperialisme baratlah yang menyebabkan krisis
berkepanjangan di Timur Tengah hingga sekarang.
Muncul
pula persaingan Blok Komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet dan Blok Kapitalis
yang dipimpin oleh Amerika Serikat, selama era Perang Dingin. Negara-negara di
Timur Tengah kembali menjadi sasaran rebutan kedua kubu. Lebanon, Yordania,
Maroko, Tunisia, Arab Saudi, dan Kuwait cenderung ke Blok Barat. Beberapa pihak
seperti Irak, Suriah, dan Yaman Selatan memiliki hubungan yang erat dengan Uni
Soviet. Namun demikian, aliansi seperti ini lebih bersifat pragmatis, karenanya
akan cenderung berubah-ubah.
Strategi
penting lain yang dilakukan oleh negara-negara imperialis ini adalah
menciptakan Negara Israel di bumi Palestina. Sebagai penguasa awal di
Palestina, Inggris memiliki kepentingan besar untuk mendukung berdirinya negara
Israel di Palestina. Keberadaan negara Isreal jelas akan menimbulkan konflik
dan ketidakstabilan yang terus-menerus di Timur Tengah. Krisis tersebut jelas
akan menyedot energi dan dana dari umat Islam. Hal ini bisa mengalihkan kaum
Muslim dari upaya memikirkan kembali penegakkan Daulah Khilafah yang dibubarkan
tahun 1924.
Krisis
ini juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok nasionalis Arab untuk kepentingan
mereka. Penjajahan Palestina oleh Israel dijadikan faktor untuk membangkitkan
sentimen nasionalisme Arab. Rezim Arab, yang merupakan bentukan penjajah barat,
juga menjadikan isu Palestina sebagai alat untuk memperkokoh kedudukan mereka
di mata rakyat Arab. Meskipun hanya retorika, terkesan rezim Arab tersebut
membela Palestina.
Untuk
mengalihkan krisis di Palestina ini dan persoalan umat Islam secara
keseluruhan, dibentuklah PLO dalam Konferensi Liga Arab di Aljazair (1964).
Persoalan Palestina kemudian diserahkan penyelesaiannya hanya kepada PLO. PLO
merupakan rancangan Inggris. Hal ini tampak jelas dari syarat yang dibuat oleh
Inggris.
2.2.
Perkembangan Timur Tengah Pasca Perang
Dunia II
Tulisan di atas telah menjelaskan bagaimana kondisi Timur
Tengah setelah Perang Dunia II. Sekarang kita akan melihat perkembangan secara
lebih khusus dari dampak Perang Dunia II.
Seusai perang, kawasan Timur Tengah mengalami berbagai
pergolakan karena berbagai faktor internal maupun eksternal, ditambah lagi
dengan Perang Dingin yang menyeret kawasan ini masuk kedalamnya.
1. Persaingan Bangsa Barat dan Amerika
Dalam Mempengaruhi Timur Tengah
Setelah
berakhirnya perang maka mulailah blok sekutu mengatur kembali pengaruhnya di
kawasan Timur Tengah. Para penanam pengaruh senior di Timur Tengah adalah
Perancis dan Inggris, sedangkan kekuatan baru yang mencoba menentang dominasi
mereka adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Perebutan
pengaruh ini di sebabkan oleh berbagai faktor, namun faktor yang sangat
esensial adalah kawasan Timur Tengah yang sangat strategis, menghubungkan
seluruh kawasan di dunia, dan kawasan ini merupakan ladang minyak terbesar di
dunia.
Amerika
Serikat dan Uni Soviet mencoba untuk menyaingi pengaruh Inggris dan Prancis, di
bidang politik mereka mengeluarkan gagasan-gagasan menentang politik kolonial
yang di anut oleh bangsa Inggris dan Perancis, mengkampanyekan Demokrasi, memberikan
suatu konsep baru terhadap Nasionalisme, menekankan hak-hak manusia yang
tertindas, selanjutnya di bidang ekonomi, mereka menawarkan berbagai bantuan
kerja sama yang mengikat negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan para
donatur, sehingga menciptakan sistem penjajahan baru, berbagai perusahaan
dibangun, ratusan investor menanamkan modalnya di kawasan ini yang menyebabkan
penduduk kehilangan mata pencaharian mereka dalam negeri sendiri.
Di
samping itu sangat banyak para tokoh-tokoh Timur Tengah yang dibohongi dan
dibunuh oleh intelijen-intelijen barat, Amerika dan kawan-kawanya takut bila
tokoh ini dapat menghancurkan pengaruh yang sedang mereka bangun di kawasan ini.
Salah satu contoh yang dapat kita ambil adalah Hassan Al-Banna, seorang tokoh
pembaharu Islam yang ingin menyatukan seluruh masyarakat Islam di bawah naungan
Ikhwanul Muslimin, yang merupakan suatu organisasi yang ingin menyatukan Islam
dengan kembali kepada Al-Quran dan Sunah rasul. Ide-ide yang di suarakan jelas
sangat bertentangan dengan ide-ide bangsa barat, sehingga pada 1949 dia
disingkirkan. Dalam buku Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin dikatakan :
Kaum
imperialis beserta boneka-boneka mereka selanjutnya menyusun sebuah konspirasi
besar untuk membunuh Hasan Al-Banna. Di tengah hiruk pikukkota Kairo, tepatnya
di depan kantor “Asy-Syubbanul Muslimun”. Sekelompok orang tak dikenal
memuntahkan peluru makar mereka, setelah itu mereka berlari menghilang. Dengan
tenaga masih tersisa beliau membopong tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang
dokter pun bersedia menangani luka parah beliau. (Matta.2005)
Persaingan
memperebutkan pengaruh, Amerika dan Uni Soviet menjadi negara pelopor
pembentukan kembali sistem pemerintahan di Timur Tengah terutama dalam bidang
ekonomi dan politik. Hal ini bertalian dengan Perang Dingin. Dalam kalimat di
atas telah dijelaskan bahwa kawasan ini terbagi dalam dua kelompok, antara
negara yang pro terhadap Uni Soviet dan Pro terhadap Amerika. Dalam kasus ini
peristiwa kudeta dan mengkudetakan dalam suatu negara sangat sering terjadi, karena
adanya dorongan dari pihak asing untuk melakukan kudeta dengan mendapatkan
dukungannya, sampai sekarang peristiwa kudeta dalam sebuah pemerintahan di
kawasan Timur Tengah masih sangat sering terjadi, atas peristiwa ini bangsa
barat harus bertanggung jawab.
Amerika
menjadi yang paling dominan. Di karenakan Uni Soviet mengalami krisis ekonomi,
sehingga Soviet tidak mampu lagi menyokong negara-negara yang pro terhadap
Komunis. Sampai sekarang Amerika dengan leluasa menanamkan pengaruhnya di
kawasan Asia Barat dengan para pengikutnya dari bangsa barat.
2. Liga Arab
Liga
Arab adalah sebuah organisasi yang terbentuk pada 1945, latar belakang
terbentuknya liga ini adalah Inggris yang pada saat itu semakin sadar bahwa
dalam bangsa Arab mulai tumbuh Pan-Arabisme, untuk menampung seluruh aspirasi
mereka menentang Kerajaan Turki Ottoman dan agar Inggris mendapat dukungan dari
bangsa Arab maka Inggris berjanji setelah berakhirnya Perang Dunia I akan di
bentuknya sebuah wadah yang menyatukan orang Arab.
Namun
setelah perang berakhir jajnji Inggris tidak kunjung direalisasikan. Malah
menter luar negeri Inggris mendukung pembentukan negara Israel, melalui
Deklarasi Balfour pada 1917. Menjelang Perang Dunia II, Inggris berusaha
mencari dukungan dari tokoh Timur Tengah, kenyataannya sangat sedikit dari
tokoh ini yang tertarik pada tawaran Inggris.
Keadaan yang semakin mendesak memaksa para
tokoh Timur Tengah mendukung Inggris, namun agar Inggris menepatinya janjinya
diajukanlah sebuah proposal untuk membentuk suatu wadah yang nantinya akan
memperjuangkan kepentingan bangsa Arab. Mesir adalah negara pelopor gerakan
ini.
Selain
itu negara-negara pertama yang berperan penting dalam pembentukan Liga Arab
adalah Arab Saudi, Yordania, Irak, Suriah, Libanon, Yaman. Peran Liga Arab di
Timur Tengah tidak begitu berhasil, mereka gagal dalam menghadapi tantangan
Yahudi yang disokong oleh Amerika.
3. Masalah Israel
Israel
adalah suatu negara yang berada di kawasan Timur Tengah hari ini. Dalam sejarah
terbentuknya negara Israel, diungkapkan bahwa proses berdirinya negara ini
sangat merugikan penduduk negeri Syam. Pada mulanya mereka mulai mengembangkan
fantasi mereka atas hak tanah di Palestina.
Dilanjutkan
oleh seorang tokoh Theodor Hertzel yang memperkuat ideologi Zionis. Hertzel
barusaha dengan berbagai cara untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak agar
tanah di negeri Syam dapat diduduki oleh kaum Yahudi yang berada di diaspora.
Setelah
dikuasainya negeri Syam oleh Inggris dan Prancis, dimulailah akar permasalahan
yang mendasar, ditandai dengan keraguan Inggris untuk mendukung pihak Zionis
atau pihak Muslim, Inggris berusaha mencocokkan dukungannya harus bersesuaian
dengan kepentingannya.
Di
tandai dengan deklarasi Balfour, Inggris menyetujui Yahudi mendiami wilayah
Palestiana, sistem pemerintahan mulai dibangun dengan dukungan utama mereka
Amerika dan Inggris. Terbentuknya negara ini membuat pemimpin negara-negara
Arab geram.
Pada
1948, Israel mengumandangkan kemerdekaannya, dan di tahun tang sama mereka juga
langsung diserbu oleh pasukan Arab yang sebelumnya menentang berdirinya negara Israel. Namun dengan
dukungan barat mereka berhasil mengahancurkan pasukan ini.
Pada
1956, terjadi nasionalisasi Terusan Suez, yang berlatar belakang pada
penentangan terhadap berdirinya Israel. Mesir ditentang oleh PBB, terjadi
penyerbuan terhadap Mesir, dan direbutnya beberapa wilayah Mesir.
Pada
1967, dikenal sebagai Perang Enam Hari, karena jalannya perang hanya dalam
waktu enam hari, di latar belakangi oleh persekutuan Mesir dan Suriah untuk
menentang Israel, selanjutnya dengan segera negara-negar Arab lainnya mendukung
dan membuat sebuah aliansi Arab untuk menghancurkan Israel. Namun Israel dengan
dukungan dari barat terutama Amerika juga dapat mengalahkan aliansi ini.
Dampak
dari penyerangan ini membuat Nasionalisme yang dirasakan oleh penduduk Israel
semakin besar. Dan Israel semakin kuat di antara para musuh. Penduduk Israel
seperti dikutuk oleh tetangganya untuk mendiami kawasan ini. Selanjutnya di
sisi lain, penduduk Palestina berbondong-bondong mengungsi akibat tanahnya
telah diduduki oleh Yahudi. Mereka menyebar ke seluruh negara Muslim, terutama
di Timur Tengah. Serta jatuhnya semangat moral dari pasukan Arab yang telah
dikalahkan secara tidak wajar oleh bangsa yang baru saja berdiri.
Para
pengamat sebagian berpendapat bahwa Perang Enam Hari merupakan suatu skenario
yang dijalankan oleh pemimpin Arab, untuk menunjukkan kepedulian mereka
terhadap Palestina.
Anwar
Sadat terpilih sebagai pemimpin Mesir, selanjutnya ia berusaha menghentikan
konflik yang telah berlarut-larut ini. Sadat mengajak Israel untuk melakukan
perjanjian perdamaian pada 1978 yang dikenal dengan Perjanjian Camp David di
Washington. Namun perjanjian ini harus dibayar dengan mahal.
Pertama,
Mesir sebagai negara penggagas Liga Arab dikeluarkan dari organisasi ini, Mesir
dianggap telah menyimpang dari kesepakatan Liga Arab, yaitu menentang Israel.
Kedua,
Sadat harus merelakan nyawanya sendiri. Ia dibunuh saat merayakan kemenangan
atas pencapaiannya, dalam buku Perang Suci (Amstrong.2011:500) dijelaskan:
Pada
tanggal 6 Oktober 1981, Presiden Anwar Sadat memimpin pawai kemenangan untuk
marayakan perang Oktober melawan Israel 1973. Tiba-tiba salahsatu truk keluar
dari barisan, tepat di depan mimbar presiden, ketika Sadat melihat Letnan
Pertama Khaled Islambouli meloncat dan lari ke arahnya, Sadat berdiri untuk
menerima penghormatan itu. Kemudian seorang perwira kedua melemparkan sebuah
granat tangan.
Selanjutnya
PLO (Organisasi Pembebasan Palestiana), pada tahun 1993 dilanjutkan dengan
Perjanjian Oslo, yaitu kesepakatan antara PLO dan Israel untuk berdamai secara
permanen. Ini merupakan kelanjutan dari Perjanjian Camp David, yang gagal
memecahkan masalah Palestina karena ketua PLO, Yasir Arafat tidak setuju dengan
hak otonomi yang diberikan. Perjanjian Oslo menandai bahwa Israel telah
mengakui PLO sebagai perwakilan dari Palestina yang dulunya dicap sebagai
kelompok teroris.
Dan
atas dasar kesepakatan perjanjian menjadikan bukti kuat bahwa PLO telah merobah
sistem perjuangan mereka ke jalur perundingan, PLO pada awal pergerakannya
sangat mengecam berbagai jenis perundingan negar-negara Arab dengan Israel, PLO
hanya ingin berjuang dengan cara berperang, seperti halnya Intifadah.
Pada
28 September 1995, Yitzhak Rabin sebagai Perdana Menteri Israel dan Yasser
Arafat ketua PLO menandatangani Kesepakatan Interim Israel-Palestina. Di bawah
kesepakatan ini, para pemimpin PLO bisa kembali ke daerah pendudukan dan
memberikan otonomi kepada bangsa Palestina. Imbalannya tetap sama, yaitu
mengakui keberadaan Israel dan meninggalkan cara-cara kekerasan dalam
perjuangan.
Namun,
kesepakatan ini ditentang Hamas dan sejumlah faksi radikal Palestina yang siap
melakukan perjuangan bersenjata, termasuk aksi bom bunuh diri di Israel demi
membebaskan Palestina.
Sampai
saat ini, kawasan Timur Tengah terus bergejolak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Amerika semakin leluasa memainkan perannya di pengaruh Israel.
Israel dijadikan sebagai polisi patroli di kawasan Timur Tengah.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Setelah membahas berbagai peristiwa yang terkait Timur
Tengah di era pasca Perang Dunia II, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat
kita sarikan sebagai berikut :
1.
Kawasan Timur Tengah adalah sebuah
kawasan yang sangat strategis, dan kaya akan sumber alamnya, hal ini yang
menyebabkan negara pemenang perang berlomba-lomba menanmkan pengaruh di Timur
Tengah.
2.
Perang Dingin telah menyeret bangsa Arab
kedalam kehancuran dan kemiskinan.
3.
Berdirinya negara Yahudi di Timur Tengah
menyebabkan situasi kawasan ini menjadi semakin kacau. Dan sangat merugikan
seluruh negara Arab.
4.
Akar pemicu konflik yang tiada
habisnyadi kawasan ini dikarenakan sangat berakarnya pengaruh barat di kawasan
Timur Tengah, terutama setelah berdirinya Israel.
5.
Permasalahan Palestina sangat rumit,
negara yang harus bertanggung jawab dari permasalahan ini adalah Inggris,
Prancis, Amerika Serikat, dan Uni Soviet atau Rusia saat ini, karena empat
negara inilah yang pengaruhnya sangat kental di Timur Tengah.
DAFTAR
PUSTAKA
Agha, Mahir
Ahmad.(2005). Yahudi: Catatan Hitam
Sejarah. Diterjemahkan oleh:
Indrayadi, Yodi. Jakarta: Qisthi Press.
Amstrong, Karen.(2011).
Perang Suci. Cet.VII. diterjemahkan
oleh: Darmawan, Hikmat. Jakarta: PT
SERAMBI ILMU SEMESTA.
Al-Banna, Hasan.
(2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul
Muslimin. Diterjemakan oleh: Matta,
Anis, dkk. Solo: ERA INTERMEDIA.
Al-Adnani, Abu Fatiah.
(2014). Juorney To Damascus. Jawa
Tengah: Granada Mediatama.
NULIS APA MABOK? KOK TENDENSIUS BANGET DAN GA ADA DASAR AKADEMISNYA. CUMAN BERDASARKAN KECURIGAAN TANPA DATA FAKTA ILMIAH. MAS ILMU PENGETAHUAN ITU NETRAL TIDAK MENGENAL SARA.
BalasHapus