BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang
Hasan Al Banna merupakan salah satu
tokoh Islam yang sampai sekarang cukup dikenang oleh setiap muslim. Hassan Al
Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan
Buhairah, Mesir. Pada usia dua belas tahun, Hasan Al Banna telah menghafal
al-Qur’an.[1] Imam
Hasan Al Banna dilahirkan dalam keluarga yang hidup dalam keadaan serba
sederhana, dengan mengamalkan Islam di segenap sudut kehidupan mereka. Ayahnya
adalah alumni Universitas Al Azhar dan mendalami Hadist dan ilmu Fiqh.
Sang ayah terus menerus memotivasi
Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan
kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah.
Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore.
Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran
sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan
selesai shalat Shubuh. Maka tak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak
berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia empat belas tahun Hasan
al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya
dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir.
Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.
Dari latar kehidupannya dapat kita
lihat bahwa Hasan adalah seorang yang sangat terdidik dan memiliki sifat yang
sangat tekun, sehingga tidak heran bila mana Hasan muda mendapat serentetan
gelar akademik. Hasan juga seorang yang sangat aktif dalam berorganisasi.
Pada masanya Mesir sedang dalam
belenggu penjajah Inggris yang semakin memporak-porandakan kehidupan masyarakat
Mesir, ditambah lagi dengan keadaan kaum muslimin yang telah semakin menyimpang
dari ajarannya, bahkan Kerajaan Ottoman yang melindungi seluruh wilayah muslim
telah runtuh akibat Kemal Pasha. Alih-alih untuk menghapus kekuasaan raja,
Kemal memproklamirkan negara Turki moderen.
Melihat seluruh gelagat umat muslim
yang telah sangat-sangat menyimpang dari ajaran Islam, ditambah lagi dengan
kesengsaraan rakyat Mesir akibat Inggris membuat Hasan memikirkan konsep baru
agar dapat mengembalikan umat ke jalan yang semestinya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa
yang mendasari pemikiran Hasan Al Banna ?
2. Bagaimana
pemikiran Hasan Al Banna terhadap umat Islam ?
3. Bagaimana
dampak dari gerakan Hasan Al Banna terhadap Islam ?
1.3. Tujuan
1. Mampu
menjelaskan seorang Hasan Al Banna dari sudut pandang Islam.
2. Dapat
mengetahui peran dan isi dari pemikiran Hasan Al Banna.
3. Memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Asia Barat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Landasan Pemikiran Hasan Al Banna
Pemikiran Hasan
jelas bahwa berlandaskan Al Quran dan Hadist, ini bisa kita lihat dari berbagai
peninngalan tulisannya, salah satunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yang menunjukkan tidak ada satu pun argumen Hasan tanpa mengaitkan dengan
Al Quran atu pun Hadist. Seperti yang terdapat dalam karangannya. “Sibgha
Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgahnya dari pada Allah ? dan hanya
kepadanyalah kami menyembah.” (Al-baqarah:138). Masyarakat kita sekarang sedang
bingung. Jika kebingungan ini terus melanda, maka tidak ada yang akan terjadi
berikutnya kecuali pergolakan. Pergolakan dan kerusuhan brutal yang anarkis
serta tanpa tujuan. Sebuah revolusi yang tidak punya standar, sistem, aturan,
dan evaluasi.[2]
Hasan
Al Banna bagaikan setetes cahaya yang dijatuhkan oleh Allah ke dalam dunia
untuk menerangi kaum muslimin yang dilanda kekeliruan dalam hidup yang cukup
mendalam, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh barat yang semakin intens
masuk ke dalam dunia Arab terutama Mesir. Muncul pertanyaan dari kita mengapa
Hasan bisa berfikir sedemikian rupa dengan segala fisi dan misinya untuk
meluruskan kembali umat yang telah jauh menyimpang di dunia ini terkhusus Mesir
pada saat itu, hal ter sebut akan diuraikan di bawah ini:
1. Mesir
menghadapi kemerosotan dalam segala bidang, sehingga membuat semakin
memburuknya sistem kehidupan. Sebelum adanya dakwah Hasan Al Banna, aspek
politik di Mesir kurang mendapat perhatian dari masyarakat Islam. Bahkan
kelompok keagamaan berda di luar medan kegiatan politik. Masuknya Inggris ke
Mesir semakin menambah kebobrokan dan ketergantungan masyarakat kepada Barat
dan Eropa, dan hampir melupakan agama mereka. Kehidupan masyarakatnya sudah
hampir menyerupaik gaya hidup orang Eropa yang hedonis. Banayk masyarakat yang
menggantungkan hidupnya terhadap industri ataupun perusahaan milik Inggris yang
dikuasai dari pihak Mesir, salah satunya adalah Terusan Suez. Dari perusahaan
ini lah warga Mesir banyak menggantungkan hidupnya.
2. Munculnya
keprihatinan Al Banna dengan kondisi bangsa Mesir, pada saat kuatnya dominasi
kolonial Inggris terhadap masyarakat Mesir, umat Islam sudah tidak lagi
menganggap penting agamanya, ketika Islam hanya ada pada rakaat-rakaat dan
wirid saja, tetapi tidak dalam kehidupan keseharian mereka, membuat semakin
lemahnya kekuatan Islam, padahal Mesir telah menetapkan Islam sebagai agama
resmi. Kekecewaan Al Banna terhadap beberapa gerakan Islam yang hanya
mementingkan kelompoknya saja, tanpa memperdulikan umat Islam lainnya. Umat
Islam banyak terpecah oleh gerakan-gerakan itu, dan membuat mereka berseteru
karenanya. Oleh karena itu lah Banna berdiskusi dengan enam orang sahabatnya,
yang akhirnya tercetuslah Al-Ikhwan al-Muslimun sebagai jawaban atas kondisi
masyarakat Mesir pada waktu itu.
3. Hasan
Al Banna percaya bahwa sebuah perubahan besar harus dilakukan dengan cepat,
akan tetapi tidak menempuh jalan pintas. Konsep Islam sejati menurut Hasan Al
Banna adalah orang Muslim tidak dibenarkan menyibukkan diri dengan sholat dan
puasa, serta ibadah-ibadah mahdhah lainnya
saja sementara mengabaikan umatnya di Timur dan Barat, sebab orang-orang mukmin
besaudara dan orang-orang mukmin adalah satu, muslim adalah saudara muslim
lainnya tidak dibenarkan menganiaya dan merendahkannya. Barang siapa yang tidak
peduli terhadap kaum muslimin maka dia bukanlah bagian dari umat Islam. Hasan
Al Banna dalam berpolitik tidak lepas dari Islam sebagaimana yang tercantum
dalam ideologi politiknya, yaitu Islam sebagai ideologi. Ada tiga fase yang
diterapkan Al Banna dalam menjalankan pikiran politiknya, antara lain :
a. Marhalah at-ta’rif
atau fase pengenalan
b. Marhalah at-takwin
atau fase pembentukan
2.2.
Terbentuknya Ikwanul Muslimin
Seperti telah diuraikan sebelumnya
bahwa salah satu faktor Hasan untuk membentuk sebuah pergerakan yang bersifat
universal karena keadaan dan kondisi umat pada saat itu yang sangat
memprihatinkan.
Didorong oleh fenomena yang saya
saksikan sendiri di Kairo, berupa munculnya tradisi permissivisme dan jauhnya
kehidupan dari akhlak Islam, -seperti juga terjadi di berbagai tempat di negeri
Mesir yang tenteram ini, selain juga berbagai berita yang dipublikasikan di
berbagai surat kabar yang isinya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, serta
adanya kebodohan di kalangan masyarakat umum tentang hukum-hukum agama- maka
saya berpendapat bahwa kalau hanya masjid yang digunakan sebagai sarana untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat luas tidaklah cukup. Memang sudah
ada beberapa ulama yang menyampaikan nasihat dan ceramah-ceramahnya di beberapa
masjid dan memberikan dampak yang sangat baik bagi umat. Di antara mereka
adalah Ustadz Abdul Aziz Al-Khuli rahimahullah, Ustadz Syaikh Ali Mahfudh
rahimahullah, dan Ustadz Syaikh Al-Adawi, yang pada tahun sebelumnya menjadi
Kepala Inspektur Penyuluh Agama. Akhirnya saya pun berpikir untuk membentuk
sebuah kelompok yang melakukan proses pelatihan untuk berceramah dan penyuluhan
di masjid-masjid, di kafe-kafe, serta di tengah masyarakat umum. Selanjutnya
dari mereka itulah akan dibentuk kelompok-kelompok lagi yang akan menyebar luas
di berbagai wilayah penting untuk menyebarkan dakwah Islam. Saya memadukan
antara perkataan dan perbuatan. Oleh karenanya, saya mengajak beberapa teman
untuk bekerjasama dalam menggarap proyek yang mulia ini. Di antara teman-teman
yang ikut andil itu adalah Akhi Ustadz Muhammad Madkur (alumnus Al-Azhar),
Ustadz Syaikh Hamid ‘Askariyah rahimahullah, Ustadz Syaikh Ahmad Abdul Hamid
(salah seorang anggota Badan Pendiri Ikhwanul Muslimin), dan lain-lain. Kami
mengadakan pertemuan di asrama mahasiswa dan di Masjid Syaikhun di Shalabiyah.
Kami bersama-sama mendiskusikan pentingnya tugas yang harus ditopang dengan
kesiapan ilmiah dan amaliyah itu. Saya jadikan sebagian dari kitab-kitab saya
untuk acuan, seperti kitah Al-Ihya’ karangan Imam Al-Ghazali, Al-Anwar
Al-Muhammadiyah karangan An-Nabhani, Tanwirul Qulub fi Mu’amalati ‘Allamil
Ghuyub karangan Syaikh Kurdi, serta beberapa buku biografi. Hal ini saya maksudkan agar para ikhwan bisa secara
bergantian meminjam buku-buku ini untuk dijadikan referensi dalam menyampaikan
khotbah dan ceramah.[4]
Dari kutipan di atas jelas kiranya
untuk melihat apa saja yang mendorong Hasan untuk memulai pergerakannya, Hasan
adalah seorang yang sangat kritis dalam berfikir. Sejak kecil dia telah diasuh
dalam keluarga ulama yang taat beragama. Hasan mampu merangkul teman sejawatnya
dan mampu mengarahkan mereka.
Di samping itu, Hasan juga dengan
jelas memparkan kepada khalayak ramai dasar dari pergerakannya yang bersifat
universal dan mampu merangkul segala isme selama paham tersebut tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Ikhwanul Muslimin menolak isme-isme yang
dibawakan oleh barat karena mengandung unsur-unsur pemecahan dalam tubuh umat.
Setiap muslim harus mengangkat bendera Islam setinggi-tingginya di setiap
belahan bumi; bukan untuk mendapatkan harta, popularitas dan kekuasaan atau
menjajah bangsa lain, tapi semata-mata untuk memperoleh ridha Allah dan
memakmurkan dunia dengan bimbingan agamanya.[5]
Sifat keterbukaan Hasan terhadap
pergerakannya membuat semakin bertambahnya pengikut-pengikut Hasan dan semakin
mengancam kedudukan Inggris di Mesir, sehingga Inggris berusaha menyngkirkan
pergerakan ini. Para penguasa kala itu yang nota bene merupakan boneka-boneka
Inggris segera merasakan perkembangan seperti ini sebagai ancaman besar. Mereka
berusaha keras menjauhkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dari kancah politik.[6]
Hasan Al Banna menanamkan sifat pantang menyerah dan tiada henti-hentinya untuk
berdakwah ke berbagai tempat. Alih-alih untuk menyeru seluruh umat Islam, Hasan
memaksimalkan dakwahnya melalui surat-surat kabar, berbagai ide dia tuliskan
dalam berbagai surat kabar dengan semangat yang tiada berkurang.
Semangatnya yang pantang menyerah
dalam menyatukan umat Islam membuat Inggris semakin jengkel dan membuat Mesir
terpuruk akibat penyerangan ke Israel yang dibantu oleh sukarelawan Ikhwanul
Muslimin, dan menjadi pasukan yang paling ditakuti oleh musuh, dan yang sangat
menyedihkan adalah ketika Pemerintah Mesir ditekan oleh barat untuk menarik
mundur pasukannya yang membuat terpuruknya semangat jihad Ikhwanul Muslimin.
Tidak lama setelah penarikan
pasukan, sebuah drama pembunuhan disusun untuk menyingkirkan Hasan. Di hiruk
pikuk kota Kairo, tepatnya di kantor pusat organisasi “Asy-Syubbanul Muslimin”,
sekelompok orang yang tidak dikenal memuntahkan peluru-peluru makar mereka,
setelah itu mereka berlari menghilang. Dengan tenaga yang masih tersisa beliau
menggooh tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun yang bersedia
menangani luka parah beliau. Mereka sengaja membiarkannya tersungkur di tengah
lumuran darah yang mengucur tiada henti. Tak satu pun nurani tersentuh, tak
satu pun mata yang menangis. Mereka bahkan menghalangi pengikut beliau yang
ingin menjenguk. Pada waktu itu tahun 1949, dua jam setelah penembakan, beliau
menghembuskan nafas yang terakhir dan gugur syahid di jalan Allah swt.[7]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hasan Al Banna merupaka seorang
tokoh Islam yang sangat berpengaruh pada abad ke-20, sehingga membuat ideologi
yang diciptakan olehnya hingga saat ini masih sangat banyak digunakan oleh umat
Islam, tidak hanya terbatas di Mesir tetapi di seluruh negara yang memiliki
penduduk muslim. Hasan merupakan tokoh intelektual yang sangat sadar akan
nilai-nilai Islam yang telah terkikis oleh bangsa barat dalam masyarakat.
Keinginannya untuk menyatukan umat
memang belum terwujud secara nyata, namun benih-benih akan bersatunya umat
Islam telah tersebar di seluruh umat muslim. Banyak para ulama-ulama besar
menyayangkan kepergian Hasan, namun apa dikata bahwa Allah bertindak lain
terhadap hamba yang mulia ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Banna, Hasan. (2005). Risalah Pergerakan
Ikhwanul Muslimin. Diterjemahan oleh:
Anis Matta, dkk. Solo: ERA INTERMEDIA.
Aqli,
Profil Imam Hasan Albanna, di akses
pada 16 Desember 2014 dari situs: http://dakwahfardiah.blogspot.com.
Taujih,
IDE MEMBENTU PARA DA’I, diakses pada
16 Desember 2014 dari situs: http://www.hasanalbanna.com/ide-membentuk-para-dai/
.
[1] Aqli.,”Profil Imam Hasan Albanna”, diakses dari
http://dakwahfardiah.blogspot.com/p/hassan-al-banna-dilahirkan-pada-tanggal.html,
pada tanggal 16 Desember 2014.
[2] Al
Banna., Risalah Pergerakan Ikhwanul
Muslimin. (terjemahan Anis Matta, dkk). Solo: ERA INTERMEDIA, 2005, hal.
277.
[3]
Ihsanuddin., PEMIKIRAN POLITIK HASAN
AL-BANNA DAN PENGARUHNYA TERHADAP MESIR TAHUN 1928-1949 M., Skripsi pada
Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hal. 87-88.
[4]
Al Banna dalam Taujih, “IDE MEMBENTU PARA
DA’I”, diakses dari http://www.hasanalbanna.com/ide-membentuk-para-dai/ ,
pada tanggal 16 Desember 2014.
[5] Al
Banna., Risalah Pergerakan Ikhwanul
Muslimin. (terjemahan Anis Matta, dkk). Solo: ERA INTERMEDIA, 2005, hal.
41.
[6] Ibid, hal. 18.
[7] Ibid, hal. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar