Kamis, 18 Januari 2018

HASAN AL-BANNA

BAB I
PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang
            Hasan Al Banna merupakan salah satu tokoh Islam yang sampai sekarang cukup dikenang oleh setiap muslim. Hassan Al Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Pada usia dua belas tahun, Hasan Al Banna telah menghafal al-Qur’an.[1] Imam Hasan Al Banna dilahirkan dalam keluarga yang hidup dalam keadaan serba sederhana, dengan mengamalkan Islam di segenap sudut kehidupan mereka. Ayahnya adalah alumni Universitas Al Azhar dan mendalami Hadist dan ilmu Fiqh.
            Sang ayah terus menerus memotivasi Hasan agar melengkapi hafalannya. Semenjak itu Hasan kecil mendisiplinkan kegiatannya menjadi empat. Siang hari dipergunakannya untuk belajar di sekolah. Kemudian belajar membuat dan memperbaiki jam dengan orang tuanya hingga sore. Waktu sore hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Sementara membaca dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur'an ia lakukan selesai shalat Shubuh. Maka tak mengherankan apabila Hasan al Banna mencetak berbagai prestasi gemilang di kemudian hari. Pada usia empat belas tahun Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum.
            Dari latar kehidupannya dapat kita lihat bahwa Hasan adalah seorang yang sangat terdidik dan memiliki sifat yang sangat tekun, sehingga tidak heran bila mana Hasan muda mendapat serentetan gelar akademik. Hasan juga seorang yang sangat aktif dalam berorganisasi.
            Pada masanya Mesir sedang dalam belenggu penjajah Inggris yang semakin memporak-porandakan kehidupan masyarakat Mesir, ditambah lagi dengan keadaan kaum muslimin yang telah semakin menyimpang dari ajarannya, bahkan Kerajaan Ottoman yang melindungi seluruh wilayah muslim telah runtuh akibat Kemal Pasha. Alih-alih untuk menghapus kekuasaan raja, Kemal memproklamirkan negara Turki moderen.
            Melihat seluruh gelagat umat muslim yang telah sangat-sangat menyimpang dari ajaran Islam, ditambah lagi dengan kesengsaraan rakyat Mesir akibat Inggris membuat Hasan memikirkan konsep baru agar dapat mengembalikan umat ke jalan yang semestinya.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa yang mendasari pemikiran Hasan Al Banna ?
2.      Bagaimana pemikiran Hasan Al Banna terhadap umat Islam ?
3.      Bagaimana dampak dari gerakan Hasan Al Banna terhadap Islam ?

1.3. Tujuan
1.      Mampu menjelaskan seorang Hasan Al Banna dari sudut pandang Islam.
2.      Dapat mengetahui peran dan isi dari pemikiran Hasan Al Banna.
3.      Memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Barat.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Landasan Pemikiran Hasan Al Banna
            Pemikiran Hasan jelas bahwa berlandaskan Al Quran dan Hadist, ini bisa kita lihat dari berbagai peninngalan tulisannya, salah satunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang menunjukkan tidak ada satu pun argumen Hasan tanpa mengaitkan dengan Al Quran atu pun Hadist. Seperti yang terdapat dalam karangannya. “Sibgha Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgahnya dari pada Allah ? dan hanya kepadanyalah kami menyembah.” (Al-baqarah:138). Masyarakat kita sekarang sedang bingung. Jika kebingungan ini terus melanda, maka tidak ada yang akan terjadi berikutnya kecuali pergolakan. Pergolakan dan kerusuhan brutal yang anarkis serta tanpa tujuan. Sebuah revolusi yang tidak punya standar, sistem, aturan, dan evaluasi.[2]
            Hasan Al Banna bagaikan setetes cahaya yang dijatuhkan oleh Allah ke dalam dunia untuk menerangi kaum muslimin yang dilanda kekeliruan dalam hidup yang cukup mendalam, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh barat yang semakin intens masuk ke dalam dunia Arab terutama Mesir. Muncul pertanyaan dari kita mengapa Hasan bisa berfikir sedemikian rupa dengan segala fisi dan misinya untuk meluruskan kembali umat yang telah jauh menyimpang di dunia ini terkhusus Mesir pada saat itu, hal ter sebut akan diuraikan di bawah ini:
1.      Mesir menghadapi kemerosotan dalam segala bidang, sehingga membuat semakin memburuknya sistem kehidupan. Sebelum adanya dakwah Hasan Al Banna, aspek politik di Mesir kurang mendapat perhatian dari masyarakat Islam. Bahkan kelompok keagamaan berda di luar medan kegiatan politik. Masuknya Inggris ke Mesir semakin menambah kebobrokan dan ketergantungan masyarakat kepada Barat dan Eropa, dan hampir melupakan agama mereka. Kehidupan masyarakatnya sudah hampir menyerupaik gaya hidup orang Eropa yang hedonis. Banayk masyarakat yang menggantungkan hidupnya terhadap industri ataupun perusahaan milik Inggris yang dikuasai dari pihak Mesir, salah satunya adalah Terusan Suez. Dari perusahaan ini lah warga Mesir banyak menggantungkan hidupnya.
2.      Munculnya keprihatinan Al Banna dengan kondisi bangsa Mesir, pada saat kuatnya dominasi kolonial Inggris terhadap masyarakat Mesir, umat Islam sudah tidak lagi menganggap penting agamanya, ketika Islam hanya ada pada rakaat-rakaat dan wirid saja, tetapi tidak dalam kehidupan keseharian mereka, membuat semakin lemahnya kekuatan Islam, padahal Mesir telah menetapkan Islam sebagai agama resmi. Kekecewaan Al Banna terhadap beberapa gerakan Islam yang hanya mementingkan kelompoknya saja, tanpa memperdulikan umat Islam lainnya. Umat Islam banyak terpecah oleh gerakan-gerakan itu, dan membuat mereka berseteru karenanya. Oleh karena itu lah Banna berdiskusi dengan enam orang sahabatnya, yang akhirnya tercetuslah Al-Ikhwan al-Muslimun sebagai jawaban atas kondisi masyarakat Mesir pada waktu itu.
3.      Hasan Al Banna percaya bahwa sebuah perubahan besar harus dilakukan dengan cepat, akan tetapi tidak menempuh jalan pintas. Konsep Islam sejati menurut Hasan Al Banna adalah orang Muslim tidak dibenarkan menyibukkan diri dengan sholat dan puasa, serta ibadah-ibadah mahdhah lainnya saja sementara mengabaikan umatnya di Timur dan Barat, sebab orang-orang mukmin besaudara dan orang-orang mukmin adalah satu, muslim adalah saudara muslim lainnya tidak dibenarkan menganiaya dan merendahkannya. Barang siapa yang tidak peduli terhadap kaum muslimin maka dia bukanlah bagian dari umat Islam. Hasan Al Banna dalam berpolitik tidak lepas dari Islam sebagaimana yang tercantum dalam ideologi politiknya, yaitu Islam sebagai ideologi. Ada tiga fase yang diterapkan Al Banna dalam menjalankan pikiran politiknya, antara lain :
a.       Marhalah at-ta’rif atau fase pengenalan
b.      Marhalah at-takwin atau fase pembentukan
c.       Marhalah at-tanfidz atau fase pelaksanaan program.[3]

2.2. Terbentuknya Ikwanul Muslimin
            Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa salah satu faktor Hasan untuk membentuk sebuah pergerakan yang bersifat universal karena keadaan dan kondisi umat pada saat itu yang sangat memprihatinkan.
            Didorong oleh fenomena yang saya saksikan sendiri di Kairo, berupa munculnya tradisi permissivisme dan jauhnya kehidupan dari akhlak Islam, -seperti juga terjadi di berbagai tempat di negeri Mesir yang tenteram ini, selain juga berbagai berita yang dipublikasikan di berbagai surat kabar yang isinya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, serta adanya kebodohan di kalangan masyarakat umum tentang hukum-hukum agama- maka saya berpendapat bahwa kalau hanya masjid yang digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat luas tidaklah cukup. Memang sudah ada beberapa ulama yang menyampaikan nasihat dan ceramah-ceramahnya di beberapa masjid dan memberikan dampak yang sangat baik bagi umat. Di antara mereka adalah Ustadz Abdul Aziz Al-Khuli rahimahullah, Ustadz Syaikh Ali Mahfudh rahimahullah, dan Ustadz Syaikh Al-Adawi, yang pada tahun sebelumnya menjadi Kepala Inspektur Penyuluh Agama. Akhirnya saya pun berpikir untuk membentuk sebuah kelompok yang melakukan proses pelatihan untuk berceramah dan penyuluhan di masjid-masjid, di kafe-kafe, serta di tengah masyarakat umum. Selanjutnya dari mereka itulah akan dibentuk kelompok-kelompok lagi yang akan menyebar luas di berbagai wilayah penting untuk menyebarkan dakwah Islam. Saya memadukan antara perkataan dan perbuatan. Oleh karenanya, saya mengajak beberapa teman untuk bekerjasama dalam menggarap proyek yang mulia ini. Di antara teman-teman yang ikut andil itu adalah Akhi Ustadz Muhammad Madkur (alumnus Al-Azhar), Ustadz Syaikh Hamid ‘Askariyah rahimahullah, Ustadz Syaikh Ahmad Abdul Hamid (salah seorang anggota Badan Pendiri Ikhwanul Muslimin), dan lain-lain. Kami mengadakan pertemuan di asrama mahasiswa dan di Masjid Syaikhun di Shalabiyah. Kami bersama-sama mendiskusikan pentingnya tugas yang harus ditopang dengan kesiapan ilmiah dan amaliyah itu. Saya jadikan sebagian dari kitab-kitab saya untuk acuan, seperti kitah Al-Ihya’ karangan Imam Al-Ghazali, Al-Anwar Al-Muhammadiyah karangan An-Nabhani, Tanwirul Qulub fi Mu’amalati ‘Allamil Ghuyub karangan Syaikh Kurdi, serta beberapa buku biografi. Hal ini saya  maksudkan agar para ikhwan bisa secara bergantian meminjam buku-buku ini untuk dijadikan referensi dalam menyampaikan khotbah dan ceramah.[4]
            Dari kutipan di atas jelas kiranya untuk melihat apa saja yang mendorong Hasan untuk memulai pergerakannya, Hasan adalah seorang yang sangat kritis dalam berfikir. Sejak kecil dia telah diasuh dalam keluarga ulama yang taat beragama. Hasan mampu merangkul teman sejawatnya dan mampu mengarahkan mereka.
            Di samping itu, Hasan juga dengan jelas memparkan kepada khalayak ramai dasar dari pergerakannya yang bersifat universal dan mampu merangkul segala isme selama paham tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ikhwanul Muslimin menolak isme-isme yang dibawakan oleh barat karena mengandung unsur-unsur pemecahan dalam tubuh umat. Setiap muslim harus mengangkat bendera Islam setinggi-tingginya di setiap belahan bumi; bukan untuk mendapatkan harta, popularitas dan kekuasaan atau menjajah bangsa lain, tapi semata-mata untuk memperoleh ridha Allah dan memakmurkan dunia dengan bimbingan agamanya.[5]
            Sifat keterbukaan Hasan terhadap pergerakannya membuat semakin bertambahnya pengikut-pengikut Hasan dan semakin mengancam kedudukan Inggris di Mesir, sehingga Inggris berusaha menyngkirkan pergerakan ini. Para penguasa kala itu yang nota bene merupakan boneka-boneka Inggris segera merasakan perkembangan seperti ini sebagai ancaman besar. Mereka berusaha keras menjauhkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dari kancah politik.[6] Hasan Al Banna menanamkan sifat pantang menyerah dan tiada henti-hentinya untuk berdakwah ke berbagai tempat. Alih-alih untuk menyeru seluruh umat Islam, Hasan memaksimalkan dakwahnya melalui surat-surat kabar, berbagai ide dia tuliskan dalam berbagai surat kabar dengan semangat yang tiada berkurang.
            Semangatnya yang pantang menyerah dalam menyatukan umat Islam membuat Inggris semakin jengkel dan membuat Mesir terpuruk akibat penyerangan ke Israel yang dibantu oleh sukarelawan Ikhwanul Muslimin, dan menjadi pasukan yang paling ditakuti oleh musuh, dan yang sangat menyedihkan adalah ketika Pemerintah Mesir ditekan oleh barat untuk menarik mundur pasukannya yang membuat terpuruknya semangat jihad Ikhwanul Muslimin.
            Tidak lama setelah penarikan pasukan, sebuah drama pembunuhan disusun untuk menyingkirkan Hasan. Di hiruk pikuk kota Kairo, tepatnya di kantor pusat organisasi “Asy-Syubbanul Muslimin”, sekelompok orang yang tidak dikenal memuntahkan peluru-peluru makar mereka, setelah itu mereka berlari menghilang. Dengan tenaga yang masih tersisa beliau menggooh tubuhnya ke rumah sakit, namun tak seorang dokter pun yang bersedia menangani luka parah beliau. Mereka sengaja membiarkannya tersungkur di tengah lumuran darah yang mengucur tiada henti. Tak satu pun nurani tersentuh, tak satu pun mata yang menangis. Mereka bahkan menghalangi pengikut beliau yang ingin menjenguk. Pada waktu itu tahun 1949, dua jam setelah penembakan, beliau menghembuskan nafas yang terakhir dan gugur syahid di jalan Allah swt.[7]

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Hasan Al Banna merupaka seorang tokoh Islam yang sangat berpengaruh pada abad ke-20, sehingga membuat ideologi yang diciptakan olehnya hingga saat ini masih sangat banyak digunakan oleh umat Islam, tidak hanya terbatas di Mesir tetapi di seluruh negara yang memiliki penduduk muslim. Hasan merupakan tokoh intelektual yang sangat sadar akan nilai-nilai Islam yang telah terkikis oleh bangsa barat dalam masyarakat.
            Keinginannya untuk menyatukan umat memang belum terwujud secara nyata, namun benih-benih akan bersatunya umat Islam telah tersebar di seluruh umat muslim. Banyak para ulama-ulama besar menyayangkan kepergian Hasan, namun apa dikata bahwa Allah bertindak lain terhadap hamba yang mulia ini.




DAFTAR PUSTAKA
Al Banna, Hasan. (2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Diterjemahan    oleh: Anis Matta, dkk. Solo: ERA INTERMEDIA.
Aqli, Profil Imam Hasan Albanna, di akses pada 16 Desember 2014 dari situs:            http://dakwahfardiah.blogspot.com.
Taujih, IDE MEMBENTU PARA DA’I, diakses pada 16 Desember 2014 dari          situs: http://www.hasanalbanna.com/ide-membentuk-para-dai/ .


[1] Aqli.,”Profil Imam Hasan Albanna”, diakses dari http://dakwahfardiah.blogspot.com/p/hassan-al-banna-dilahirkan-pada-tanggal.html, pada tanggal 16 Desember 2014.
[2] Al Banna., Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. (terjemahan Anis Matta, dkk). Solo: ERA INTERMEDIA, 2005, hal. 277.
[3] Ihsanuddin., PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANNA DAN PENGARUHNYA TERHADAP MESIR TAHUN 1928-1949 M., Skripsi pada Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hal. 87-88.
[4] Al Banna dalam Taujih, “IDE MEMBENTU PARA DA’I”, diakses dari http://www.hasanalbanna.com/ide-membentuk-para-dai/ , pada tanggal 16 Desember 2014.
[5] Al Banna., Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. (terjemahan Anis Matta, dkk). Solo: ERA INTERMEDIA, 2005, hal. 41.
[6] Ibid, hal. 18.
[7] Ibid, hal. 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar